Kini Renita dan Dita tidak bisa menghabiskan sisa liburan mereka dengan bebas seperti sebelumnya. Dayang Riani dan Ana seringkali bolak-balik dari tempat mereka ke paviliun Renita dan Dita untuk menyampaikan pesan. Tetapi, Renita akhirnya risih melihat dayang bolak-balik menyampaikan pesan akhirnya membuat kesepakatan dengan mereka. Dita dan Renita akan memegang ponsel mereka tapi mereka akan tetap menyelesaikan waktu liburan mereka.
Hari itu Dita dan Renita bersantai di sofa dengan Renita berbaring di paha Dita. Gadis itu menggunakan ponselnya untuk bertelpon dengan Lita untuk membahas perkembangan kasus hilangnya anak-anak.
Renita sudah memberi informasi tambahan yang bisa ia dapatkan sekaligus meyakinkan Lita kalau Raga akan segera datang membantu.
Dita tak kalah sibuk dengan Renita, setelah mereka diperbolehkan membawa ponsel mereka sendiri, tak lama ia juga membahas rencana rapat dewan yang akan diadakan tiga bulan berikutnya. Ia dan Renita sudah membicarakan cara untuk menang agar aturan monogami dan legalitas aborsi disahkan menjadi titah aturan.
Setelah Renita selesai bertelpon dengan Lita, ia menghela napas keras sekali. Dita sampai mengalihkan pandangan dari ponselnya ke wajah Renita. Ia mengelus pipi gadis itu dengan jemarinya lalu bertanya, "Kenapa lagi?"
"Raga masih belum muncul sampai sekarang. Dan polisi tidak bisa diandalkan di saat seperti ini. Kak Lita sudah mulai frustasi dan bingung harus bagaimana."
Dita menjawab pelan, "Yah, tidak banyak yang bisa dilakukan polisi karena aku yakin itu bukan kasus yang dilakukan manusia."
Renita menatap lurus ke atas, "Jadi ini semua kejadian di luar nalar yang mungkin saja dilakukan oleh kaum nyonya Vella?"
"Bisa jadi. Tapi aku tidak bisa mengkonfirmasinya."
"Bukannya kaum Nyonya Vella bisa membahayakan kaum manusia ya? Kalau mereka berusaha merebut wilayah kita bagaimana?"
Dita diam.
"Sebenarnya ada hal yang tidak kamu ketahui."
Renita terduduk tegak lalu memposisikan diri untuk duduk menghadap Dita. Nada bicaranya frustasi saat ia bilang, "Apalagi yang aku tidak tahu?"
"Kamu ingat cerita yang aku ceritakan padamu dan Kara kan?" Tanya Dita.
Renita mencoba mengingat-ingat cerita Dita, "Saat leluhur keraton bertemu nyonya Vella pertama kali?"
Dita mengangguk pelan. "Mereka bertukar informasi dan tentu saja menjabarkan latar belakang mereka hingga pada akhirnya timbul kesepakatan di antara kedua pihak."
Renita menunggu. Ia tahu Dita belum mengatakan bagian terpenting dalam cerita ini. "Di awal kehidupan, Nyonya Vella dan anggota kelompoknya secara pribadi menjadi pengawal keluarga keraton. Tapi, karena umur mereka yang panjang, akan bahaya bagi mereka jika terlalu sering bersama manusia yang tidak tahu identitas mereka. Jadilah aturan baru bahwa setiap anggota keluarga Keraton akan mendapat restu mereka karena restu siluman adalah perlindungan sekaligus kutukan."
Renita angkat tangan. "Sebentar, kutukan? Bukannya restu itu adalah sebuah berkat?"
"Kamu ingin tahu kenapa restu siluman adalah berkat dan kutukan?"
Renita mengangguk.
Dita menarik tangan kanan Renita, ia memegang cincin Renita yang melingkar di jari tengahnya. "Cincin ini adalah sebuah perisai agar kamu tidak merasakan kutukan dari restu itu."
Renita memandang ke arah cincin itu. "Memangnya kenapa?" gadis itu bahkan tidak tahu harus bertanya apa pada Dita.
"Begitu kamu menerima restu siluman, di saat yang bersamaan mata batinmu akan terbuka dan membuatmu melihat hal-hal yang tidak terlihat dengan mata biasa." Jelas Dita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...