Aldas jatuh berlutut di depan mereka semua. Erfan beranjak berdiri dari sofa lalu berjalan mendekat ke arahnya. Tubuh Aldas tiba-tiba saja melayang tegak di udara dengan mata yang melotot.
"Ceritakan semuanya dengan jujur, atau kamu akan bernasib sama dengan komplotannya," Ancam Erfan sambil menunjuk ke arah Ellen yang terbaring di lantai masih dengan tangan menyilang di dada tanpa bisa bergerak.
Aldas mengangguk pelan, kemudian badannya jatuh ke lantai. Fero angkat bicara, "Bisakan kita minta dia mandi dulu, jujur saja aku tidak kuat dengan bau badannya yang sekarang."
Erfan menoleh ke arah Fero yang masih duduk lalu memutar bola matanya, "Baiklah .... urus saja kebutuhanmu sekarang."
Aldas tidak berkomentar dan langsung beranjak pergi menuju kamar mandi terdekat.
Erfan kemudian memandang semua orang yang ada di ruangan, ia melirik ke arah Adam dan Kara, lalu pada sahabatnya Fero, lalu Raga dan Ellen yang ada di lantai. Ia akhirnya memutuskan untuk berbicara pada Kara dulu, "Aku sudah menempatkan kalian berdua di tempat aman milikku tapi kalian malah kabur." Komentar Erfan lalu duduk di salah satu sofa.
Adam menggeleng cepat, "Kami tidak kabur! Grey dan kelompoknya itu menerobos masuk ke tempat itu dan bilang kalau mereka datang untuk menyelamatkan kami. Mereka sempat menanyakan keberadaan anda tapi kami yang saat itu juga baru bangun tidak bisa banyak memberikan informasi." Jelas Adam.
"Mereka tahu tempat persembunyian itu?!!" Tanya Erfan kaget.
Adam dan Kara mengangguk bersama. Tubuh Ellen tiba-tiba saja terbang mendekat lalu jatuh dengan posisi berlutut tepat di depan Erfan. Lelaki itu menatap datar ke arah Ellen yang kini ketakutan, ia menyanngga kepala dengan tangan kanannya. Kara baru menyadari sekarang, tetapi di jari manis kanan Erfan ada cincin yang melingkar di sana.
"Bagaimana kalian tahu lokasi persembunyianku?" tanyanya dengan nada datar.
Ellen yang duduk berlutut tak bergerak sama sekali, tetapi gadis itu jelas terlihat ketakutan. "Tenang, aku tidak akan menghabisimu dalam waktu dekat karena kami butuh informasi darimu."
Ellen masih terlihat teritimidasi, kemudian Fero berkomentar, "Bro, bukannya kamu harus membiarkannya bicara supaya dia bisa menjawab?"
Erfan membuka mulutnya seperti teringat sesuatu. "Ah, benar juga. Aku lupa."
Raga yang semula berdiri di sisi ruangan yang berseberangan dengan Fero akhirnya berjalan pergi dari sisi Erfan lalu menempatkan diri berdiri di belakang Fero.
"Kamu terlihat pucat, duduk saja. Tidak usah terlalu formal dengan kami." Ucap Fero lembut pada Raga.
Fero lalu menghilang dan muncul di sisi Erfan. Ia kemudian duduk di sandaran tangan sofa Erfan.
"Apa kamu sudah melepas kekuatanmu dari mulutnya?" Tanya Fero pelan.
"Sudah."
"Apa dia bisu?"
"Tidak, dia bisa bicara dengan jelas tuan." Sergah Adam.
"Hmm, aku tidak suka dengan penyiksaan. Tapi kita harus mendapat informasi darinya." Ujar Erfan. Ia lalu melirik ke arah ruangan memandang ke arah Kara.
Raga yang baru saja duduk di sebelah Kara menoleh ke arah gadis itu juga. "Kara, coba kamu saja yang interogasi dia. Mari kita biarkan percakapan terjadi antara sesama perempuan."
Erfan lalu berdiri dari sofa dan duduk di sandaran lengan yang lainnya sambil mempersilahkan Kara duduk di tengah. Kara yang sebenarnya masih ketakutan dan lelah akhirnya mendekat dan menempati sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...