05 - Kisah Raga

3.5K 528 22
                                    

"Jadi bisa kamu ceritakan padaku apa saja yang kamu lakukan selama tiga bulan terakhir menghilang?" Tanya Kara saat mereka berjalan menjauhi kerumunan dengan tangan Kara merangkul pinggang Raga.

Lelaki itu menatap jauh ke depan. Lengan kirinya merangkul pundak Kara erat. Ia lalu bergumam, "Seperti mas Dita, aku juga tidak akan bisa banyak menjawab pertanyaanmu. Tapi aku akan coba sebaik mungkin."

Kara memandang ke arahnya dalam diam. Gadis itu hanya berharap semoga Raga akan baik-baik saja.

"Apa kamu bisa menceritakan padaku apa tugas anak kedua dari keraton yang tidak mewarisi takhta? Mas Dita memberitahuku garis besarnya, tapi aku ingin tahu lebih banyak."

"Jika kamu tahu, kamu tidak akan bisa lepas dariku ... bagaimana? Apa kamu mau mengambil resiko itu?" Tanya Raga dengan setitik senyum di bibirnya.

"Walaupun aku belum tahu harus menerimamu atau tidak, setidaknya aku sudah tahu aku tidak ingin ditinggalkan dalam ketidaktahuan. Tidak tahu apa yang terjadi padamu atau apa yang kamu lakukan membuatku stres dan khawatir. Jadi, apapun resikonya nanti, aku bersedia menanggung itu." Jawab Kara serius. Raga malah jadi salah tingkah. Ucapan Kara secara tidak langsung berarti kalau gadis itu siap menerima resiko menjalin hubungan dengan Raga.

Saat Raga masih diam, Kara menoleh ke arahnya, "Jadi? Bagaimana? Apakah kamu bisa menjawab pertanyaanku tadi?"

Raga mengangguk. "Oh iya, tentang tugasku ya? Mas Dita sudah cerita kalau tugasku menjaga keluarga keraton dari ancaman kan .. jadi yah itulah yang kulakukan. Walaupun ancaman yang dimaksud tidak cuma dari manusia ... tapi ada juga makhluk lain dan yang paling sering adalah kutukan ...."

Kara merenung sejenak, "Maksudmu, makhluk lain dan kutukan ini adalah dua hal yang berbeda?"

Raga mengiyakan. "Bukan sesuatu yang bisa dibayangkan oleh logika sebelum kamu melihatnya sendiri."

"Baiklah, aku akan mengiyakan itu untuk sekarang. Lalu, siapa orang yang disebut sebagai pelindung keraton itu? Aku tahu kamu mendapat semacam restu dari mereka? Entahlah, mungkin aku salah. Tapi bisa tolong jelaskan lebih rinci?" Tanya Kara.

Raga menarik sebilah pisau dari sakunya lalu menuntun Kara ke pohon terdekat. Ia mengupas kulit pohon dengan pisau itu kemudian tanpa kata menyayat punggung tangannya sendiri dengan pisau itu. Kara segera menarik pisau itu dari Raga, tetapi di luar dugaan, Raga tidak terluka sama sekali.

"Kamu tidak terluka?" Ucap Kara dengan nada bingung.

Gadis itu mencoba menyayat lagi kulit pohon dan seperti awal, kulit pohon terkelupas dengan mudah. Kara lalu menarik tangan tangan Raga, menatap Raga sekilas dengan ekspresi Ragu yang dibalas Raga dengan anggukan kepala tanda mempersilahkan Kara.

Ketika kara menggores kulit Raga, pisau itu seakan kehilangan ketajamannya. Kara secara instingtif berniat menyayat punggung tangannya sendiri tetepi Raga segera menarik pisau itu dari tangan Kara. "Jangan coba ini pada dirimu sendiri." Ucapnya pendek sambil memasukkan pisau itu ke sakunya.

"Jadi .. itu tadi yang disebut restu dari beliau." Ujar Raga sambil berdeham.

"Restu itu membuatmu kebal terhadap benda tajam?" Bisik Kara tidak percaya.

"Lebih tepatnya, berfungsi sebagai pelindung. Salah satu efeknya pada manusia biasa adalah membuat tubuh kebal dari sebagian besar senjata manusia."

"Bagaimana kalau aku menembakmu dengan senjata api. Apa kamu masih kebal?" Tanya Kara dengan nada penasaran.

Raga tertawa kecil, "Jalan pikiranmu sungguh di luar dugaan. Aku belum pernah menembak diriku sendiri dengan pistol jadi aku belum tahu. Mari kita berharap tidak akan ada situasi di mana aku tertahan oleh pistol atau senjata api apapun."

Blessed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang