Renita akan membunuh Kara!
Ia baru saja mengalihkan pandangan ke pintu, dan bertemu pandang dengan Dita yang berdiri sambil membawa kausnya yang tadi dilemparkan pada Kara. Renita secata spontan berteriak hingga membuat Dita terkejut dan menutup matanya dengan telapak tangan.
"Maaf-maaf, tadi Kara mendorongku masuk setelah melempar kaus ini padaku." Ucap Dita masih dengan mata tertutup dan satu tangan lainnya mengangkat kaus Renita.
Renita menurunkan kedua lengannya sambil berhembus, "Ah maaf, aku tidak bermaksud berteriak. Aku hanya kaget saja mas Dita tiba-tiba masuk."
"Oke ..."
Hening.
"Hm, jadi apa aku sudah boleh buka mata atau gimana?" Tanya Dita pelan.
Renita mendadak panik, "Eh, iya .. eh bentar aku belum pake baju." Ia menghampiri Dita lalu mengambil kausnya dari tangan Dita lalu memakainya dengan cepat.
"Aku sudah pakai baju." Gumam Renita.
Dita merenggangkan jari-jarinya untuk memeriksa, saat ia sudah mendapati Renita memakai baju Dita langsung menurunkan tangannya. Ia berdeham pelan.
"Apa yang kalian lakukan sampai kamu telanjang?" Tanya Dita sambil berjalan ke arah sofa.
Renita mengikuti Dita duduk di sofa. Mereka berdua duduk berseberangan sehingga keduanya bisa saling menatap lurus satu sama lain.
"Aku menunjukkan tatoku pada Kara. Dan sialnya dia mengejek punyaku kecil."
Dita kaget mendengar itu sedangkan Renita baru sadar ia tidak sengaja menceritakan informasi yang tidak penting. Gadis itu menjatuhkan badannya di sofa sambil menutup wajahnya.
"Kamu kenapa?" Tanya Dita sambil menahan tawa.
"Arghhh, aku malu mas!"
"Malu kenapa?"
"Tadi keceplosan ngomong ..."
"Yang kamu pamer tato atau yang punyamu kecil?"
Renita menjerit lagi, kali ini di bantal. Dita malah tertawa.
"Memangnya punyamu kecil?" Goda Dita.
"Enggak kok, punyaku ukuran normal!" Gerutu Renita masih dengan kepala menghadap bantal.
"Masa?"
"Ah nggak tahu ah ... " gerutu Renita terdengar kesal.
Hening sekali lagi.
Suasana yang mendadak hening membuat Renita mengintip dari balik bantalnya. Dita masih memandang ke arahnya, tapi pandangannya kosong dan lelaki itu diam tak bergerak. Renita segera beranjak duduk, ia memanggil-manggil Dita tetapi hasilnya nihil.
Renita kemudian mendekat untuk duduk di sebelah Dita. Ia menangkupkan kedua tangannya di pipi Dita sambil terus memanggil Dita.
Tak lama, pandangan Dita terfokus kembali dan dia menarik napas keras sambil menggelengkan kepala pelan.
Renita akhirnya bernapas lega bisa melihat Dita sadar kembali. "Tadi mas kenapa sih? Bikin khawatir aja!" Gerutu Renita.
Dita menyandarkan diri di sofa dengan mata terpejam. Renita memegang dahinya untuk mengecek suhu, dan untungnya tidak demam. Ia mengeluarkan suara napas lega.
"Aku gak apa kok. Aku memang kadang sering tiba-tiba nge-blank memikirkan sesuatu." Jawab Dita masih dengan mata terpejam. Renita merapikam rambut Dita, "Memangnya mikir apa sampe nge-blank lama gitu? Aku takut tahu."
Dita memandang ke arahnya lalu tersenyum, "Gitulah ..."
"Apanya?"
Dita menggeleng. "Adalah pokoknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...