New Life

7.7K 645 34
                                    

Siapa yang bilang kalau setelah menjadi kandidat putri mahkota, kehidupan akan kembali normal dan pasti mudah mendapat pekerjaan?

Kara berjalan keluar gedung perkantoran dengan lesu. Lagi-lagi dia gagal dalam proses wawancara, karena manusia di negeri ini masih mengenali siapa dirinya.

Kara duduk di pinggiran tepi trotoar gedung sambil memakai masker untuk menutup mulutnya. Rasanya baru kemarin dia bekerja, tapi harus terpaksa resign karena durasi seleksi melebihi tiga bulan sedangkan perusahaan tidak bisa memberinya cuti lebih dari tiga bulan. Lagipula Kara juga bukan cuti melahirkan, jadi perusahaanya sudah terlalu baik dengan memberika cuti selama tiga bulan.

Kara memikirkan lagi jalan hidup yang dipilihnya, rasanya kenapa menjadi seperti ini? Tidak ada hal yang beres dalam hidupnya setelah seleksi. Ia menyesal menggunakan uang hasil kompensasi dan part time sebagai mata-mata untuk liburan ke luar negeri selama satu bulan demi menghindar dari media pasca seleksi. Kini uang tabungannya sudah semakin menipis. Kara harus segera mendapat pekerjaan baru untuk mencukupi kebutuhannya.

Suara dering ponselnya menyadarkan Kara dari lamunannya. Ia segera menerima telepon tanpa melihat siapa yang menghubungi.

"Halo?"

"Halo penghianat bangsa ..."

Kara menjauhkan layar ponsel untuk melihat nama kontak, ia lalu mengumpat pelan. "Halo juga putri, ada apa putri yang terhormat ini menghubungi manusia rendahan seperti saya?" Jawab Kara dengan nada kesal.

Lawan bicaranya tertawa di seberang sana, "Galak sekali sih ..."

Kara sebenarnya kesal dipanggil sebagai penghianat bangsa, tapi dia menahannya karena toh panggilan itu tidak jauh lebih baik daripada julukan tukang selingkuh nomor satu kerajaan atau penipu terbaik kerajaan.

"Iya aku galak karena sedang miskin." Ucapnya kesal.

"Sudah kuduga. Aku menelpon untuk menawari pekerjaan."

Kalimat itu menarik perhatian Kara, ia langsung berdiri dari pinggiran trotoar dan berjalan menuju tempat yang lebih tenang. "Ohh, kalau begitu ada yang bisa saya bantu kanjeng?" Tanya Kara dengan nada bicara yang ramah.

"Kami sedang mencari ketua panitia untuk acara pernikahan kami. Dan karena aku dan mas Dita tahu kemampuanmu saat mengurus acara perayaan pendirian kerajaan, kami memutuskan untuk menawarkan pekerjaan ini padamu. Kalau kamu menolak, ya kami mau memberikannya ke wedding organizer saja ..."

Kara berpikir sejenak, satu-satunya hal yang membuatnya penasaran jika dia harus kembali lagi ke Keraton adalah, apakah Raga juga ada di sana.

"Apa Raga akan ada di Keraton selama, tahu kan ... persiapan acara pernikahan?"

Suara hembusan napas terdengar dari seberang sana, kemudian suara yang selanjutnya terdengar bukan suara Renita tapi suara Gusti Pangeran. "Sayangnya setelah acara seleksi selesai dia sudah tidak di keraton lagi."

Kara ragu, tapi rasa penasarannya menang, "Apa dia bilang kemana dia pergi dan berapa lama?"

Gusti pangeran hanya menjawab, "Kami hanya tahu kalau dia pergi untuk melaksanakan tugas, tapi kami tidak tahu detail tugas itu dan kapan dia kembali." Jawab Gusti Pangeran.

"Tugas??? Pangeran mendapat tugas apa?" Tuntut Kara tidak percaya.

"Maaf aku tidak bisa bercerita lebih dari ini, apalagi kamu masih belum menjadi bagian keluarga keraton ataupun mewarisi tanggung jawab keluarga Rajasa." Jawab Gusti Pangeran pendek.

Suara berganti ke Renita lagi, "Jadi, apa kamu mau menerima pekerjaan ini atau tidak? Kalau Iya, kami bisa mengirim pesawat pribadi supaya kamu bisa datang cepat, atau mau helikopter saja?"

Kara berpikir cepat, saat ini pilihannya hanyalah luntang-lantung tidak jelas untuk mencari pekerjaan atau memilih mengambil kesempatan ini untuk mencari tambahan uang dan tentu saja mencari informasi tentang Raga. Akhirnya karena jawabannya sudah jelas, Kara bergumam. "Baiklah aku mau. Tolong kirim helikopter saja sekalian."

"Ohh, Karaa .. oke, mau di kirim kemana helikopternya?" Tanya Renita

Kara mendongak untuk melihat nama gedung yang tadi baru saja menjadi tempatnya wawancara. "Equity Office Tower nomor empat, Jayakarta." Jawab Kara lugas.

"Oke, tunggu beberapa menit lagi, aku akan mengirim helikopter. Sampai jumpa di keraton." Gumam Renita lalu mengakhiri panggilan.

Setelah panggilan itu selesai, Kara masuk lagi ke gedung dan menunggu di lobi. Ia mengabari Renita kalau sedang menunggu di lobi.

Ketika helikopter akhirnya datang petugas lobi melakukan panggilan pada Kara. Gadis itu lalu mengikuti petugas untuk diantar ke atap gedung.

Perjalanan ke Keraton dari Jayakarta tidak lama, hanya kurang dari dua jam. Ketika Kara akhirnya sampai di Keraton, Ana dayang pribadi Renita sudah menunggunya di pinggir lapangan.

Kara menyapa si dayang dengan pelukan lalu mengikuti Ana untuk diantar ke kamar. Ia menempati kamar lamanya sebelum acara pengenalan putri mahkota. Rasanya seperti baru kemarin dia masuk ke sini dengan disambut Mbok Kinan dan Raga. Sekarang, dua orang itu tidak terlihat batang hidungnya.

"Kami sudah menyiapkan sedikit pakaian sesuai intruksi Mbak Renita, lalu jika kamu perlu sesuatu, kabari saja dayang yang ada di Keraton." Ucap Ana lalu meninggalkan Kara di kamar.

Kali ini Kara akhirnya bisa berbaring di kasur yang nyaman. Ia meraih ponselnya untuk mengirim pesan singkat.

Raga, kamu di mana? Ayo kita bicara.

Pesan Kara sudah diabaikan oleh Raga sejak mereka terakhir kali bertemu. Ia bahkan tidak tahu lelaki itu tidak sempat membaca atau sengaja tidak membaca pesan darinya. Ia melihat histori pesannya pada Raga. Hampir tiga bulan pesannya diabaikan. Padahal Kara hanya mengirim satu pesan tiap hari. Kara yang merasa kesal berteriak frustasi, tetapi sesi teriaknya segera berhenti saat ada suara ketukan pintu dari depan.

Saat Kara membuka pintu, ia terkejut karena Sekar berdiri di depan pintunya.

"Kenapa teriak-teriak? Ada tikus?" Tanyanya dengan nada penasaran bercampur khawatir.

Kara menggaruk kepalanya, "Ah tidak ... hanya kaget ada kecoak, tapi sudah teratasi kok ..." Jawab Kara dengan kebohongan.

Sekar menatapnya dengan ekspresi tidak percaya tapi akhirnya tidak bertanya lagi. "Cepat ganti bajumu. Kita harus bertemu Renita lima belas menit lagi." Ucap Sekar lalu beranjak pergi. Sebelum Sekar berjalan terlalu jauh, Kara akhirnya sadar lalu memanggil Sekar.

"Omong-omong, kenapa kamu di sini?" Tanya Kara sambil memegang pundak Sekar. Gadis itu lalu menoleh, "Lah kan, aku panitia acara pernikahan Renita ..."

"Loh, aku tidak sendiri ya?"

Sekar menggeleng, "Percaya diri sekali anda. Kamu sepertinya ditawari menjadi ketua panitia. Sedangkan aku ditawari untuk menjadi ketua bagian acara. Jangan menganggap hanya kamu yang spesial di mata Renita ya," tambah Sekar dengan nada sinis.

Kara hanya angkat tangan, "Kan aku cuma tanya, kok sensi. Baiklah, duluan sana, aku mau ganti baju." Gerutu Kara sambil mendorong pergi Sekar dari sana.

Sekar akhirnya pergi duluan sedangkan Kara masuk kamar untuk bersih diri sekaligus berganti pakaian.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Blessed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang