28. Tidak Diinginkan!

5.6K 513 10
                                    

"Bu Ina?" ceplos Ita.

"Iya?" Wanita pemilik nama Ina yang juga sebagai ART di kehidupan lalu Ita tampak kebingungan, "Mbaknya kenal saya?"

"Ha? Emh.... nggak kok Bu. Kebetulan mirip sama ART di rumah yang baru mengundurkan diri. Saya kira orang yang sama. Hehe." Untung saja otak Ita bisa langsung 5G. Mungkin karena akhir-ajkhir ini ia sering terdesak makanya otaknya beradaptasi.

"Oh. Hehe. Bukan Mbak. Saya baru pertama lihat wajah Mbak kok."

Ita memandang barisan lauk di depannya. Aroma masakan Bu Ina menghancurkan bad mood yang disebabkan oleh Raga. Jika Ita berada di masa depan mungkin ia akan berujar, "masakan Bu Ina memang nggak pernah gagal," celetuk Ita tanpa sadar. Lagi-lagi ia membuat kesalahan.

"Hm?" Raga berdehem.

"E-enggak apa-apa." Syukurlah Raga tidak seberapa mendengar. Hari ini Ita dibuyarkan oleh kenangan. Mungkin karena sedang berada di rumah yang mana bertumpuk suka dan duka di dalamnya.

Mereka mengakhiri makan malam setelah menghabiskan jamuan. Ita mengawasi gerak-gerik Raga yang dari tadi fokus ke handphone. Kebiasaan itu ternyata mengalir sampai masa depan.

Seingat Ita, apa pernah Raga memperhatikan anak-anaknya ketika di meja makan? Padahal hanya saat itulah mereka bisa berkumpul lengkap.

"Aku mau ke toilet," izin Ita. Ia melengos begitu saja.

"Kamu tau dimana toiletnya?" ucap Raga keheranan.

Mampus! Ita lupa dan malah menganggap ini rumahnya sendiri, "di-di mana ya?" ucap Ita kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Raga mengarahkan dan kecanggungan pun berhasil diatasi. Baru kali ini Ita mensyukuri sikap acuh Raga terhadap hal-hal tidak penting. Jadi Ita bisa lolos tanpa menimbulkan kecurigaan.

Ita berhenti, fokusnya beralih ke pintu di ujung sana sepulangnya dari kamar mandi. Di balik pintu itu, Ita dan kedua anaknya sering bermain bersama. Pintu yang menghubungkan rumah utama dengan halaman belakang.

Setelah memastikan tidak ada orang, Ita mendekati pintu itu. Tangannya hampir berhasil membuka pintu sebelum suara seseorang menginterupsi.

"Siapa?"

Ita merespon kaget, ia langsung berbalik dan menjumpai wanita dengan pakaian modis. Ita sangat ingat siapa orang ini. Salah satu orang yang ingin Ita hancurkan sampai tulangnya tidak tersisa sedikit pun!

Wanita itu berjalan mendekat. Ita harus tenang.

"Kamu mau apa di sini?" ucap Maya. Tantenya Raga.

"Maaf Bu, saya kesasar. Tadi habis dari toilet. Perkenalkan, saya Ita, asisten pribadi Direktur Raga," ucap Ita sopan.

"Hemm.... tolong jangan berkeliaran sembarangan ya! Ini rumah atasan mu bukan supermarket."

"Iya Bu maaf." Haruskah Ita mengatakan itu? Hell! Sorry aja! Kata maaf hanya berlaku di kehidupan lalu. Yang berdiri di sini adalah Ita dengan kebebasan. "Tapi.... ini kan rumah atasan saya. Kenapa Ibu yang justru mengomentari saya? Toh, Pak Raga sudah memberi izin," tantang Ita.

"Kamu--"

"Kenapa ini?" sahut Raga yang datang.

"Raga... asisten mu keterlaluan! Di mana kamu rekruit dia? Nggak punya sopan santun!"

AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang