Beberapa menit yang lalu ruang tengah dipenuhi obrolan tentang hari kelulusan. Lalu beberapa menit ke depan ruang tengah itu masih membicarakan seputar kelulusan. Hanya saja, ada dua member baru yang hadir. Tidak lain guru BK dan wali kelas Ita.
Berita tentang kemunculan guru saat malam hari mengunjungi rumah muridnya sebelum kelulusan memiliki cerita tersendiri dari generasi ke generasi. Sayangnya itu bukan cerita bagus sih.
"Begini Pak. Perihal kedatangan kami kemari untuk membicarakan baik-baik perihal Ita. Kami tidak mengganggu waktunya kan Pak?" ucap Bu Sifa selaku wali kelas Ita.
"Oh tidak Bu. Saya sedang senggang."
Ria dan Haris serta Ita mendengarkan basa-basi dari kedua guru itu dengan seksama. Semakin mengerucut pembicaraan semakin prasangkanya terlihat jelas. Sampai kalimat itu terlontar manis dari salah satu guru.
"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, saudari Ita tidak bisa kami loloskan dalam ujian nasional kali ini."
Yes! Berhasil!
Di tengah raut terkejut kedua orangtuanya. Ita justru terlihat santai dengan binar wajah bahagia.
"Sebenarnya apa yang buat anak saya nggak lulus Bu?" tanya Haris.
"Kalau dari segi pembelajaran. Sebenarnya Ita termasuk siswi yang cepat tanggap. Tapi...." Wali kelas Ita mengeluarkan beberapa lembar kertas. Ia menunjukan rentang kedatangan Ita selama kelas tiga.
"Kemarin Ita sempat sakit dan dirawat berhari-hari. Kami bisa memaklumi. Tapi, selain itu Ita juga sering tidak hadir selama jam pelajaran tertentu. Kebanyakan jam pelajaran sejarah dan matematika."
Spontan Haris dan Ria menatap Ita. Seolah meminta jawaban. Ita hanya cengar-cengir mengakui kesalahannya.
"Lalu.... yang buat saya tambah terkejut nilai ujian nasionalnya Pak, Bu," selembar kertas lainnya ditunjukan. "Maaf Pak sebelumnya. Saya nggak ada maksud menghina atau apapun. Saya hanya menyampaikan. Selama saya mengajar. Saya belum pernah melihat hasil ujian nasional yang nilainya sampai 0 dan nilai tertinggi Ita pun hanya mencapai 20."
"Padahal ulangan tengah semester pun tidak seburuk ini. Saya sempat curiga kalau Ita sedang nggak enak badan saat itu. Makanya saya minta Ita untuk ujian lagi. Tapi, Ita malah nolak."
Lagi-lagi Haris dan Ria menoleh ke Ita tanpa bersuara. Seolah tatapannya saja mampu mengisyaratkan pertanyaan "kenapa bisa begini?"
"A-aku bukannya nggak enak badan. Aku beneran lupa sama semua materinya. Emh.... mungkin karena obat biusnya masuk ke otak. Jadi ada beberapa ingatan yang dihapus. Hehe," jelas Ita random.
"Jadi anak saya nggak bisa diluluskan ya Bu?" tanya Haris setelah menarik nafas panjang.
"Iya Pak. Sekali lagi mohon maaf. Sebagai wali kelasnya saya merasa gagal dalam mendidik."
"Oh.... nggak perlu merasa begitu Bu Sifa. Saya yakin Ibu udah membantu yang terbaik. Kalau sudah begini. Kami nggak akan menyalahkan siapa pun. Toh, Ita sakit juga bukan keinginan semuanya," sahut Ria.
"Iya Bu.... saya cuma bisa menginfokan tentang paket C yang akan datang tiga bulan lagi. Ita bisa ikut untuk dapat ijazah. Tapi, Ijazahnya pun hanya sesuai KKM. Dan kemungkinan besar Ita tidak bisa melanjutkan kuliah tahun ini."
"Iya Bu nggak apa-apa. Yang penting masih ada jalan untuk Ita lulus. Terimakasih ya Bu infonya," ucap Ria ramah.
Terpantau Haris memijit pangkal hidungnya sejak kepulangan dua guru tadi. Ia benar-benar stress dengan keadaan tiba-tiba ini.
"Ma-maaf Pa," ujar Ita lirih. Tidak menyangka Papanya akan sepusing ini. Padahal kan hanya tidak lulus. Bukan hamil di luar nikah.
Haris menghela nafas panjang, "kamu harus ikut Paket C!" cetusnya kemudian beranjak tanpa bersuara.
Walaupun egois rencana Ita harus tetap berjalan. Untuk kali ini saja. Izinkan Ita mementingkan kepentingannya.
Ita menoleh saat merasakan lengannya disentuh. Ria dengan tatapan teduh membawa Ita duduk kembali ke sofa.
"Papa pasti kecewa sama Ita," beo Ita.
"Nggak usah terlalu dipikirin. Papa cuma syok aja," ucap Ria seraya mengelus pundak Ita.
"Mama juga pasti kecewa?"
"Mama akan kecewa saat kamu nggak bilang apapun saat sedang sakit. Kayak kemaren kamu pingsan. Kamu tau seberapa paniknya Mama? Seolah-olah Mama nggak pengertian sama kesehatan mu."
Ita sangat paham dengan apa yang dirasakan Mamanya. Ita pun seorang Ibu. Hal apapun yang menyangkut anak rasanya ingin semuanya Ita ketahui.
Sejak dulu Ria memang selalu perhatian. Berbeda dengan Haris yang tegas dan berprinsip. Ria selalu mendahulukan Ita di atas segalanya. Membuat Ita menyesal, di masa depan telah mengungkapkan kalimat yang begitu menohok sebelum meninggal.
"Maaf ya Ma.... Ita udah banyak ngerepotin."
***
Keramaian orang memenuhi halaman sekolah. Para orangtua merangkul anaknya dengan suka cita setelah keluar dari aula. Gulungan kertas itu menjadi saksi perjuangan selama tiga tahun sekolah.
Ita berdiri di balkon. Memantau mereka dari sudut sana. Padahal guru dan orangtua sudah melarangnya datang. Tapi, Ita tetap berangkat mengingat janjinya dengan Hesa.
Ita tahu, mau dipikir berulangkali pun kerjasama dengan Raga tidak bisa dibatalkan. Pertemuannya pun lambat laun pasti terjadi.
Ita tidak bisa mengubah apapun kecuali membuat alasan. Ya! Ita sudah mengantongi keterangan tidak lulus. Ujian paket C pun butuh waktu tiga bulan.
Dengan alibi ingin menuntaskan sekolah. Setidaknya Ita punya waktu untuk menunda lamaran Raga sedikitnya tiga bulan. Di rentang waktu itu, Ita bisa memikirkan bagaimana menyelamatkan perusahaan Papanya dari krisis tanpa jaminan yang diajukan Raga.
Lalu hari ini, Ita telah bersiap di garis start untuk mencegah takdir mengerikan seseorang. "Hesa.... kali ini jangan pergi terlalu jauh," gumam Ita.
"Ita!" Suara bariton menginterupsi fokus Ita. Ia menoleh dan mendapati Hesa diekori oleh Tina keluar dari pintu balkon.
"Tadi gue cari kok nggak ada di dalem?" sahut Tina.
Ita sengaja memanggil. Mereka harus tau kenyataan ini.
"Soalnya gue nggak lulus," ceplos Ita datar.
"Ha?" Mereka kompak menyaut.
"Serius lo?" tanya Tina. Ia meyakinkan sekali lagi dengan memegang kedua pundak Ita.
"Humm."
"Nggak, nggak.... coba jawab yang bener. Lo serius?" tanya ulang Tina.
"Gue serius!"
"Ta. ini bukan waktunya bercanda." Hiliran Hesa yang meminta keyakinan.
"Buktinya aku nggak dapet gulungan kertas itu kan," tunjuk Ita pada tangan mereka.
"Kok bisa? Bukannya kita selalu bolos bareng? Ujian juga sering contekan," sahut Tina lagi. Kerutan di dahinya nampak jelas.
"Panjang ceritanya."
"Pasti ada jalan. Kamu nggak usah khawatir," ucap Hesa.
Ita menatap Hesa dan Tina bergantian. Kedua orang itu tampak khawatir. Padahal Ita tidak masalah jika tidak mendapatkan Ijazah SMA sekalipun. Sebab dari sini penderitaannya akan dimulai.
"Sejauh ini aku santai aja sih. Lagian ada paket C. Kemungkinan aku ikut itu," jawab Ita santai.
Tina dan Hesa saling memandang. Pikiran mereka selaras. Ita benar-benar berubah!
"Ta?" panggil Hesa.
"Hm?"
"Sebenernya ada hal yang mau kita omongin sama kamu."
"Ngomong aja."
Tina menyaut kedua pundak Ita. Mengarahkannya hingga kedua manik mereka saling menatap.
"Sebenarnya kamu.... siapa?"
DEG!
Vote & komen ya guys
Makasiiihh bangetin yg udah votmen. Kalian penyemangat ku 😀
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)
Fantasia[Follow dulu sebelum baca ya gaes] "Kalau diberi kesempatan untuk mengulang waktu. Hal pertama yang mau kamu ubah apa?" "Tidak pernah bertemu dengan suamiku!" Ita diberi kesempatan oleh sang waktu untuk menulis kembali hidupnya. Namun, siapa yang me...