36 - A Lone Scientist

2.4K 370 18
                                    

"Aku adalah orang dibalik kasus maraknya anak hilang puluhan tahun yang lalu."

Erfan beranjak berdiri dan hampir saja memukul Aldas tetapi Fero menghentikan sahabatnya itu.

Aldas mengangkat kedua tangannya dengan ekspresi menyerah. "Erfan. Mari kita dengarkan ceritanya dulu." Gumam Fero.

Ekspresi Erfan kesal, tapi ia memutuskan kalau dia harus menahan emosinya untuk sekarang dan menghajarnya nanti.

"Awalnya, aku hanya berniat membuat obat yang bisa melemahkan kekuatan siluman. Tapi untuk mengetes obat itu, tentu aku tidak bisa mengetes pada diriku sendiri kan? Jadi aku mengetesnya pada anak-anak siluman."

Fero menghelai napas dengan ekspresi datar. Raga terlihat mengepalkan kedua tangannya tapi ia masih menatap intens ke arah Aldas yang dinilai Kara sebagai tatapan marah. "Dan menurutmu itu tindakan yang benar?" Sergah Raga dengan penuh rasa kebencian.

Aldas terdiam sejenak, "Aku tidak pernah merasa perbuatanku benar. Tapi saat itu kondisiku tidak sepenuhnya waras. Aku berada dalam pengaruh makhluk-makhluk hitam tadi."

Raga menoleh kepada Erfan dan Fero untuk meminta konfirmasi. "Meskipun tidak banyak, tapi memang ada Yaksa yang bisa dirasuki oleh kutukan dan mempengaruhi jalan pikiran mereka." Jawab Fero.

Aldas menghembuskan napas keras, "Semua itu bisa dihentikan oleh seorang anak perempuan." lelaki itu melihat ke arah mereka semua lalu melanjutkan. "Dia satu-satunya anak yang bertahan hidup setelah menerima dosis obat itu. Dan dia juga yang mengeluarkan kutukan itu dari tubuhku hingga membuatku tersadar. Pikiranku menjadi lebih jernih, tidak ada bisikan atau dorongan hati untuk melakukan atau melanjutkan semua itu. Setelah aku sadar dari pengaruh kutukan, yang bisa kulakukan hanyalah mengubur jenazah anak-anak siluman yang sudah tidak bernyawa dengan sepantasnya."

Aldas selesai bercerita. Tetapi masih ada hal yang mengganjal dalam ceritanya. "Lalu, bagaimana kamu bisa punya anak dengan Putri Suharti .... kamu tidak melakukan pemaksaan ... atau ...." Tanya Kara dengan ekspresi serius penuh arti.

Aldas angkat tangan sambil menggeleng cepat. "Anak itu mengasihaniku dan dia juga yang membantuku mengubur jenazah anak-anak yang meninggal. Setelah selesai, aku berniat mengantarnya pulang tapi anak itu menolak. Ia bahkan memohon padaku untuk membawanya saja, dia tidak mau kembali pulang. Saat itulah, aku memutuskan untuk merawatnya dan membakar tempat penelitian itu." Jelas Aldas.

Saat tidak ada yang merespon ceritanya Aldas menambahkan, "Kami menikah secara hukum saat Suharti sudah menginjak usia legal."

Kara terdengar menghembuskan napas lega.

"Dia meninggal duluan saat anak kami berusia lima tahun." Tambah Aldas.

Erfan beranjak berdiri. Ia berjalan ke tengah ruangan tempat Aldas dikepung oleh kelompok Grey tadi. Ia mengambil sebuah kalung dengan liontin berbentuk X dengan lingkaran di tengahnya. Erfan berjalan kembali di tempat duduknya sambil bermain-main dengan kalung itu.

"Kamu bilang, ada kutukan yang merasukimu, tapi bukannya di awal membuat obat untuk melemahkan siluman adalah niat awalmu? Kenapa ucapanmu sangat berlawanan begini?" Tanya Erfan sambil memberikan kalung itu pada Fero.

"Awalnya aku memang berniat melakukan itu ... tapi entah sejak kapan ... aku kerasukan ... aku sendiri tidak bisa memastikan kapan tepatnya ... dan ... entahlah aku tidak bisa menjelaskannya." Jelas Aldas.

"Kalau begitu, alasan apa yang membuatmu ingin membuat obat untuk melemahkan kekuatan siluman?" Tanya Fero.

Aldas terlihat berpikir sejenak, lalu ia menjawab, "Seorang temanku, ia berubah menjadi siluman liar ... Apa kalian pernah bertemu siluman liar sebelumnya?"

Blessed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang