Sudut Pandang - 1

1.5K 312 2
                                    

Salah satu cara mati yang paling menyakitkan di dunia adalah mati terbakar, dan Kim Dokja baru saja mengalaminya. Rasanya seperti setiap neuron di otaknya semuanya aktif dalam waktu bersamaan.

[Y/n] terpaku melihatnya, air matanya menetes bersamaan dengan jantungnya yang terasa sesak. Lalu saat itulah dia mendengar suara.

[Stigma 'Nothingness' telah diaktifkan.]

"Apa?" ucap [Y/n] yang terkejut karena stigma miliknya aktif dengan sendirinya.

Semua orang lantas menolehkan ke arah [Y/n]. Mereka semua tertegun melihat tubuh wanita itu semakin lama semakin transparan.

"[Y/n]!" Jung Heewon berteriak sambil meraih tangan [Y/n]. Namun hanya udara kosong yang di genggamnya.

"Kak Heewon?" Panggil [Y/n] lirih saat penglihatannya kian menghitam dan tubuhnya yang menghilang.

[Y/n] tidak tahu apa yang terjadi. Tapi dia berada dalam kegelapan, kemudian sebuah cahaya meneranginya. Dan sebuah layar yang tengah menampilkan adegan muncul di depannya.

-- Gong Pildu menjilat bibirnya seraya memandangi orang-orang di sekeliling peron stasiun. Sekarang dia tidak bisa melarikan diri. Dia terus-menerus memikirkannya, tapi dia lebih tahu dari siapapun kalau dia tidak punya keberanian untuk melakukannya.

"Mmh.. Kak [Y/n].. Kak Dokja.."

Ada beban berat yang menimpa lututnya, dan Gong Pildu pun menengok ke bawah. Ada seorang anak laki-laki berusia sekitar 10 tahun. Anak itu sedang tertidur di atas pahanya.

"Kenapa aku malah jadi begini…?"

Gong Pildu pun membatin sembari menatap Lee Gilyoung yang tertidur lelap. Kenangan lamanya pun mulai kembali. Seorang anak yang masih belia. Usia Lee Gilyoung sama dengan usia putrinya.

Dia pun menggelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang.

–Pildu-ssi, kita hentikan saja semua ini sekarang…

–Papa. Kenapa papa ngomong soal tanah terus sih?

Ada masa saat dia bisa menjadi seorang kepala keluarga yang baik.

Dia menghasilkan uang untuk memberi makan keluarganya dan untuk membeli tanah. Saat dia beruntung, dia pun menjadi tuan tanah dan mendapatkan banyak penyewa.

Pada akhirnya, dia menjadi investor besar di Chungmuro. Tapi, tidak perlu menunggu waktu lama untuk menemukan kalau dia ternyata tidak bisa mempertahankan sepetak keluarga kecilnya.

"Mengagetkan juga, ternyata anda cepat akrab dengan orang lain ya."

Dia mendongak dan melihat seorang wanita berparas cantik. Yoo Sangah. Dua hari yang lalu, wanita ini menjadi wakil dari Chungmuro.

"Hentikan omong kosongmu."

"Padahal anda tadi tersenyum…"

Wajah Gong Pildu tampak muak. Yoo Sangah pun dengan ragu duduk di samping Gong Pildu.

"Paman, sudah berapa kali membeli tanah?"

"Apa?"

"Setelah bertemu orang-orang dari Aliansi Tuan Tanah, ternyata cuma anda saja yang punya atribut asli 'Land Owner'."

“…Sekedar punya tanah banyak itu malah tidak baik. Kamu perlu punya lahan yang bagus kualitasnya. Naif sekali kamu ini."

"Oh, lahan yang bagus itu memang yang bagaimana?"

"Lahan yang bagus itu yang harganya mahal."

"Lahan seperti apa yang disebut mahal?"

"Lahan yang dicari banyak orang."

Time [ORV Fanfic X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang