EPILOGUE

4.7K 437 11
                                    

Ini adalah kali pertama Kara mengajukan pertemuan keluarga secara resmi. Seminggu setelah dia menikah dengan Raga, Ibu Sastria secara resmi memberikan posisinya kepada Kara. Bukannya bulan madu, empat minggu terakhir ia habiskan dengan belajar bagaimana mengatur administrasi keluarga Rajasa, melatih restu yang dimilikinya hingga mengatur segala keperluan para makhluk supranatural.

Kara kini paham kenapa orang kaya tetap bertahan kaya, karena mereka pasti pintar mengatur finansial dengan baik.

Ia berjalan melewati lorong-lorong keraton dengan tongkat jalan neneknya. Setelah memberi salam pada Gusti Ratu dan Gusti Prabu, Kara pamit untuk langsung menemui Dita da Renita.

Kara berhenti di satu lorong sambil memandang ke arah taman tengah. Ia teringat malam saat Raga dikenalkan sebagai Gusti Pangeran kedua oleh keluarga keraton dan pembicaraan mereka berdua setelah itu. Rasanya seperti sudah lama sekali, padahal semua itu baru lima bulan yang lalu.

Ia merindukan Raga. Lelaki itu sudah pergi lagi sehari setelah pernikahan mereka. Mereka bahkan belum melakukan hubungan intim dan Raga sudah pergi saja keesokan harinya. Kara melirik ke arah cincin pernikahan di jarinya dan membuat ekspresi Kara semakin muram.

"Dia menikah hanya untuk mengamankan posisinya. Dasar manusia." Gerutu Kara sambil melanjutkan perjalanannya.

Ia menyapa beberapa abdi dalem dan dayang yang lewat selama perjalanannya menuju ruang kerja Gusti Pangeran. Kara mengetuk pintu ruangan Gusti Pangeran dan tak lama pintu dibukakan oleh Reno.
Kara melangkah masuk ruangan.

"Sepertinya kamu terlalu muda untuk memakai tongkat jalan itu." Komentar seorang gadis, suaranya terdengar dari samping. Kara menoleh dan mendapati seseorang duduk di sofa dengan santai.

Gadis berambut pendek itu memakai tank top hitam, celana jins biru dengan blazer tersampir di pundaknya. Kara memandangnya dengan ekspresi bingung lalu menoleh memandang ke arah Gusti Pangeran yang duduk di kursi kerjanya.

"Ah .. itu sepupuku. Anita." Ucapnya cepat saat mendapati ekspresi Kara yang penuh tanya.

Renita muncul dari kiri, lalu secara spontan langsung menghampiri Kara untuk memeluk gadis itu.

"Gimana kabarmu?"

Kara tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Lumayan."

Renita memasang ekspresi tanya setelah mendengar jawaban Kara. "Baiklah ..."

Dita langsung mempersilahkan Kara untuk duduk di sofa juga. Mereka semua akhirnya duduk mengelilingi meja sederhana. Reno masih bersiaga di belakang Dita.

Renita langsung angkat bicara, "Aku berhasil meresmikan aturan legalitas aborsi dan penghapusan pernikahan poligami!" Celetuk Renita begitu mereka semua duduk.

Kara terlihat senang untuk sesaat dan berbincang dengan Renita. Sampai akhirnya ia teringat alasannya datang. Kara melirik ke arah Anita lalu mengulurkan tangan untuk berkenalan.

Gadis itu memasang wajah serius, Kara kemudian meletakkan tongkat kayunya di samping sofa. "Tongkat kayu ini bukan untuk berjalan." Gumam Kara sambil memandang ke arah Anita. Ekspresinya serius lalu sebuah senyuman muncul di sudut bibirnya.

"Dia juga tahu kan?" Tanya Kara mengalihkan pandangan pada Dita.

"Tentu. Tapi, dia tidak terlalu fokus di bagian kehidupan yang ini." Jawab Dita.

Anita tersenyum, "Aku tidak suka bagian supranatural dari keluarga ini, jadi aku tidak ingin terlalu ikut campur."

Kara melihat ke arah Renita, "Aku tetap menyarankan padamu untuk melatih kekuatan restu. Semua itu akan bermanfaat dalam situasi yang tidak terduga."

Blessed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang