Kara sudah menduga akan mengalami hal yang tidak terduga, tapi ditodong tidak termasuk di daftarnya.
Saat dia dan Adam berjalan di pinggiran kota mencari alamat yang diberikan narasumber lewat pesan singkat, tiba-tiba ada tiga orang yang mencegat mereka di jalan.
Satu orang berdiri di depan mereka dengan menodongkan pisau kecil. Sedangkan dua orang lainnya berdiri di kanan dan kiri belakang dari Kara dan Adam untuk menutup jalur kabur mereka.
"Berikan semua uang yang ada di tasmu sekarang." Ucap si penodong depan.
Kara dan Adam yang angkat tangan melirik satu sama lain, lalu Adam perlahan berjongkok sambil melepas tas ranselnya. Ia mengamati si penodong depan sembari membuka tasnya.
Adam mengeluarkan uang tunai yg sudah mereka masukkan dalam kantong plastik minimarket, menyandang tas ranselnya lagi di punggung lalu berdiri. Si penodong depan mengulurkan tangan untuk meminta uang itu.
Adam melemparkan sekantong uang itu pada si penodong. Rupanya ia tidak menduga bahwa sekantong uang yang secara sengaja dilempar dengan kekuatan penuh akan membuatnya kehilangan keseimbangan hingga hampir jatuh.
Adam tidak melewatkan kesempatan itu. Ia segera menendang si penodong depan hingga pisau terjatuh dari tangannya, dan menendang senjata itu menjauh.
Kara, langsung berbalik untuk menyerang komplotan yang berdiri di belakangnya ketika Adam menendang orang yang ada di depan. Ia merasa bangga karena latihan bela diri selama seleksi kini terbayarkan. Si penodong jelas tidak menduga serangan dari Kara. Gadis itu dengan mudah merobohkan si lelaki yang tidak terampil dalam pertarungan.
Kara baru saja akan menyerang komplotan terakhir tetapi gagal karena dia sudah lari duluan ketika kedua temannya dipukul hingga kehilangan kesadaran oleh Kara dan Adam.
Mereka berdua berdiri bersebelahan untuk mengamati dua orang itu. Adam meraih ponselnya lalu menelpon seseorang. Ia kemudian memotret dua orang yang terbaring di sisi trotoar lalu mengirimkannya pada seseorang.
"Kamu apakan foto itu?"
"Minta Pak Leo untuk memeriksa profil mereka sekalian minta penangkapan mereka. Tapi kalau dilihat dari gerak-gerik mereka, sepertinya masih amatir." Gumam Adam.
Ia mengamati lokasi sekitar, yang anehnya seperti terisolasi. "Aneh sekali ... apa bagian kota ini memang sesepi ini?"
Kara yang mulanya tidak terlalu memperhatikan kini mulai mengamati keadaan sekitar. Ia memeriksa peta di ponselnya dan mendapati mereka memang berada di pinggiran kota, tetapi ia yakin sekali bukan pinggiran kota yang sepi. Tidak ada kendaraan yang lewat ataupun orang-orang yang terlihat beraktivitas di sana. Serangan dari perampok tadi seakan menyadarkan mereka berdua.
"Entahlah ... apa kita terlalu fokus mencari alamat sampai kita tidak sadar sekitar?"
Adam memandang Kara kali ini ekspresinya mulai khawatir. Ia lalu meminta ponsel Kara yang kemudian diserahkan Kara dengan ekspresi bingung. Adam mengetik nomor teleponnya di ponsel Kara lalu melakukan panggilan pada nomornya sendiri.
"Simpan Nomorku. Ini bukan candaan lagi."
Adam mengembalikan ponsel Kara padanya. Kara cukup terkejut dengan tindakan Adam yang menurutnya diluar dugaan. Selama ini ia hanya berpikir kalau Adam ikut dengannya hanya karena gengsi. Tetapi selama perjalanan ini, Kara selalu memperhatikan kalau adiknya memperlakukannya dengan baik. Kara sekarang paham apa maksud ayahnya saat mengatakan kalau Adam tidak membencinya.
Kara menghadap ke arah adiknya. "Aku kira kamu tidak suka padaku ..." Gumam Kara sambil mendongak memandang Adam.
Anak itu memandang ke arah Kara. Ia menghembuskan napas keras, "Aku tidak benci padamu. Sejujurnya saat aku melihatmu dalam acara seleksi putri mahkota, aku ... kind of have cru...sh on you ..." Jawab Adam dengan ucapan yang tidak jelas dan menggaruk kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...