27. Haidar dan hujan

22K 1.3K 18
                                    

Sore itu dingin. Angin berhembus kencang menerbangkan beberapa dedaunan kering yang masih menempel di ranting pohon. Rintik hujan turun membasahi aspal dan tanah. Suara genangan air yang turun dari genteng menabrak semen dibawahnya terasa nyaring di pendengaran.

Zia masih terpaku dengan netra berbinar bening menatap Haidar sebelum menunduk untuk menyembunyikan senyum bahagianya. Zia segera bangkit berdiri membuat Haidar menggeser kan payung berwarna merah bermotif bunga-bunga  ke tengah untuk melindungi Zia dari tetesan hujan.

Haidar menatap Zia terang-terangan, menunggu jawaban dari Zia yang hanya tersenyum ceria seperti orang bodoh.

"Gue diturunin angkot. Lo sendiri ngapain di daerah sini?"

Haidar beranjak berjalan membuat Zia mengikuti dan menyamakan langkahnya.

"Gue mau ngajar les privat dan rumahnya di sekitaran sini." Jawab Haidar datar membuat Zia membelalak.

"Ngajar les? Elo?" Tanya Zia terkejut berlebihan. "Gila sih, anak yang peringkat dua eligible emang gak main-main otaknya." Puji Zia menggeleng pelan.

"Anak SD? SMP?" Tanya Zia namun Haidar tidak menyahut membuat Zia berdecih.

"Andai gue punya otak kayak elo, gue juga pasti udah ngajar les. Lumayan buat pemasukan." Gumam Zia pelan.

Soalnya Zia percaya orang yang ngajar les itu otaknya pasti encer banget gak ada obat. Soalnya orang tua anaknya gak mungkin percaya sama guru abal-abal buat ngajarin anaknya.

Keduanya jadi berjalan berdua di bawah payung merah bermotif bunga-bunga sampai Zia mengerjap ketika Haidar berbelok ke Alfamart. Zia melirik ketika Haidar menarik pintunya sebelum Zia mendudukkan diri di kursi yang sudah di sediakan di depannya.

Zia menatap lekat rintik hujan yang turun membasahi jalanan, rambut pendek sebahunya terbang lambat disapa angin, netranya mengerjap lambat dengan senyuman samar yang tersungging di bibirnya ketika menyadari bahwa suara hujan mampu membersihkan pendengaran dan menenangkan hatinya.

Sampai kepalanya menoleh ketika pria paruh baya meletakan dua mangkuk mie ayam ke mejanya.

"Eh? Tapi saya gak pesen, Pak." Ujar Zia ketika pria tersebut akan kembali menghampiri gerobak jualannya yang terletak di depan Alfamart, sedang berteduh juga.

"Pacarnya yang mesen, Neng." Jawab pria paruh baya tersebut.

Zia mengernyit sebelum mendongkak mendapati Haidar yang duduk di sebrangnya dengan membawa sebotol minuman.

"Lo yang pesen, Hai?" Tanya Zia membuat Haidar berdehem sambil melepaskan sumpit yang menempel.

Zia menatap lekat mie ayam yang mengepulkan asap di depannya sebelum tersenyum kecil dan mendongkak menatap Haidar dengan netra berbinar.

"Makasih, loh. Tau aja gue lagi laper." Ujar Zia terkekeh sambil mengaduk mie ayamnya.

"Gue cuman mau membantu penjualnya." Jawab Haidar membuat Zia melirik kembali gerobak mie ayamnya.

Memang sih, daritadi gerobak tersebut sepi pembeli. Mungkin efek hujan juga. Namun, apapun alasannya, hati Zia tetap menghangat. Rasanya hatinya penuh dengan rasa syukur ketika rasa lapar mulai mendera dan ada rezeki yang tidak disangka-sangka.

Namun siapa sangka itu bukan alasan Haidar satu-satunya. Sebenarnya, Haidar melihat Zia saat waktu istirahat ketika ia sedang melewati kelas Zia dan tidak sengaja melihat Zia yang telungkup di mejanya sementara yang lain sedang pergi ke kantin.

Entah alasan apa Zia tidak membeli makanan, namun tetap saja sulit bagi Haidar mengabaikannya. Netra Haidar mengerjap, menatap Zia sekilas sebelum menyantap mie ayamnya.

H&Z [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang