31 - Kutukan

2.2K 314 6
                                    

Renita dan Dita malam itu memutuskan untuk membuktikan bagian kutukan dari restu siluman. Renita bahkan masih skeptikal saat ia dan Dita berjalan ke arah bagian dalam pulau dengan Reno dan Ferdi mengekor di belakang mereka. Dayang Ana dan Riani membersihkan villa mereka dengan ditemani Tatang.

"Jadi sampai kapan kita akan berjalan?" Tanya Renita saat mereka berjalan sambil bergandengan tangan.

Dita tersenyum kecil, "Sedikit lagi ... kita perlu mencapai titik terangker dari pulau ini." Jawabnya pendek.

Renita memutar bola matanya tanpa berkomentar. Angin malam hari itu cukup menyejukkan. Renita yang bosan akhirnya angkat bicara. "Jadi apakah Kak Reno dan Ferdi mendapat restu siluman juga?"

Reno dan Ferdi tidak menyangka Renita akan memulai pembicaraan. Mereka berdua saling pandang sekilas sampai akhirnya Ferdi angkat bicara duluan. "Iya, kami mendapatkannya bersamaan dengan Gusti Pangeran." 

Renita menoleh ke arah mereka, "Kalian mendapat restu itu bersama-sama?"

"Iya ... karena kami sebagai penjaga pribadi Gusti Pangeran juga harus bisa menghadapi berbagai ancaman." Jawab Reno.

"Sebenarnya berapa umur kalian?" Tanya Renita.

Dita mendengus menahan tawa. "Apa mereka terlihat sangat tua sampai kamu tidak sadar kalau kami seumuran?"

Renita benar-benar terkejut mendengar jawaban Dita. "Apa?! kalian seumuran?"

Ferdi mendengus menahan tertawa, sedangkan Reno menggelengkan kepala pasrah. "Bukannya itu karena kamu yang terlalu kekanakan ya?" Sergah Reno yang disadari Renita ditujukan pada Dita.

"Menurutmu bagaimana usaha keraton melindungiku ketika identitasku tidak diketahui publik? Tentu saja dengan menyamarkan mereka berdua ini sebagai temanku." Jawab Dita sederhana.

"Tapi selama ini kalian semua terlihat kaku dengan satu sama lain." Ucap Renita masih dengan nada tidak percaya.

"Ah, itu karena kami berada di Keraton dan yahh tentu saja itu tempat kerja resmi untuk Gusti Pangeran. Selain di Keraton kami kadang lebih santai dalam bicara meskipun itu hanya di antara kami bertiga saja. Kami tidak terlalu menunjukkan sisi itu jika ada orang lain." Jelas Reno.

Renita tersenyum, "Hm baiklah, kalau begitu sepertinya kalian juga santai saja denganku ... Aku tidak terlalu suka formalitas."

Ferdi bergumam pelan. "Itu bisa dikondisikan."

Mereka akhirnya sampai di tanah terbuka di tengah pepohonan. Lampu-lampu yang ada di pulau itu kebanyakan redup atau mati. Apalagi di bagian pulau yang jarang dikunjungi seperti. Hanya ada satu lampu jalan yang menyala di tempat itu. Pepohonan kelapa dan tanaman liar banyak tumbuh di sana.

Dita menoleh ke arah Reno dan Fredi yang kini ekspresinya menjadi lebih serius. Mereka berdua melepas cincin yang melingkar di jari mereka lalu mengamati suasana sekitar. Reno menghembuskan napas keras sekali seperti sedang menguatkan diri sedangkan Ferdi terlihat lebih tenang.

Dita kemudian melepas gandengan tangannya dari tangan Renita untuk melepas cincinnya. Ia menghirup udara lalu memberanikan diri melepas cincinnya. Saat ia menghembuskan napas, cincin di tangan Dita sudah terlepas.

Pemuda itu mengeluarkan suara tercekat karena terkejut. Ia memandang ke arah Reno dan Ferdi untuk bertukar pandang dengan para penjaganya. Reno menggelengkan kepala sedangkan Ferdi mengangguk.

"Reno berpendapat keadaan di sini terlalu menakutkan untuk pemula sedangkan Ferdi merasa ini biasa saja untuk pemula. Jadi kamu mau bagaimana?"

"Menurut mas Dita bagaimana?"

Blessed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang