Sebuah Awal

3.2K 327 9
                                    

Raga berdiri di depan Kara. Suara hewan malam menemani mereka yang sekarang berdiri di tengah taman keraton jauh dari pengamatan para tamu yang mengikuti lelang. 

"Aku sudah menduga itu kamu ..." Ucap Kara sambil mengamati Raga dari atas ke bawah. Anak itu terlihat lebih rapi dan menawan daripada biasanya. Setelan jasnya yang pas, tatanan rambutnya yang rapi membuat lelaki itu tidak bisa dikenali di balik topeng untuk lelang.

Ia meraih tangan Kara lalu sedikit menundukkan kepala untuk mencium tangan Kara. Gestur itu awalnya membuat Kara malu tetapi sebelum bibir Raga menyentuh punggung tangan Kara, ia malah menempelkan tangan Kara di hidung dan dahinya seperti saat menciup tangan orang yang lebih tua.

Kara otomatis memukul kepala Raga dengan topeng milik lelaki itu dengan tangan lainnya, mengagetkan Raga. Lelaki itu berdiri tegak lalu tertawa lepas.

"Maaf aku tidak bisa memenangkan lelang tadi." Ucap Raga sambil meraih tangan Kara yang lain.

"Kita kan sudah pernah makan bersama. Lagipula kamu tidak perlu membayar dengan harga tidak masuk akal seperti itu untuk makan bersamaku. Kamu tinggal ajak aku saja." Jawab Kara.

Gadis itu menatap lurus Raga, lalu tiba-tiba sesuatu terasa klik di kepalanya. "Bagaimana kamu akan membayar uang lelang jika kamu menang lelang?"

Senyum Raga mendadak hilang dari wajahnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Kara. "Raga?" Tanya Kara dengan nada tenang.

Raga menghindari pandangan Kara. Suasana di sekitarnya mendadak lebih menarik daripada Kara yang berdiri di depannya. Kara merasa kesal hingga memutuskan menangkupkan kedua tangannya di pipi Raga memaksanya menunduk memandang Kara.

Ia akhirnya menghembuskan napas sambil memegang tangan Kara yang ada di pipinya. "Tebak bagaimana aku akan membayarnya?"

Kara mengeryitkan mata, "Uang sebesar itu bukanlah jumlah yang bisa dihasilkan dengan bekerja lima tahun saja. Jadi yah ... kemungkinan dari awal kamu memang punya uang sebanyak itu."

Raga terlihat sedikit gugup, tapi tidak menyangkal ucapannya Kara. Ia hanya tersenyum lebar. "Jangan bilang kalau kamu ...."

Raga merasa cemas mendengar ucapan Kara yang tidak selesai, ia sudah mencoba memikirkan berbagai alasan untuk diberikan pada Kara tanpa harus membohongi gadis itu tapi hasilnya nihil. Ia tidak bisa menemukan alasan yang tepat tanpa membohongi gadis itu. Meskipun Raga takut Kara akan menghindarinya jika tahu dia adalah pangeran kedua keraton, Raga tidak pernah berniat membohongi gadis itu. Memang aturan dari keraton sendiri yang membuatnya tidak mengungkap identitas secara gamblang.

"... itu semacam teman main pangeran yang mengetahui identitas keluarga keraton dari awal?" Gumam Kara.

Raga mendengus mendengar itu, ia tersenyum kecil lalu menarik kedua tangan Kara ke pinggangnya. Ia tersenyum penuh arti, "Aku belum bisa memberitahukan apa-apa padamu." Ucap Raga.

Kara memberinya ekspresi mencela yang membuat Raga gemas hingga membenturkan dahinya ke dahi Kara pelan. "Kalau seleksi ini selesai, aku akan memberitahumu yang sebenarnya."

Kara awalnya terlihat tidak puas tapi ia akhirnya mengalah. Satu hal yang diyakini Kara, Raga sepertinya berasal dari keluarga ningrat. Ia juga sering mengamati interaksi Raga dengan Dita, rasanya mereka sudah sangat dekat cukup lama. Apalagi Kara juga bisa kenal dengan Raga karena Dita memperkenalkan mereka.

Kara masih ingat dengan jelas pertemuan pertama mereka saat Kara masih kuliah. 

Hari itu organisasi kampus yang diikuti Kara mengadakan acara relawan untuk menanam bakau di pesisir pantai utara. Mereka sudah mengumpulkan donasi untuk membeli bibit bakau dan keperluan lainnya. 

Blessed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang