Setelah Kara mendapat izin untuk membantu Raga mencari keturunan keraton yang hilang, ia kembali ke rumah neneknya dan dalam kurun waktu lima jam sudah berada di rumah keluarga besar Rajasa yang ada di Yogyakarta.
Kara sampai pada waktu makan malam. Tentu saja, terakhir kali dia berkunjung Kara bukan tamu yang diundang. Kali ini setidaknya keluarga Rajasa sudah bersiap menerima kedatangannya. Kara sedang menunggu di kamar tamu ketika dia mendengar ketukan dari pintu. Ia membuka pintu dan mendapati Leonardus berdiri, "Waktunya makan malam ..." ucapnya sambil mempersilahkan Kara.
"Terima kasih."
Kara kemudian berjalan menuju ruang makan. Ia masih saja takjub dengan rumah keluarga Rajasa. Langit-langit rumah yang tinggi, berbagai perabot kayu jati yang Kara yakin tidak murah. Meski rumah itu besar, bagian dalamnya memiliki interior yang lebih sederhana. Satu hal yang membuat Kara terkesan adalah lukisan besar yang menggambarkan keluarga Rajasa saat ini. Lukisan itu menggambarkan Ayah Kara bersama Bu Alya dan Adam. Melihat lukisan itu mau tidak mau Kara merasa menjadi penganggu keluarga bahagia ini.
Saat Kara sampai di ruang makan, ia mendapati keluarga Rajasa sudah duduk di tempat mereka. Tapi, kali ini Adam duduk di sisi ibunya, Kara yang memahami situasi mengambil tempat duduk di seberang mereka di kiri ayahnya.
"Dokumennya sudah selesai diurus?" Tanya Yudha pada sekretarisnya Leonardus.
"Sudah pak. Mbak Kartika sudah resmi menyandang nama Rajasa." Jawab Leonardus.
Kara kebetulan melirik ke arah Ibu dan anak yang ada di seberangnya. Ia jelas melihat ada ekspresi tidak suka dari keduanya. Kara akhirnya angkat tangan, saat Ayahnya menoleh gadis itu berkata, "Boleh saya bicara sedikit sebelum mulai makan?"
Yudha memandang ke arah Kara yang jelas-jelas menatap lurus ke arah istri dan anaknya. "Silahkan ..."
"Saya cuma mau bilang, saya harap kita bisa rukun. Saya memutuskan untuk menyandang nama Rajasa, bukan untuk merebut harta Rajasa. Saya hanya berniat mewarisi tanggung jawab Rajasa yang lain." Ucap Kara.
Ibu Alya memandang ke arahnya, meskipun ekspresinya datar, ia hanya diam tidak berani bicara. Adam di sisi lain menatap lurus ke arah Kara. "Bukannya itu hal yang sama? dengan mewarisi tanggung jawab Rajasa, tentu kamu juga akan mendapat keuntungan yang lain juga kan?"
"Ohh Brother! You do know how to talk ...." Ucap Kara dengan nada sarkas, entah kenapa dia merasa kesal dengan anak ini.
"Tentu saja aku akan dapat keuntungan, tapi aku yakin keuntungan itu pasti hanya sebagian kecil dari kekayaan Rajasa. Jangan maruk-maruk banget please. Toh, Pak Yudha belum tentu juga tiba-tiba mewariskan semua kekayaannya padaku yang tidak tahu tentang bisnis keluarga kan?"
Adam menegakkan duduknya, "Tapi perubahan keputusanmu juga mencurigakan. Seorang yang terlihat tidak sudi dikaitkan dengan keluarga Rajasa, tiba-tiba dengan kesadaran diri mau menyandang nama keluarga Rajasa." Adam tertawa sarkas.
Kara menghembuskan napas, "Aku butuh nama Rajasa agar aku punya hak untuk mewarisi tanggung jawab nenek, yang jelas-jelas tidak bisa diwariskan padamu." Jawab Kara.
Adam tersenyum kecil. "Alasanmu sungguh masuk akal sekali." Jawabnya dengan nada sarkas.
Kara semakin merasa kesal. Anak ini belum bertemu dengan Nyonya Vella dan yang lainnya tapi sudah bertingkah seperti ini.
"Jadi, apa Adam pernah bertemu dengan Nyonya Vella dan yang lainnya?" Tanya Kara pada ayahnya.
Ayah Kara justru terlihat bingung, "Nyonya Vella? siapa?" Tanya Yudha pada Kara.
Gadis itu benar-benar terkejut, "Bapak benar-benar tidak tahu siapa Nyonya Vella?"
Adam menoleh ke arah ayahnya dengan ekspresi tanya yang sama. Ia lalu memandang ibunya. "Apa ibu tahu apa yang dia bicarakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blessed [END]
ChickLit[SEKUEL PRIVILEGE] Cerita Beririsan dengan Gate Into The Unknown. Akan lebih seru kalau kalian baca itu juga. Setelah selesai seleksi, Kara berniat kembali pada kehidupan normalnya. Tetapi dia kesulitan mendapat pekerjaan dan masih galau dengan stat...