Zia meremas tali slinbagnya yang menyatu dengan tali tas tripod, berdiri dengan jantung berdebar di depan pagar rumahnya sendiri, menunggu Haidar mengeluarkan mobil dari garasi rumah.
Setelah percakapan di telepon kemarin malam dimatikan, tidak ada yang saling mengucapkan basa-basi lagi seperti sekedar mengucapkan selamat malam atau pamit. Setelah mengatakan kalimat terakhir, Zia memutus telepon dan segera melompat ke ranjang, bergelung dalam selimut dengan wajah memerah.
Haidar pun tidak menghubungi Zia lagi.
Namun pagi tadi Haidar mengiriminya pesan, bertanya apa sudah siap untuk rencana jalan mereka. Zia jadi mengerjap tatkala mobil putih itu sudah terparkir di hadapannya. Haidar menurunkan kaca mobil, menatap Zia yang masih terpaku menatapnya.
"Ayo, jalan sekarang." Ajak Haidar membuat Zia tersentak kecil, segera berlari ke arah berlawanan untuk masuk.
Pintu mobil dibuka oleh Haidar dari dalam membuat Zia tinggal masuk dan duduk manis. Sialnya jantung Zia tidak dapat berhenti berisik sedari tadi membuatnya tidak banyak bicara dan heboh seperti biasa.
Zia jadi menggeleng pelan, mencoba menyadarkan dirinya sendiri sebelum berjengit kaget ketika tubuh Haidar maju untuk memakaikan sabuk pengaman padanya.
Sontak pipi Zia memerah tidak terkontrol.
"Gak seneng? Kenapa diem?" Tanya Haidar setelah mengendarai mobilnya jauh dari perumahan, menoleh sekilas pada Zia yang nampak kaku dan tegang.
"Gapapa, kok." Jawab Zia menoleh sekilas.
Berduaan di tempat sempit seperti mobil bersama Haidar membuat jantung Zia berdebar kencang dan pipinya memerah. Efek berdekatan saja bisa segila ini.
Haidar memang membuatnya tergila-gila.
"Hai," panggil Zia tanpa menoleh.
"Gue suka." Ujar Haidar pelan.
"Gue juga suka sama lo." Gumam Zia tanpa sadar.
"Lo gak nanya suka apa?" Tanya Haidar membuat Zia tersentak kecil sebelum menoleh.
"Lah? Emangnya bukan suka gue?" Pertanyaan itu lolos dari bibir Zia begitu saja membuat Zia membelalak setelahnya.
Zia melipat bibirnya sendiri sementara Haidar mengulum senyum samar.
"Gue suka lo manggil gue kayak tadi."
"Ah, Hai. Itukan panggilan keluarga lo, dulu waktu sering main ke rumah lo, semua keluarga lo mangil gitu, jadi gue ngikut deh." Ujar Zia.
"Di jok belakang ada sarapan." Ujar Haidar mengedikan dagu ke belakang sekilas, masih menatap lurus ke jalan dan fokus mengemudi.
Zia mengerjap sebelum menoleh dan menggapai paper bag, membuka isinya, menemukan kue kering dan satu susu kotak.
"Ini lo yang beli?" Tanya Zia menusukan sedotan ke susu kotak sebelum melirik pada Haidar.
"Iya." Jawab Haidar tanpa menoleh lagi.
"Makasih."
Suasana hening mendera keduanya sebelum Zia melepaskan sedotan dari bibirnya dan mengerjap, teringat sesuatu.
"Lo pasti belum sarapan, kan? Seharusnya sebelum perhatian ke orang lain, perhatiin diri sendiri dulu." Omel Zia jadi membuka bungkus kue keringnya sebelum mengerjap dengan tangan terhenti.
"Rasa cokelat? Yah ... tapi lo kan gak suka cokelat." Gumam Zia jadi menoleh dengan wajah memberengut samar, gagal membagi dua kuenya dengan Haidar.
Haidar melirik sekilas sebelum mengulum senyum samar sambil kembali fokus ke depan, ternyata Zia masih ingat bahwa dia benci cokelat.
KAMU SEDANG MEMBACA
H&Z [SEGERA TERBIT]
Fiksi RemajaDemi menjadi seleb Tiktok, Zia nekat mencium Haidar, cowok datar plus dingin yang tetangga dan mantan sahabat masa kecilnya untuk dijadikan konten Tiktok yang ia buat. Sudah berekspektasi akan kena marah dan tatapan tajam yang sedingin es dari Haida...