32. Teror!

4.8K 292 23
                                    

Jantung Hesa seakan berhenti sejenak. Pengakuan itu, sama seperti di mimpinya. Ketika perlahan Ita menjauh dan hilang. Keheningan menyapa mereka. Hingga akhirnya Hesa menginjak pedal gas dan mobil pun berjalan.

Di sisi lain, Ita seperti dikuasai sesuatu saat mengucapkan kalimat barusan. Sikap seseorang bukanlah sesuatu yang mudah diubah. Dan barusan Ita seolah menghakimi Hesa. Ita merasa bersalah.

"Besok aku anter," ucap Hesa. Satu-satunya kalimat yang keluar setelah diam selama perjalanan.

"Hm, makasih," jawab Ita kemudian keluar. Ia mengantar kepergian mobil hitam itu dari depan rumah. Penyesalan baru menghampirinya saat mobil itu benar-benar hilang. Ita berjongkok di depan gerbang cukup lama sampai Ria menghampirinya dan menyuruh Ita masuk.

Ita harus minta maaf segera!

***

Keesokan harinya, Ita masih menemui bunga mawar di meja. Badannya seketika merinding. Entah apa yang ada dipikirannya sampai kaki itu melangkah ke ruangan Raga.

Ini bukan masalah sepele lagi. Ita merasa terganggu!

Sempat terpikir, Raga menjadi kandidat kecurigaan Ita dalam pelaku sepucuk mawar itu. Namun, segera ia tepis mengingat perilakunya sejauh ini.

Mana mungkin kan?!

Jangan bermimpi yang tidak-tidak! Raga tidak mungkin melakukan hal konyol itu.
Seingatnya di kehidupan lalu, suasana romantis hanya didapat saat Zera dan Zeno lahir. Itu pun selama persalinan Raga tidak hadir menemani. Lalu hanya seulas senyum saja mampu membuat Ita merasa jadi istri sungguhan. Pikirian konyol!

Tentang malam pertama? Percayalah! Saat itu hanya ada rasa sakit yang tidak bisa Ita deskripsikan lewat kata-kata. Dengan satu tarikan nafas. Ita membuka pintu itu.

"Ada perlu apa?" tanya Raga to the point.

Ita menggenggam erat ujung bajunya, "sa-saya merasa terganggu!"

"Dalam hal apa?"

"Ada seseorang yang naruh bunga di meja. Tanpa nama dan alamat pengirim."

"Lapor saja ke bagian security. Kenapa lapor ke saya?"

Tuh kan! Beginilah respon seharusnya dari iblis es yang menelantarkan anak dan istrinya!

"Ah, itu.... bukannya Bapak sendiri yang bilang kalau saya nggak termasuk ke dalam karyawan. Lalu, saya ingat Bapak juga bilang kalau saya bawahan Bapak langsung. Itu berarti jaminan keselamatan saya tanggung jawab Bapak dong," ucap Ita telak.

Raga tidak bergeming. Wajahnya masih datar melihat Ipad. Namun, satu hal yang pasti. Pergerakan tangannya berhenti. Itu berarti perkataan Ita tadi sampai ke mentalnya.

"Baiklah, karena saya sedang luang," ucap Raga bangkit sambil melepas jasnya.

"Ikut!" lanjutnya melengos.

Ita memutar bola mata, jengah dengan sikap 'nggak mau salah' Raga. Ia pun mengekori Raga sampai ke ruang security.

Gabungan dari beberapa kamera CCTV terpantau di satu layar besar. Ita menatap takjub dengan canggihnya keamanan H Group. Berbeda sekali dengan perusahaan Papanya.

"Tolong diurus," pinta Raga pada kepala bagian keamanan. Kemudian sebuah video yang menampakan ruang kerja Ita terpantau.

Suara Ita keluar sejurus dengan seorang nampak di layar. Sudah jelas laki-laki itu menaruh bunga selama tiga hari di mejanya.

Tubuh Ita kembali merinding. Dengan maksud apa bunga-bunga itu diberikan? Terlebih lagi Ita kenal siapa orangnya.

"Tolong panggilkan Seno ke ruang saya," tukas Raga kepada kepala keamanan.

Ita tau tindakannya ini akan menghancurkan karir seseorang. Lebih parahnya lagi, kenapa harus Kak Seno? Dia orang baik lantas kenapa bersikap macam stalker seperti itu?

Entah sudah berapa menit Seno dan Raga berbincang di dalam. Saat Seno datang, Ita diperintahkan keluar.

"Aku jadi nggak enak Ra sama Kak Seno," ucap Ita. Setelah terungkap, Sera langsung menemui Ita.

"Buang rasa nggak enak itu Ta! Kamu nggak tau bakal jadi gimana kalau bajingan itu terus-terusan dibiarin," sarkas Sera.

Wah, Ita lupa kalau label Sera si cewek emosian. Yang korban siapa yang menghardik siapa. Ita hanya menarik nafas. Biar bagaimana pun Sera masih bocah yang baru menetas kemarin. Ita memakluminya.

Tidak memakan waktu lama pintu itu terbuka. Ita bertatapan langsung dengan Seno.

"Bisa bicara sebentar?" pinta Seno.

Ita hampir saja mengangguk sebelum Sera menarik badannya, "Nggak! Nggak ada yang perlu dibicarakan!" jawab Sera judes.

"Ra, benta-"

"Sera!" tegur Raga.

"Biarkan dia," titahnya kemudian.

Dengan berat hati Sera menyingkir. Ita pergi ke tangga darurat. Tidak ikhlas, Sera memutuskan untuk menguping namun aksinya itu langsung diketahui Raga dan dihadiahi jeweran.

***

"Nggak habis pikir! Kayak ABG labil aja. Nggak inget umur itu orang! Kalau suka ya bilang langsung! Pengecut banget!" sarkas Sera.

Seketika perhatian tertuju pada mereka saat Sera menggebrak meja cafe. Ita hanya bisa membatin, gadis di depannya ini juga sebenarnya masih labil dan lebih parah karena tidak bisa mengontrol emosinya.

"Seharusnya Paman pecat dia aja! Ngapain skorsing segala. Emang ada yang menjamin kalau dia nggak melakukan hal yang lebih parah?!"

"Menurut ku keputusan ini udah bagus. Paman mu pasti menimbang kinerja dia selama ini. Yah, Kak Seno juga udah minta maaf. Aku fine-fine aja sih. Lagian Kak Seno nggak sejahat itu kok. Tenang aja."

Di sini Ita bingung. Yang sedang tertimpa masalah kan dirinya kenapa yang harus di tenangkan singa betina ini? Seperti anaknya Zera, bocah ini harus selalu diawasi.

"Kamu terlalu baik Ta! Kesel gue!" dengus Sera. Akhirnya ia mengalah juga.

Mereka menikmati istirahat bersama selagi menunggu waktu berakhir. Menikmati suasana caffe langganan yang berada tidak jauh dari kantor.

Menurut Ita, suasana seperti ini tidak buruk. Pandangan negatif Raga kian hari semakin menurun berkat hal-hal sepele yang tidak pernah Ita dapatkan di masa itu. Justru hubungannya dengan Hesa kian hari semakin renggang.

Apa akan berakhir sama lagi? Samar Ita bisa merasakan perubahan degub jantungnya ketika berhadapan dengan Raga.

Wanita itu sangat simple ya. Diperlakukan baik sedikit langsung jatuh cinta. Di tatap sebentar langsung men-judge tertarik.

***

Hari minggu, Ita bertekad membuat surprise dengan mengunjungi apartemen Hesa. Ia tersenyum cerah menunggu lift sambil menenteng kantung kresek berisi makanan ringan.

Sebenarnya, ini bukan permintaan maaf yang benar. Setidaknya Ita sudah berusaha dan ingin memperbaiki hubungan mereka. Karena Ita sudah bertekad, mau bagaimana pun gelas yang sudah pecah tidak akan kembali seperti semula. Sama halnya seperti takdirnya dengan Raga.

Suara pintu terbuka setelah beberapa kali Ita menekan bel. Ita sempat diam sejenak berkat penampilan Hesa yang habis bangun tidur. Padahal ini sudah jam sembilan.

"Surprise! Hehe," ucap Ita terjeda sejenak karena sempat bengong.

Mata Hesa menyipit setelah itu bukannya disuruh masuk, Ita justru mendapat bantingan pintu keras sampai membuat jantungnya kaget. Perasaannya langsung campur aduk.

"Mampus! Hesa marah banget!" gumam Ita sambil menggigit ujung kukunya.





Bantu vote & komen ygy
Makasih

AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang