32. Rumah kosong, Bi Inem, dan Hujan

23.6K 1.3K 15
                                    

Zia turun dari punggung Haidar dan duduk di sofa. Haidar meregangkan pundaknya yang kebas sebelum beranjak ke pantry dan meneguk air mineral dari gelas.

"Bi Inem, apa kabar bi?" Zia menyapa dengan ramah begitu melihat wanita paruh baya datang dan duduk di sampingnya.

"Bibi sehat, neng Zia kenapa bisa sampai cedera kakinya? Ini udah yang kedua kalinya, loh." Ujar Bi Inem sebelum mengangkat kaki Zia ke pangkuannya membuat Zia meringis

"Ceroboh dia, jadi wajar aja." Ujar Haidar kembali dengan membawa nampan dengan dua gelas air putih dan berbagai kue.

Bi Inem tertawa kecil dengan Zia yang melemparkan bombastic side eye.

"Yaudah, kita mulai. Baca do'a dulu, neng." Ujar Bi Inem membuat Zia memejamkan netra dan berdoa dalam hati.

Haidar berdiri tepat di samping Zia, melipat tangan di depan dada sambil mengamati.

"Bibi masih inget suka lihat kalian berdua lagi main waktu bibi datang ke sini buat mijit ibunya kang Haidar. Ternyata kalian masih temenan sampai sekarang, ya. Bagus, nak! Pertemanan itu harus di jaga." Ujar Bi Inem sembari mulai memijat kaki Zia membuat Zia menjerit kecil dan refleks mencekal lengan Haidar.

Zia masih meringis perih, tidak sadar sudut matanya sudah berair sebelum mendongkak menatap Haidar yang juga menatapnya.

"Sakit banget, Hai." Zia merengek pelan.

"Tahan neng, kali ini beneran bakal sakit." Ujar Bi Inem membuat Zia memejamkan netra sebelum menjerit kesakitan.

Zia menarik baju Haidar membuat tubuh Haidar mendekat sebelum Zia menenggelamkan wajahnya ke sana, menangis dan menjerit kesakitan dengan pelan. Haidar jadi menghela napas sebelum membiarkan Zia membasahi kaosnya dengan air mata.

Setelah berperang dengan Bi Inem, akhirnya sesi pijat sudah selesai. Kaki Zia sudah sembuh, namun masih akan terasa sakit jika digerakan atau dipakai berjalan. Zia tengah duduk bersandar pada sofa sementara dirinya duduk di atas lantai dengan kaki diluruskan tepat di bawah meja.

Zia menempelkan pipinya pada sofa sebelum Haidar datang dengan membawa buku dan duduk di atas sofa dengan pahanya yang langsung bersentuhan dengan hidung Zia. Haidar membuka bukunya dan memakai kacamata yang sebelumnya tergantung di kerah kaosnya.

"Dean kenapa ya?" Tanya Zia pelan ketika pikirannya melayang pada beberapa jam lalu.

Dean tiba-tiba menghadangnya untuk pulang bersama Haidar. Padahal awalnya dia setuju saja tapi kenapa tiba-tiba ingin mengantarkan Zia pulang?

Zia jadi mengerjap sebelum menegakan badannya dan merogoh ponsel dari saku rok, membuka roomchat Dean.

"Gue chat dia dulu kali, ya?" Tanya Zia jadi merasa tidak enak hati karena sebelumnya dia menegaskan bahwa akan pulang bersama Haidar dengan nada yang lumayan ngegas, padahal mungkin maksud Dean baik, dia hanya mengkhawatirkan dirinya saja.

Zia tersentak kecil ketika ponselnya di rebut dari arah belakang dan di lempar asal ke sofa. Zia menoleh dengan alis terangkat, bingung dengan perlakuan Haidar yang tiba-tiba.

"Notif elo berisik." Ujar Haidar berdecak pelan sebelum kembali menunduk pada pacar bukunya.

"Perasaan gue silent, deh." Ujar Zia sebelum kembali mengambil ponsel dan meletakannya ke saku rok.

Zia jadi melengos pelan sebelum menyandarkan kepala pada pegangan sofa yang berlawanan arah dengan kaki Haidar.

"Hai." Zia memanggil tanpa menoleh membuat Haidar berdehem.

"Hai."

"Haidar."

"Haidar Lewis Abraham."

"Sekali lagi manggil, gue tendang sampai pintu depan rumah elo." Ujar Haidar kentara kesal membuat Zia terkekeh geli dan lucu.

H&Z [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang