5. Tunas Baru

10.2K 1K 17
                                    

"Huek!"

"Huek!"

"Ah... perut ku nggak enak banget."

"Apa karena asam lambung ku naik ya? Akhir-akhir ini aku suka minum kopi," beo Ita. Ia keluar dari kamar mandi. Memegangi perutnya yang tidak karuan.

"Mamaa atit ya?" sahut suara bocah cilik.

"Nggak sayang. Mama cuma telat makan. Zeno main sama Zera dulu ya. Mama mau makan siang dulu."

"Humm, matan yang banak ya Ma," ujar Zeno menggemaskan.

"Iya sayang. Inget! Jangan main di luar ya?"

"Iya Ma." Kemudian punggung kecil itu berlari lincah menyusul adiknya di ruang tengah yang sedang sibuk bermain boneka.

"Hmp!!"

Ita menutup mulut. Lambungnya masih belum selesai mengeluarkan isinya. Ita pun bergegas masuk ke kamar mandi  dan suara muntahan itu terdengar lagi.

"Ugh! Kenapa sih aku?!" Ita duduk pada permukaan toilet. Menarik nafas dalam-dalam hingga sorot penglihatannya terfokus pada kotak di rak.

"Tunggu!"

Jarinya menghitung sesuatu. Pikirannya disita hitungan hari terakhir tamu bulanannya datang.

"Haha... masak sih?" gumamnya tidak yakin.

Ita memegangi perut datarnya. Jika perhitungannya benar maka seharusnya ada satu nyawa yang bersemayam di perutnya. Ini memang tidak direncanakan, siapa yang menyangka di hari amannya waktu itu justru membuahkan hasil seperti ini.

Hubungan mereka memang tidak baik. Sering cek-cok bahkan pisah kamar. Namun, tidak pernah terbesit dalam benak Ita untuk menolak kewajibannya sebagai istri.

Ita tidak pernah membenci anak yang tumbuh dari benih suaminya. Sudah Ita katakan bukan? Ita mencintai Raga. Istilah cinta akan tumbuh saat terbiasa benar adanya. Ita adalah salah satu bukti nyata.

Cinta itu ada dan tumbuh seiring waktu berlalu. Raga bukanlah sosok dingin dari awal. Dulu pun Raga pernah melunak dan menjadikan Ita ratu.

Hanya saja, seperti kebanyakan rumah tangga. Masalah pasti menghampiri. Salah satu ujian untuk menguji seberapa kokohnya rumah tangga itu.

Dan ujian Ita adalah orang ketiga. Ita tersenyum mengusap perutnya. Semoga anak ini akan jadi jalan keharmonisan keluarga yang telah pudar.

Ita buru-buru bangkit. Ia berniat ke apotek membeli test pack. Meyakinkan praduganya. Tidak lama tiga test pack di dapatkan dan hasilnya pun samar terlihat. Senyum Ita semakin melebar melihat ketiga test pack menunjukan dua garis.

"Nyam... nyam. Ma... itu... nyam, afa?" tanya Zera yang sibuk mengunyah biskuit dengan mulut gelepotan.

"Sayang makannya duduk dong. Ayo duduk. Kalau makan nggak boleh...?"

"Bedili," pekik Zera semangat.

"Pinter...."

Zera pun langsung duduk di lantai. Terlihat dari ujung sana Zeno berlari dan duduk mengikuti Zera.

AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang