Ujung sepatu Zia mundur selangkah tatkala Haidar berhenti di hadapannya. Terpaan angin malam menyibak rambut keduanya namun tidak ada yang menggigil kedinginan.
Hanya ada kedua netra yang saling bertubrukan, mencoba menyelami pikiran masing-masing sampai suara klakson mobil mengejutkan keduanya.
Bersamaan dengan mobil barusan yang melaju, keduanya sudah saling membuang muka.
Lama terdiam, Haidar melirik Zia sekilas sebelum berdehem, "Lo mau duduk?"
Zia menoleh menatap Haidar yang mengedikan dagu pada kursi di depan mini market sebelum menghembuskan napas kasar, beranjak duluan membuat Haidar mengikuti.
Padahal Zia hanya ingin sendiri.
Tapi hatinya tidak dapat menolak Haidar barusan.
"Ngapain lo keluyuran?"
Zia menoleh sekilas sebelum memasukan kedua tangannya ke saku jaket, mendongkak menatap langit malam dengan tatapan rumit.
"Mau sendiri." Jawab Zia pelan.
Hening kembali menelan.
Beberapa hari keduanya tidak bertegur sapa.
Rindu? Omong kosong.
Keduanya terlalu sibuk untuk hal istimewa seperti itu.
Rasanya ... dunia mereka berputar sangat cepat.
Bahkan meresapi pertengkaran kekasih saja tidak sempat.
"Kapan pulang?" Tanya Haidar tanpa menoleh.
"Setelah lo pulang." Jawab Zia datar.
"Lo mau ngapain?" Tanya Haidar mengernyit curiga.
Zia menipiskan bibir sebelum berdecak pelan, "bukan apa-apa."
"Seharusnya gue gak nanya." Ujar Haidar sirat maksud tertentu membuat Zia menipiskan bibir.
"Pacar itu sekedar pacar. Bukan kewajiban pasangan buat ceritain masalah keluarga mereka yang ranahnya udah privasi. Lo ngerti privasi kan? Gak semua privasi gue harus gue bongkar sama pacar. Bahkan ikatan pernikahan aja butuh privasi." Tutur Zia tanpa menoleh.
"Gue tahu. Emang gue ada bilang lo harus ceritain semuanya ke gue? Pembicaraan kita kemarin sekedar frustasinya gue. Perasaan gue." Ujar Haidar sambil menghembuskan napas kasar.
"Lo kapan pulang?" Tanya Zia.
"Setelah mastiin lo pulang sampe rumah." Jawab Haidar membuat Zia menghembuskan napas kasar.
Hening kembali melanda untuk kesekian kalinya.
Keduanya bersebelahan namun pikiran mereka melanglang buana tidak diam di tempat.
Keduanya merenungkan semesta yang lagi-lagi tidak memihak keduanya.
Meskipun begitu, bukankah keduanya punya semestanya sendiri?
Zia menoleh tatkala merasakan gerakan dari Haidar.
"Lo udah makan?" Tanya Haidar membuat hati Zia bergetar.
"Kalau belum gue beliin sesuatu." Ujar Haidar mengedikan dagu ke mini market di belakangnya.
Haidar mengerjap dengan kening berkerut tatkala Zia masih menatapnya sebelum Zia menunduk dengan netra sendu.
"Makasih, tapi gue kenyang, Hai. Pulang aja." Ujar Zia beranjak berdiri membuat Haidar menatapnya sekilas sebelum mengikutinya.
Kenyang penderitaan iya.
Keduanya melangkah beriringan di bawah nabastala malam. Zia jadi mengerjap sebelum merogoh ponsel yang bergetar di saku jaketnya.
Panggilan dari Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
H&Z [SEGERA TERBIT]
Teen FictionDemi menjadi seleb Tiktok, Zia nekat mencium Haidar, cowok datar plus dingin yang tetangga dan mantan sahabat masa kecilnya untuk dijadikan konten Tiktok yang ia buat. Sudah berekspektasi akan kena marah dan tatapan tajam yang sedingin es dari Haida...