Haidar menghembuskan napas sebelum menyimpan headphonenya ke meja, perlakuannya menimbulkan atensi kedua orangtuanya yang tadinya sedang mengobrol jadi berpindah padanya.
"Gimana? Kamu udah mutusin mau Univ apa?" Tanya Abraham yang duduk di sofa single.
"Udah. Tetep mau Univ negeri." Tutur Haidar membuat Steffi mengerjap.
"Artinya kamu mau tes SBMPTN?" Tanya Steffi pada Haidar yang mengangguk.
"Yaudah, biarin aja, Ayah. Mungkin dia mau ikut tes soalnya udah belajarnya dari lama. Kalau tetep gak masuk, nanti baru kamu masukin ke Univ swasta." Ujar Steffi membuat sang suami mengangguk.
"Yaudah." Jawab Abraham pelan.
"Aku mau ikut tes, tapi bukan jurusan bisnis." Ujar Haidar tegas membuat suasana ruang tamu itu hening seketika.
Atsmosfer di sekitar menurun dengan suara televisi yang menganggu membuat Steffi mematikannya dengan cepat.
"Itu lagi, kemarin udah beres kan?" Tanya Steffi melotot dengan kening mengernyit.
Abraham menatap putra bungsunya dengan lamat sebelum menghembuskan napas kasar.
"Buat apa masuk ke jurusan yang gak aku mau. Hal yang dipaksa gak akan bener akhirnya. Kenapa kalian maksain kehendak ke anak kalian? Kak Angga sama Kak Eva bisa terima aja hidup disetir orang tua karena kesukaan mereka emang bisnis. Sedangkan aku yang gak suka bisnis sama sekali? Perlu banget ikut skenario yang udah kalian buat? Kalau gitu bukan anak namanya, tapi boneka!"
"Haidar!" Tegur Steffi keras namun Haidar tidak bergeming.
Masih menatap kedua orang tuanya dengan sorot tajam namun rapuh.
"Haidar ... Ayah nyuruh kamu jurusan bisnis karena Ayah mau kamu ikut andil di perusahaan Ayah nantinya. Meskipun bukan jadi pengganti Ayah karena itu tugas Angga, tapi setidaknya Ayah mau perusahaan jatuh ke tangan keluarga sendiri bukan ke tangan orang lain. Ke darah daging. Ayah udah tua, sakit-sakitan sama jangka umur gak ada yang tahu, maka dari itu Ayah ingin kalian nyiapin diri buat ngelola perusahaan."
"Kamu tahu sendiri Ayah rintis perusahaan dari nol, buat apa? Buat nafkahin keluarga. Buat hidup kamu gak kesusahan makan, kesusahan bayar biaya pendidikan, kesusahan bayar kuliah. Banyak anak seusia kamu yang gak bisa lanjutin pendidikan karena ekonomi yang gak memadai, dan Ayah gak mau itu terjadi di kamu." Ujar Abraham membuat Haidar tertegun, tidak sadar netranya berkaca-kaca.
"Ayah bangun perusahaan pakai tangan sendiri buat keluarga, Ayah gak mau perusahaan itu jatuh ke tangan orang lain. Angga memang sudah pasti yang menggantikan Ayah, tapi takdir tidak ada yang tahu. Perusahaan besar itu banyak sisi gelapnya. Angga naik menggantikan Ayah pasti banyak orang yang ingin menjatuhkan dia. Setidaknya jika ada kamu dan Eva, Ayah tenang karena Angga tidak sendiri." Tutur Abraham membuat Haidar bergeming.
Haidar meneguk ludah sebelum menundukan kepala, mencerna semuanya di otak meskipun sulit.
"Jadi pada akhirnya Haidar yang harus berkorban kan?" Tanya Haidar pelan.
Mengorbankan cita-citanya menjadi dokter.
Tanpa sadar bibir Haidar berkedut, entah kenapa rasanya sulit.
Sulit sekali mengorbankan sesuatu yang dia inginkan sedari dulu.
"Haidar—," ucapan Steffi terhenti saat Haidar beranjak berdiri.
"Aku butuh waktu. Sendirian." Ujar Haidar tanpa menoleh sebelum beranjak pergi.
Bukan melangkah untuk mengurung diri di kamar seperti biasa, namun beranjak ke luar rumah. Meninggalkan kedua orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
H&Z [SEGERA TERBIT]
Teen FictionDemi menjadi seleb Tiktok, Zia nekat mencium Haidar, cowok datar plus dingin yang tetangga dan mantan sahabat masa kecilnya untuk dijadikan konten Tiktok yang ia buat. Sudah berekspektasi akan kena marah dan tatapan tajam yang sedingin es dari Haida...