61. Keputusan selepas ikhlas?

3K 266 29
                                    

"ZIA! ADA TEMEN KAMU DI DEPAN!"

"Siapa? Masih pagi gini." Tanya Zia sambil menuruni tangga dan merapihkan rambutnya.

Gadis yang memakai kaos putih dan celana jeans itu jadi membuka pintu depan lebih lebar sebelum netranya melebar.

Menatap punggung yang sudah lama tidak dia lihat sedang berdiri di depan teras sambil memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.

"Dean?" Gumam Zia kaku sambil berjalan ke teras.

Lelaki itu menoleh sebelum menghembuskan napas kasar.

"Kenapa ke sini?"

"Kenapa lo tanya? Lo gak masuk dan gak ada kabar." Ujar Dean membuat Zia meringis pelan.

"Besok gue sekolah kok."

"Terus kemarin kemana?" Tanya Dean membuat Zia bergeming.

"Mau jalan-jalan?" Ajak Dean membuat Zia termenung sebelum menarik senyum.

"Ayo!"

**

"Lo gak bisa dihubungin setelah pengumuman SNMPTN. Gue panik lo bundir gara-gara gak diterima." Ujar Dean membuat Zia sontak tertawa.

"Gue emang ada masalah waktu itu, tapi Dean ... sekarang udah gapapa, kok!" Ujar Zia sambil tersenyum kecil membuat Dean menatap sisi samping wajah Zia.

Keduanya jadi duduk di kursi taman yang ada di dalam perumahan Zia, tidak ada yang memulai percakapan. Hanya menikmati detik perdetik terlewati dengan keheningan.

"Gue bersyukur kalau semua masalah lo udah beres." Ujar Dean bersamaan hembusan angin yang menerpa hela rambut keduanya.

"Dean, lo gak tahu seberapa bersyukurnya gue punya temen kayak elo. Gimana ya? Rasanya beda aja saat ada yang nyariin gue ketika gue gak bisa dihubungi. Itu nandain kalau seenggaknya, ada yang khawatir sama gue. Awalnya gue selalu ngerasa kalau semesta itu emang gak berpihak ke gue, kenapa? Karena kemauan gue gak ada yang tercapai, usaha gue selalu gak ada hasil dan gak ada yang dukung gue. Tapi ternyata, sudut pandang gue yang salah. Seharusnya gue jangan lihat hal yang gagal aja. Seharusnya gue juga lihat hal-hal kecil di sekitar gue." Ujar Zia.

"Daripada mikirin cara biar dipihak semesta, lebih baik gue bersyukur buat hal-hal baik meskipun kecil yang ada di hidup gue. Orang tua gue yang masih lengkap, rumah yang bisa nahan hujan dan panas, Bibi gue yang mau ngasih pinjeman buat modal kerja meskipun keluarga gue masih ada utang, dan elo, Dean." Ujar Zia menoleh membuat Dean tertegun.

Zia jadi menyunggingkan senyum membuat Dean mengerjap sebelum tertawa pelan.

Dean bersyukur Zia bisa memaknai kehidupan dengan sangat sederhana, indah dan penuh rasa syukur.

Mungkin ... itulah pandangan hidup sebenernya.

Untuk bahagia.

"Lo udah gede ya." Gumam Dean jadi menyandarkan punggung ke sandaran kursi.

"Gue ngerasa masalah diri sendiri gue udah selesai. Cuman masalah sama Haidar ...," gumam Zia membuat Dean meliriknya.

"Kalian gapapa, kan?"

"Kita break."

Dean sontak membelalak.

Hening lama sampai Dean meneguk ludah.

"Kenapa?" Tanya Dean.

"Cuman ... gak ada yang saling ngerti. Kita gak bisa paham satu sama lain. Dan lagi gue jadi sadar, waktu itu gue maupun Haidar ada di posisi banyak masalah sampai mungkin kita berdua emang lagi impulsif banget, disentil dikit, emosi kita langsung meledak. Gak ada yang berakhir baik sama Haidar. Setelah kita berantem satu kali, setiap ketemu cuman berantem lagi."

H&Z [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang