[ FOLLOW DULU YA SEBELUM BACA ]
Ini kisah dua insan yang di pertemukan oleh sebuah takdir. Takdir lah yang membuat mereka bertemu dan akhirnya bersama. Saling melengkapi kekurangan masing-masing. Banyak perbedaan di antara mereka berdua. Salah satu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari sudah gelap, semua berkumpul di ruang keluarga kecuali Vanya yang menemani Ben. Menunggu Ben yang tak kunjung sadar.
Aaron menatap ke sekeliling nya, jujur saja ia mencurigai salah satu dari mereka, namun ia tidak akan bilang sampai memang benar jika orang yang curigai adalah penghianat.
"Bukan panah Vanya" ucap Aaron.
Semua menatap Aaron.
"Ini semua sesuai rencana musuh. Dia tau kalo Ben bakal nyusul Vanya, dan Vanya bakal main panahan" jelas Aaron.
Setelah memberitahu Aaron pun beranjak, ia ingin melihat keadaan Vanya.
"Anak panah yang nusuk kaki Ben, bukan anak panah Vanya" lanjut nya.
"Kok bisa? " tanya Gilang.
"Bisa aja, gak ada yang gak bisa" jawab Diov.
Semua menerka nerka, di salah satu dari mereka tersenyum tipis, entah apa maksud dari senyuman nya itu.
Ceklek.
Pintu kamar terbuka, menampilkan Aaron yang berjalan masuk. Ia berdiri di samping Vanya, mengusap rambut Vanya.
Vanya tidak bisa menahan tangis nya, ia menangis, memeluk Aaron dari samping. Aaron hanya diam, tidak bersuara, membiarkan Vanya menangis sepuas nya.
"Aku gak mau Ben ninggalin aku.. " ucap Vanya lirih.
Aaron menatap kekasih nya, bisa ia lihat jika Vanya sangat takut kehilangan Ben. Ia tidak cemburu, tidak ada rasa cemburu sedikit pun. Bagaimana pun juga yang menemani Vanya adalah Ben, sedangkan dirinya hanya orang asing yang masuk kedalam kehidupan Vanya.
"Sstt.. Ben akan baik baik saja " ucap Aaron.
Vanya mengangguk, ia melepaskan pelukan nya.
Aaron tersenyum tipis, lalu menghapus jejak air mata.
"Jangan nangis, hati aku sakit ngeliat kamu nangis" ucap Aaron.
Vanya menatap Aaron, yang juga menatap dirinya.
"Maaf liburan kita jadi hancur " ucap Vanya.
Aaron menggeleng, tidak setuju dengan ucapan Vanya.
"Jangan salahin diri kamu sendiri. Ini semua udah takdir, gak ada yang bisa ngelak" jelas Aaron.
Tok.. Tok..
Aaron dan Vanya menoleh, menatap ke arah pintu.
"Di depan ada Daddy dan Papah" ucap Zaidan.
Vanya mengangguk.
Aaron dan Vanya pun beranjak keluar kamar.
Di luar tepat nya ruang keluarga, semua pada berkumpul. Vanya berjalan ke arah Daddy nya dan langsung memeluk Daddy nya.