| 8. Awal Kebencian

5.2K 387 1
                                    

Aisyah pulang dengan wajah yang tampak kelelahan, kantung matanya menghitam karena dia tidak bisa tidur nyenyak selama camping. Belum lagi haiking menaiki bukit yang membuat tubuhnya kelelahan. Di malam terakhir bahkan tenda yang mereka tempati di terjang hujan angin yang membuat semua siswa harus tidur di bangunan yang sudah tidak terpakai.

"Assalamu'alaikum Ummii..." Aisyah masuk ke dalam rumah seraya menyeret ransel, membanting dirinya di atas sofa kemudian memejamkan mata.

Tak lama Ummi datang bersama Conet yang mengekor di belakangnya.

"Waalaikumsalam, udah pulang sayang? Gimana acaranya?" Ummi duduk di samping Aisyah.

"Capek Ummi, nggak bisa tidur disana. Aduh Conet hahaha..." Aisyah terkekeh geli karena Conet menjilat jilat wajahnya. Tubuh Conet yang dulu tampak ringkih dan sangat kecil kini perlahan sudah menggendut.

"Mandi dulu Sya, nanti bisa tidur lagi." Aisyah mengangguk, setuju dengan ucapan Ummi. Tubuhnya memang sangat lengket karena tidak mandi beberapa hari.

Aisyah pun naik ke kamar dan memutuskan untuk berendam air hangat, dia juga akan keramas demi membersihkan kotoran sampai ke sela sela.

Saat keluar dari kamar mandi, Aisyah melihat langit sudah mendung lagi. Dia bergegas memakai pakaian hangat dan juga kaos kaki. Setelah mengeringkan rambut Aisyah memilih berbaring di atas ranjang sambil bermain ponsel.

Kak Juno:
Jaketnya jangan lupa dicuci.

Aisyah membaca pesan dari Juno, saat malam terakhir kemarin Juno memang meminjamkan jaketnya pada Aisyah.

Iyaaaa Kak Juno, makasih udah minjemin jaketnya buat Aisyah..

Kak Juno:
Hm.

"Ck, dingin banget," cibir Aisyah saat membaca balasan Juno.

FYI, saat MOS dulu Aisyah sempat naksir Juno karena di mata Aisyah Juno itu sangat tampan. Walau dingin tapi Juno lah yang paling perhatian setiap ada siswa yang sakit atau butuh bantuan. Tubuhnya juga tinggi sampai Aisyah hanya setinggi dadanya saja.

Kalau Azzam tau fakta ini, kira-kira dia akan marah tidak ya?

Karena terlalu nyaman dalam kehangatan selimut Aisyah pun tertidur, apalagi tak lama setelah itu hujan turun. Jadilah tidur Aisyah semakin nyenyak.

Aisyah baru bangun sekitar pukul 10 malam, mungkin Umi sengaja tidak membangunkannya karena Aisyah memang masih haid. Sayup sayup terdengar suara tangis dari luar, sempat Aisyah berfikir itu adalah hantu yang waktu itu pernah nongkrong di bawah pohon mangga. Namun tangisan itu semakin kencang di sertai beberapa teriakan.

Karena khawatir Aisyah langsung turun ke bawah, pintu rumah masih terbuka dan yang menangis tadi adalah Umi. Abah tampak sedang menenangkan istrinya, tapi.. siapa perempuan di ambang pintu itu?

Dengan cepat Aisyah menghampiri sang Ummi.

"Ummi kenapa nangis? Ada apa ini Bah?" Aisyah membawa Umi dalam pelukannya, orang yang paling Aisyah sayangi itu sudah tampak lemas.

"Abahmu membawa istri keduanya Aisyah.." lirih Ummi begitu lemah, Aisyah menelan ludahnya susah payah. Jika ini mimpi siapapun tolong bantu Aisyah untuk bangun sekarang juga.

Aisyah memberanikan diri menatap wanita yang masih berdiri di ambang pintu, wanita itu tampak menunduk sambil berderai air mata, ada anak kecil sekitar umur 5 tahun dalam gendongannya.

Setelah itu Aisyah beralih menatap Salman, lelaki itu tampak kalut. Beberapa kali tangannya mengusap wajah seakan merasa bersalah dengan apa yang sudah dia perbuat.

"Aisyah, dengerin Abah dulu Nak.."

"Siapa dia Bah?" Aisyah bangkit, wajahnya yang biasa ceria dan begitu kekanakan kini berubah menjadi dingin dan penuh amarah.

"Abah tidak punya pilihan lain, Umma sudah tidak punya tempat tinggal lagi Sya.." Aisyah terkekeh seakan ucapan Salman adalah lelucon paling lucu yang pernah dia dengar.

