19. Serupa Tapi Berbeda

6.2K 569 10
                                    

Sebuah fakta bahwa Ita maupun Hesa tidak memberi tahu identitas korban kecelakaan pada malam itu. Akan runyam jadinya. Pikir Ita.

"Nggak mau! Papa sendiri aja!" Ita langsung keluar dari mobil tanpa tau di sisi kirinya ada mobil yang akan parkir. Alhasil Ita mendapat klakson melengking dari si pemilik.

Haris buru-buru keluar dan mengatasi masalah. Permohonan maaf sudah jelas Haris ucapkan karena perilaku sembrono anaknya.

"Mau kemana kamu?" tanya Haris melihat gerak-gerik Ita yang mau kabur.

"Pa. Aku nggak mau ketemu si Raga itu. Lagian dia kan teman Papa. Kenapa aku harus ikut juga sih?! Aku mending tunggu di mobil aja."

Haris memandang datar. "Kamu yakin nggak mau minta maaf?"

"Untuk?"

Haris tampak meraup wajahnya. Sejak kapan anaknya jadi pembohong? "Bukannya kamu yang menyebabkan kecelakaan itu?"

"Apa? Kata siapa?" sulut Ita dengan nada tak terima.

"Kamera CCTV jalan dan pengakuan dari wakil direktur H Group. Kamu ada di rumah sakit ini sampai beliau datang kan?"

"Pa! Aku juga korban. Dia yang nyelonong terobos lampu merah. Kenapa jadi salah ku?"

"Intinya kamu juga terlibat. Ayo ikut Papa untuk minta maaf!" Haris meraih tangan Ita.

"Nggak! Ini bukan salah ku! Kalau ada yang harus minta maaf. Harusnya dia!" berontak Ita melepaskan genggaman tangan Haris.

"ITA!" bentak Haris.

Beginilah Papanya. Ketika sudah meyakinkan sesuatu. Tidak ada yang bisa menggoyahkannya. Bahkan anaknya sendiri pun.

"Pa! Mereka memang investor Papa. Tapi jangan tumbalin anak untuk cari muka depan mereka!"

PLAK!

Ita memegangi pipinya. Rasa nyeri menjalar bersamaan bekas kemerahan muncul.

Dengan mulut menganga dan rembasan air mata yang timbul. Ita menyadari satu hal, Papanya adalah orang sama yang sudah menjual Ita di masa depan. Bodoh sekali Ita terlena hanya karena sedikit adegan harmonis!

"Cuma minta maaf kan? Oke!"

Ita memunggungi Haris untuk pergi ke bilik Raga. Langkahnya tegas dengan jejak air mata terlihat jelas.

"Kamu...." sambut Reon yang tengah menjaga Raga.

Ita melirik sekilas ke Raga yang tengah tertidur. Kemudian fokusnya kembali ke Reon. "Maaf Kak sudah mengganggu waktunya. Saya kesini mau minta maaf."

Reon mengernyitkan alis. "Untuk?"

Bersamaan dengan pintu terbuka, Ita menoleh dan menatap tajam sosok Haris di sana. "Karena mungkin saja aku yang menyebabkan kecelakaan ini."

"Ah.... tidak perlu sampai minta maaf. Olah TKP udah keluar. Polisi menyatakan ini kecelakaan tunggal."

"Sy-syukurlah.... saya khawatir anak saya juga terlibat atas kondisi Pak Raga," saut Haris kikuk.

Mereka menghabiskan waktu untuk ngobrol sejenak sebelum Haris berpamitan pulang. Sedangkan Ita menatap sendu wajah Raga.

"Lihatlah, dia bahkan nggak mampu buka matanya sendiri," gumam Ita.

"Ita, ayo pulang," saut suara bariton.

Ita beranjak sebelum menatap kasihan wajah Raga sejenak. Ia tidak bisa melakukan apapun dengan hal ini.

^^^^^^

Ita memperhatikan Papanya yang mondar-mandir sambil memegangi handphone. Sudah Ita duga, mulai dari sini masalah perusahaan datang.

AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang