2. Di rumah berdua

54.5K 2.6K 20
                                    

H&Z

Dan disinilah Zia. Gadis berkaos lengan pendek warna ungu pastel dengan rok plisket berwarna hitam itu berdiri kaku di atas lantai keramik yang terasa dingin di telapak kakinya. Di depan pintu coklat milik rumah besar 2 tingkat berwarna biru ,tangan kirinya menggenggam tali tas tripod nya, sementara tangan satunya menggenggam liontin kalung.

Di depan rumah Haidar.

Rumah Haidar...

RUMAH HAIDAR!!!

"Loh, Zia. Kenapa bengong? Ayok masuk!!"

Zia mengerjap, jadi terkekeh kecil, melepaskan pegangannya pada liontin kalung yang ia pakai, lalu segera memasukan kembali liontin nya ke dalam kerah pakaian.

Kebiasaanya memegang liontin kalung ketika sedang gugup, cemas, atau takut.

Dan kebiasaan itu muncul hanya karena bertamu ke rumah Haidar?

Gila!

Zia melangkahkan kakinya masuk, netranya mengedar, menatap setiap sudut rumah yang sudah tidak ia kunjungi selama bertahun- tahun. Rumah Haidar begitu luas, beda dengan lima tahun yang lalu.

Zia tahu, rumah Haidar sudah di renovasi, tapi hanya tahu luarnya, ia tidak pernah berkunjung ke dalamnya karena ada suatu alasan.

"Ya ampun, malah melongo di pintu! Masuk dong Zia! Duduk di sofa."

Zia mengerjap saat Evalin, kakak kedua Haidar menunjuk sofa putih di ruang tengah. Zia jadi terkekeh, lalu segera beranjak untuk duduk.

Zia memilih duduk di sofa yang berhadapan dengan televisi 64 LED itu.

"Loh... Makasih Kak, gausah repot-repot. Lah, kue nya ngapain di bawa juga? Itu kan Ibu gue kasih buat lo sama keluarga. Oleh-oleh dari Bandung. Bokap gue baru pulang kemarin." Ujar Zia saat melihat Evalin membawa nampan dan menyimpan nya di meja depan Sofa.

"Sorry ya, soalnya di rumah lagi gak ada makanan. Bonyok lagi gak ada, cuman ada gue sama Haidar. Itupun, gue mau berangkat lagi malem ini, ke kosan." Jawab Evalin jadi tidak enak.

"Duh, padahal ada tamu penting bertamu ke rumah. Malah gak ada makanan." Ujar Evalin tertawa membuat Zia meringis, menganggaruk belakang kepalanya malu.

"Lagian Lo Zia. Sombong amat, gak pernah main ke sini. Padahal rumah kita hadap-hadapan!!" Sahut Evalin menaikan kakinya ke atas Sofa.

Zia hanya meringis kecil, menampilkan sederet gigi putihnya.

"Kapan ya? Elo terakhir kali main kesini? Ada 5 tahun lalu? Waktu Lo sama Haidar masih SD." Ujar Evalin tertawa, mengingat sekilas masa lalunya.

"Jadi inget, waktu magrib Lo gak mau pulang soalnya lagi main di sini sama Haidar." Tawa Evalin mengudara, ia mengambil kue di meja lalu memakannya. "Eh, kenapa sih? Lo gak main sama Haidar lagi di sini? Padahal waktu kecil kalian nempel banget!" Lanjut Evalin.

Zia menyimpan gelas yang sudah tandas isinya ke meja. "Yakali, udah jebrog gini mau main Ultraman sama Haidar." Canda Zia membuat Evalin kembali tertawa.

"Btw, Lo kuliah, ngekos kan ya?" Tanya Zia membuat Evalin mengangguk. "Eh, gimana? Mau lanjut kuliah gak Zia?"

"Mau kak."

"Kuliah di universitas gue aja. Gini- gini gue presiden mahasiswa disana, Lo bakal gue perlakuin spesial, deh." Canda Evalin.

"Haha, boleh juga, tuh." Zia tertawa kecil. "Btw, Kak. Lo jurusan apa?"

"Manajemen bisnis, Kak Angga juga sama, cuman beda universitas aja. Emang keluarga gue itu, pada ke bisnis sih. Turunan dari Papah kali." Jawab Evalin menyebut Kakak pertamanya, membuat Zia beroh kecil.

H&Z [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang