Sebuah keajaiban karena hotel tempat mereka menginap tidak membereskan kamar mereka meskipun Kara dan Adam tidak kembali selama hampir tiga hari. Mereka melangkah masuk ke hotel mewah itu dengan wujud yang lumayan berantakan bahkan Adam sedikit malu.
Bagian keamanan sampai hampir menghentikan mereka tetapi Raga menjelaskan kalau kedua orang yang berantakan ini baru saja tertimpa musibah di jalan. Adam juga berhasil menunjukkan kartu identitasnya pada resepsionis dan mereka akhirnya diberi kartu akses menuju kamar.
Mereka bertiga akhirnya masuk ke kamar suite mereka dan Adam segera masuk ke kamar pribadinya untuk membersihkan diri.
Kara dan Raga masih berdiri di ruang tamu.
"Kamu menyewa kamar hotel dengan lelaki?" Tanya Raga.
"Memangnya kenapa? toh dia adikku." Jawab Kara.
Raga memutar bola matanya lalu menggelengkan kepala. Mereka saling berhadapan dalam diam dengan keadaan canggung. Raga akhirnya buka suara, "Lebih baik kamu mandi dulu."
Kara otomatis melihat ke bawah dan langsung menutup wajahnya malu karena dia baru ingat penampilannya sangat berantakan. Kara berlari masuk ke kamarnya sendiri tapi ia mengintip dari balik pintu.
"Kamu jangan pergi ya? tunggu di sini." Gumam Kara pada Raga.
Raga mengangguk. "Apa aku tunggu di kamarmu saja?" Tanya Raga dengan senyum penuh arti.
Lelaki itu hanya berniat bercanda, jadi dia tidak menyangka saat Kara mengiyakan lalu membuka pintunya, "Boleh."
Senyum di wajah Raga hilang, ekspresinya menjadi serius. Ia menghelai napas kemudian melangkah masuk ke kamar Kara. Ruangan itu luas. Setelah Raga masuk, gadis itu langsung masuk ke kamar mandi. Raga melepas jaketnya lalu menyalakan televisi. Ia langsung menempati tempat duduk di dekat jendela sambil menunggu Kara.
Raga yang baru saja pulih dari kelelahan setelah melakukan retrokognisi, harus pergi dengan Fero untuk menolong Kara akhirnya tertidur di kursi. Ketika Kara selesai mandi dan melihat Raga tertidur di kursi, gadis itu berdiri di samping Raga sambil mengelus puncak kepalanya pelan. Kara mengecup puncak kepala Raga dan seketika membuat lelaki itu terbangun.
"Udah, kamu tidur di kasur aja dulu. Kita bisa ngobrol besok." Kara menuntun Raga lalu membantu lelaki itu berbaring di kasurnya. Kara menempatkan selimut menutupi badan Raga. Ia langsung memejamkan mata dan terlelap karena kelelahan.
Kara mematikan televisi dan lampur kamarnya, lalu berjalan keluar menuju ruang tengah dan berbaring di sofa sambil menikmati pemandangan malam di sampingnya. Kara tertidur.
Saat ia terbangun, Kara terkejut karena seseorang sedang mencoba mengangkatnya dari sofa. Kara secara spontan berjengit dan membuat orang itu terdiam. "Tenang, ini aku." Terdengar suara Raga.
Kara langsung terduduk sambil memegangi wajah lawan bicaranya untuk benar-benar memastikan kalau itu Raga. Setelah selesai memastikan itu Raga, Kara menghembuskan napas lega. Ia memeluk Raga erat hingga lelaki itu menempatkan diri duduk di sofa juga.
Pada akhirnya mereka duduk bersama di sofa dengan Kara menyandarkan punggungnya di dada Raga. Kedua tangan Raga merangkul pinggang Kara dengan dagu Raga menempel di puncak kepala Kara.
"Kenapa kamu jarang membalas pesanku?"
Raga tertawa pelan, hingga Kara bisa merasakan getaran di punggungnya. "Jika kamu berada di situasi seperti semalam, apa kamu sempat berpikir untuk membuka ponsel?" Tanya Raga.
"Ah ... ya nggak sih ..."
Hening sejenak.
"Tapi, apa kamu sehat? Tidak meriang atau demam?" Tanya Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...