"Siapa yang Abah panggil Umma?" tanyanya dengan nada mengejek.

"SIAPA YANG NYURUH PEREMPUAN INI TINGGAL DI SINI BAH!!" Aisyah sudah tidak tahan lagi, ini pertama kalinya Aisyah bicara dengan nada tinggi pada Salman.

"Sejak kapan Abah menikah lagi?"

"Apa Ummi dan Aisyah aja nggak cukup buat Abah?"

"Abah akan jelaskan semuanya, tapi Abah mohon bicarakan ini dengan kepala yang dingin."

"Hahaha, kepala dingin? Kepala Aisyah udah mendidih Bah, Aisyah mual liat muka Abah."

"Aisyah, jaga bicaramu Nak..."

"Ummii.." Aisyah bersimpuh di samping Umi nya.

"Abah udah nyakitin Umi, kenapa Ummi masih baik sama dia? Aisyah nggak rela kalo Ummi disakitin."

"Bagaimanapun juga dia Abah kamu sayang.."

"NGGAK!!"

"Aisyah nggak mau punya Abah kaya dia."

"Aisyah, ini rumah Abah, dan Abah berhak bawa istri Abah untuk tinggal disini. Suka tidak suka, Umma akan tetap tinggal disini.." Aisyah memegangi dadanya yang terasa begitu sakit, mendengar ucapan itu keluar sendiri dari mulut Salman membuat air mata Aisyah tidak bisa dibendung lagi.

Abah, sosok yang begitu Aisyah hormati. Yang selalu mengajarkan Aisyah untuk berbuat baik, kini tak ubahnya hanya seorang penghianat.

Aisyah tidak bicara apa-apa lagi, dia memapah Ummi untuk masuk ke dalam kamar. Berjanji pada Ummi bahwa semuanya akan baik-baik saja, semoga benar ini hanyalah mimpi buruk yang akan sirna begitu dia bangun besok pagi.

Setelah memastikan Ummi sudah tertidur, Aisyah kembali ke kamarnya sendiri. Tubuh Aisyah luruh ke lantai begitu pintu terkunci, tangisnya kembali pecah dan kali ini terasa ribuan kali lebih sakit.

Gadis itu berjalan menuju cermin, jilbab yang biasanya dia gunakan untuk menutup aurat ditanggalkan. Dulu Aisyah mau memakai jilbab karena tidak ingin Abah masuk ke dalam neraka, tapi sekarang sepertinya Aisyah akan lebih senang jika orang itu masuk ke sana.

.

.

.

.

Paginya Aisyah bangun dengan keadaan berantakan, kepalanya pusing karena terlalu lama menangis. Aisyah turun dan menemukan wanita yang semalam sedang memasak di dapur, Aisyah bertingkah seolah tidak melihatnya. Gadis itu mengambil air kemudian meminumnya.

"Kalo jadi pelakor paling nggak tau diri dikit lah, nggak punya malu amat numpang di rumah istri sah.." sindir Aisyah yang berhasil membuat wanita di depannya menunduk.

"Ck, selain masak bersihin juga rumah ini. Biar Ummi nggak capek lagi, kan udah ada PEMBANTU!"

Aisyah kembali lagi ke kamarnya untuk mandi, hari ini dia tidak berangkat sekolah. Ada hal lain yang ingin Aisyah lakukan.

Jika kalian bertanya apa Aisyah sedih, tentu saja Aisyah sedih. Tapi entah kenapa amarah jauh lebih menguasai dirinya, Aisyah yang pada dasarnya punya mulut pedas kini kembali ke sifat yang dulu. Sifat sebelum Abah berhasil menasehatinya.

Bahkan melihat Ummi yang terlalu lemah membuat Aisyah muak, itulah sebabnya Aisyah ingin membalas apa yang seharusnya Ummi lakukan.

Aisyah turun dengan penampilan yang sangat jauh berbeda dengan sebelumnya, gadis itu memakai celana jins dengan atasan crop dan rambut dikuncir kuda. Siapapun yang melihat Aisyah hari ini pasti tidak akan mengenali gadis itu lagi, sudah tidak ada Aisyah yang polos dengan wajah seperti bayi.

"Astaghfirullah Aisyah, apa-apaan pakaian kamu itu.." Aisyah memandang remeh Salman yang sedang duduk di meja makan, bahkan sudah ada Ummi juga disana. Entah apa yang sudah lelaki tua itu katakan pada sang Ummi sampai Ummi bisa luluh kembali.

Aisyah memilih untuk mengabaikan entitas 3 orang disana, gadis itu berlalu keluar dari rumah dan pergi entah kemana.


To be continued

Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang