Zen menoleh sebal saat Adams sengaja menyenggol-nyenggol lengannya.
"APA SIH?" Amuk Zen.
Adams menunjuk ke arah koridor di depan mereka, membuat keempatnya menatap ke arah sana.
"Itu ... Orang tua Haidar, kan?" Tanya Adams.
Keempat nya masih setia berdiam di ruang BK, menunggu Haidar.
Freya mengernyit kecil, "Bukannya kekerasan di sekolah, harusnya cuman jadi urusan Bimbingan Konseling?"
Rizal berdecak kecil. "Ya, kalau korban yang digebukinnya pingsan dan hidungnya patah sampai masuk Rumah Sakit, itu bakalan beda lagi."
Zen melengos pelan, "Semoga Haidar gak di SP, atau di skorsing, bisa bahaya. Apalagi bentar lagi keluar, masuk kuliah." Ujarnya membuat ketiganya setuju.
H&Z
Pak Farhan melengos dan menggeleng pelan. Ia duduk di sofa single, di ruang BK dengan Haidar duduk di depannya.
"Bapak gak habis pikir. Kamu kan anak yang gak pernah nyari masalah, bahkan ini pertama kalinya kamu masuk ke ruang BK, kan?" Tanya Pak Farhan namun hening, Haidar hanya diam, menatap meja.
Tangannya bertaut satu sama lain, terlihat buku-buku tangannya yang keunguan memar bercampur darah, tentu saja menghajar Bimo sebrutal itu tidak mungkin tidak meninggalkan jejak pada tangan Haidar.
Pak Farhan yang melihatnya melengos pelan, ia mengambil tisu, lalu menyodorkan ke meja. "Bersihkan dulu luka kamu, Bapak gak bisa bawa kamu ke UKS dulu, orang tua kamu sedang menuju ke sini dengan orang tua Bimo. Nanti, kalau sudah selesai, Kamu ke UKS ya?"
Haidar menunduk sopan, mengambil tisu sebelum membersihkan darahnya. Lebih tepatnya, darah Bimo yang menempel padanya.
"Bapak tahu, Haidar anak baik. Pasti ada alasannya, kan? Kamu pukul Bimo sampai seperti ini. Tapi, apapun alasannya, perlakuan kamu tetep salah dan harus dipertanggung jawabkan." Tutur Pak Farhan dengan intonasi tenang.
Haidar menunduk, tatapan kosong dengan raut datar sambil mengeratkan tautan jarinya sendiri."Saya memang bersalah pada Bimo. Saya marah pada perkataan dia. Tapi ... gak seharusnya saya hajar dia pakai semua kemarahan yang ada di diri saya, yang bukan karena dia."
H&Z
"MUKULIN ORANG SAMPAI MASUK RUMAH SAKIT DAN HIDUNGNYA PATAH?!?!" Teriak Abraham frustasi membuat rumahnya hening dengan atmosfer tidak enak.
Abraham duduk di sofa dengan keras, memijat pelipisnya pening, "Papah, gak pernah mengajari kamu seperti itu!!"
"MAU DITARUH DIMANA MUKA PAPAH SAMA OM KALANG?!?! APALAGI ANAK YANG KAMU PUKULIN ITU ANAK SULUNG OM KALANG???"
"Ajari anak kamu yang benar, Steffi." Bentak Abraham membuat Steffi melengos, dirinya pun pusing.
Steffi duduk di sofa yang sama dengan Haidar, netranya melirik Haidar yang tengah duduk diam, tidak berbicara sepatah katapun.
"Mamah, gak pernah mengajari kamu jadi anak berandal. Cuman, para anak berandal yang bisa mukulin orang!! Mamah gak nyangka, kamu udah jadi anak berandal!" Ujar Steffi kentara kesal.
Steffi menunjuk kedua anaknya yang duduk di sofa samping Haidar. "Lihat kakak kamu!! Apa mereka ada yang pernah mukul siswa lain sampai di skorsing saat sekolah dulu?? Gak ada, kan?"
"Katanya mau masuk perguruan tinggi? Bisa bahaya tuh, kalau ada catetan jeleknya." Celetuk Angga.
"Tahan emosinya, Haidar. Marah boleh, tapi jangan sampai pukulin anak orang juga. Apalagi itu anak Om Kalang, mitra bisnisnya Papah." Kali ini giliran Evalin yang menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
H&Z [SEGERA TERBIT]
Fiksi RemajaDemi menjadi seleb Tiktok, Zia nekat mencium Haidar, cowok datar plus dingin yang tetangga dan mantan sahabat masa kecilnya untuk dijadikan konten Tiktok yang ia buat. Sudah berekspektasi akan kena marah dan tatapan tajam yang sedingin es dari Haida...