31. Dinding Pembatas

6.1K 430 31
                                    

Sesuatu menyentuh di area 'itu'. Ita menundukan kepala dan melihat ke bawah. Tepatnya ke arah tangan besar Raga menepi.

"ARGHH!!" pekik Ita sembari melepaskan diri.

"Dasar mesum!"

"Ha? Maksud mu?" sahut Raga gagal paham.

"Bapak pikir kemana tangan Bapak mendarat tadi?" ucap Ita seraya menutupi dadanya.

Raga yang sadar pun spontan berbalik. Ia tidak bisa mengontrol wajah merahnya.

"Ma-maaf. A-aku nggak bermaksud.... emh... itu.... anu, aku beneran nggak bermaksud mesum. A-aku cuma ingin menolong...." rancau Raga.

Keadaan menjadi hening. Semburat malu itu masih terlihat jelas. Walau disembunyikan masih terlihat telinga Raga tampak memerah.

"Mph...." Ita berusaha tenang. Jangan sampai tawanya terdengar.

Situasi ini adalah hal baru. Melihat Raga blushing merupakan hal yang tidak pernah Ita sangka-sangka.

"Ehem.... minta maaf!" ucap Ita setelah menetralkan diri.

"Maaf," sahut Raga cepat dengan raut panik.

Tidak bisa! Ini terlalu lucu untuk ditahan!

"Mph.... hahahaha.... aduh.... Bapak.... haha.... muka Bapak aneh banget.... Haha," tawa Ita terpingkal sambil memegangi perut. Sedangkan Raga tidak bergeming dari tempat semula.

"Ka-kamu udah nggak marah?"

"Ha? Hihi... nggak, dari awal aku nggak marah kok. Tadi cuma reflek aja. Aku nggak semarah itu sampai buat muka Bapak panik kayak git... Mph.... Hahaha...."

Raga menaikan satu alis. "Baiklah, lebih baik kamu diam dari pada ku buat tidur di luar!" ucap Raga kembali ke mode angkuh.

"Oke... oke.... ah, beruntungnya. Baru kali ini saya liat muka Bapak yang panik campur malu. Hehe."

"Lupakan saja!"

"Kenapa? Ini kan limited edition. Jarang-jarang Bapak blushing kayak tadi."

Raga melengos dan mendaratkan diri ke sofa. "Gimana kamar mu? Nyaman?" ucapnya merubah topik pembicaraan.

"Humm, nyaman kok."

"Kalau takut kamu bisa tidur sama Bu Risa," penjaga rumah ini

"Aku bukan anak kecil ya!"

"Hemm, tapi di samping kamar mu ada pohon mangga. Kalau kamu buka hordennya kamu bisa liat pucuknya."

Ita terlonjak. Maksud ucapan Raga apa sih? Mau menakuti?

"Mau tukaran?" tawar Raga. Detik itu juga Ita dibuat terkejut dengan sikap hangat Raga.

"Nggak usah. Aku berani kok."

"Hemm, baiklah," Raga bangkit. "Good night," ucapnya saat melewati Ita.

"Anu...." sahut Ita. Tanpa sadar tangannya berhasil meraih ujung baju Raga.

"Ma-makasih untuk hari ini."

Selain detak jam mungkin ada detak lain yang menggema di ruang itu. Entahlah! Ita tidak bisa mengontrol detak jantungnya sendiri.

"Wah, udah jam sebelas. Harus tidur! Harus tidur!" ucap Ita sambil berlalu pergi.

Raga mengawasi punggung kecil itu. Tangannya tanpa sadar menepi ke tempat di mana tubuhnya mengalami kejanggalan.

Ya, jantung! Raga menepikan tangan ke dada. Memastikan detaknya yang terlampau cepat tidak seperti biasa. Sejurus kemudian sudut bibirnya tertarik. Menciptakan senyum paling indah yang tidak pernah ia tunjukan kepada siapa pun.

AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang