Kara masih memperhatikan kartu hitam Rajasa di tangannya. Kartu itu berukuran seperti kartu debit Bank biasa, dengan warna hitam metalik dan embos perak huruf R di sudut kiri atas dan tulisan 03-02 KA.R di sudut kiri bawah. Tulisan itu tercetak bolak-balik di kartu. Tidak ada chip ataupun barcode atau keterangan lain dalam kartu.
Ayah Kara memandangi putrinya yang sedang membolak-balikkan kartu itu di tangannya. "Itu adalah kartu akses sekaligus kartu pembayaran diperuntukkan keluarga Rajasa."
"Inisial ini maksudnya Kartika Anjani Rajasa?" Tanya Kara memastikan.
Yudha mengangguk. Ia kemudian mengeluarkan kartunya sendiri, lalu memberikannya pada Kara. Kartu hitam Rajasa milik ayah Kara sama persis dengan yang Kara pegang kecuali nomor dan inisial. Kartu Ayah Kara bertuliskan 03-01 YU.R.
"Aku mengasumsikan dua angka paling belakang ini adalah jumlah dari kartunya. Berarti kartu ini yang pertama dan punyaku yang kedua?" Ucap Kara.
Yudha mengangguk. "Ya kamu benar. Membuat kartu hitam ini tidak mudah, tapi bisa cepat dilakukan dengan perintah kepala keluarga atau konfirmasi dari keluarga keraton. Dua inisial depan, adalah level kepemilikan kartu. Nomor 01 untuk keluarga keraton inti dan nomor 02 untuk keluarga menantu keraton."
"Apakah ada perbedaan signifikan antar angka di depan?"
"Jelas. Tapi, walaupun Rajasa nomor tiga, kamu sudah bisa menggunakan kartu itu dalam segala keperluan." Jelas Yudha.
Kara sebenarnya masih skeptikal dengan kartu itu tapi ia diam saja. Ia meletakkan kartu hitam milik ayahnya di meja.
"Kamu terlihat tidak terkesan dengan kartu itu." Gumam Yudha.
Kara menaikkan kedua bahunya, "Memang tidak. Aku harus membuktikannya dulu." Jawabnya singkat.
Ayah Kara hanya tertawa kecil, "Kamu bisa tanya Adam untuk penggunaan kartu itu. Lalu jangan lupa bawa paspor barumu juga."
Yudha menunjuk buku kecil di meja yang tadi luput dari perhatian Kara. Tidak seperti paspor milik Kara yang bersampul hijau, paspor itu bersampul hitam.
"Kamu bisa pergi ke hampir semua negara tanpa mengurus visa." Jelas Yudha. Kali ini Kara membelalak mendengar ucapan Yudha.
"Tanpa visa sama sekali? Serius? Benar-benar tidak perlu mengajukan rekening bank dan lainnya?" Tanya Kara.
Yudha mengangguk, "Paspor hitam diperuntukkan bagi orang-orang Nagaragung yang memiliki mobilitas tinggi ke luar negeri, dan tentu saja keuangan yang stabil. Hanya Keluarga keraton dan beberapa keluarga ningrat yang memiliki paspor ini."
Kara lebih terlihat terkesan dengan paspor barunya daripada kartu hitam Rajasa. "Baiklah, kalau begitu kami berangkat dulu." Ucapnya sambil membawa dua dokumen tadi.
Kara berjalan keluar tapi dihentikan oleh suara ayahnya, "Hati-hati. Lalu tolong jaga Adam. Walaupun mungkin menyebalkan, dia tidak membencimu."
Kara menoleh sekilas pada Ayahnya lalu tersenyum, "Akan kucoba ..." Jawabnya lalu berjalan keluar.
Kara mendapati Adam sudah bersiap di ruang tamu dengan satu tas ransel ukuran besar di kakinya. Ia memakai pakaian santai, dengan celana longgar dan hoodie. Kara menghampiri adiknya, lalu memamerkan paspor dan kartu hitam miliknya di depan Adam sambil tersenyum.
Adam terlihat kesal tapi tidak berkomentar. "Jadi kita mau ke mana?" Tanya Adam dengan nada ketus. Kara kemudian mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan pada adiknya, "Kita punya banyak orang yang harus didatangi untuk wawancara."
"Apa tepatnya yang kamu lakukan dengan mewawancarai mereka?"
Kara hanya bergumam, "Aku akan menceritakannya dalam perjalanan. Sekarang kita harus berangkat, para narasumber ini tinggal di berbagai daerah Nagaragung. Dan sepertinya kita harus pakai helikopter untuk melakukan itu semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...