23. Si Angkuh

5.6K 504 7
                                    

"Maksudnya Pak?!" tanya Ita tersulut. Bagaimana pun juga ia tidak tau perjuangan Ita untuk sampai di tempat ini.

Sialan! Baru saja Ita kena sindirian di hari pertamanya kerja. Raga mengarahkan handphone ke arah Ita dan sedetik kemudian terdengar bunyi kamera.

"Ihh! Bapak foto saya?!"

"Coba lihat penampilan mu!" titah Raga.

Ita mendekat dan melihat potret dirinya. Sejurus kemudian ia terbelalak.

Atasan seragam SMA lalu bawahan rok hitam selutut. Rambut acak-acakan dan sendal rumah? OMG! Ita benar-benar kacau!

"Lho ta-tadi kayaknya aku pakai baju putih. Kok jadi seragam SMA sih?"

"Mungkin mata mu perlu diperiksakan!" tandas Raga tajam.

Ita melirik sinis. Apa benar Raga se-menyebalkan ini jika di kantor?!

"Maaf ya Pak. Gini-gini saya baru lulus SMA. Bagi ku berangkat pagi itu sama kayak berangkat sekolah. Jadi wajar kalau masih kebawa masa SMA."

"Kayaknya cuma kamu yang punya pemikiran seperti itu! Kami juga punya anak magang lulusan SMA. Dan mereka dengan kesadaran penuh ke kantor pakai pakaian rapih."

Sudahlah! Mengalah saja! Ia tidak ingin paginya diisi oleh perdebatan tidak berguna. "Maaf! Saya akan perbaiki untuk ke depannya. Lagian ini pengalaman pertama saya jadi karyawan disin-"

"Karyawan?" Raga nampak berpikir sejenak, "apa saya menjanjikan posisi karyawan sebelumnya?"

"Ha? Emang bukan ya?"

"Ah, saya lupa. Kamu kan belum punya Ijazah SMA apalagi pengalaman."

Jemari Raga bertaut. Tatapan dingin ia berikan pada Ita, "biar saya jelaskan. Posisi yang saya tawarkan karena belas kasihan itu sebagai asisten pribadi. Sebelumnya jabatan itu tidak pernah ada dalam struktur perusahaan. Jadi bisa dibilang ini permintaan saya pribadi. Gampangnya bilang. Saya membutuhkan pembantu dari pada karyawan."

Putus sudah urat kesabaran Ita, "Oh! Kalau gitu kenapa anda jadikan saya sebagai syarat kontrak kerja padahal anda tau saya nggak punya pengalaman. Dan lebih dari apapun kontrak kerja dengan jumlah investasi jutaan dollar itu kelihatannya lebih mahal dari harga sewa pembantu di luar sana! Dan asal anda tau. Saya nggak pernah mau dijadikan jaminan kontrak kerja kayak gini!"

"Biar saya luruskan. Saya nggak pernah paksa kamu untuk menerima tawaran ini. Saya hanya menawarkan saja."

"Oh ya? Yang namanya tawaran itu ada dua pilihan. Terima atau tolak. Seingat saya di kontrak kerja itu anda memojokan Papa supaya menyetujui semua syaratnya!"

"Itu hanya-"

"ITAAA!!" panggilan seseorang menghentikan perseteruan mereka. Keduanya kompak menoleh ke sumber suara.

"Aku nggak nyangka kita bakal ketemu lagi di sini," suara familiar yang tempo hari berusaha mengakhiri hidup itu terdengar lebih bersemangat.

Sera menghambur ke pelukan Ita, "aku seneng banget waktu Paman bilang kamu bakal kerja di sini."

Ita melirik horor ke Raga. Jadi ini sebabnya? Lalu menguap kemana ucapan penolakan tadi? Seolah di sini Ita yang mengemis pekerjaan. Padahal Raga sendiri yang membutuhkan Ita untuk menemani Sera.

AFTER ENDING (TERSEDIA EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang