Aisyah murung, dia yang biasanya tidak bisa diam kini hanya duduk di depan TV tanpa melakukan apapun. Padahal TV sedang menampilkan acara komedi, tapi Aisyah sama sekali tidak tertawa. Bunda yang sejak tadi duduk di sampingnya juga hanya memperhatikan tanpa berniat menegur.
Bunda tau, Aisyah begini pasti karena baru saja mendapat telefon dari Ummi nya.
Iya, Ummi tidak jadi pulang malam ini karena Nenek harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya yang semakin parah. Dan itu membuat Aisyah sangat sedih.
"Ekhem, Bunda kayaknya masih punya puding mangga di kulkas. Aisyah mau nggak?" ucap Bunda berusaha mencairkan suasana.
"Aisyah mau bobo aja Bun," jawab gadis itu kemudian berdiri, dia berjalan melewati Bunda dan Azzam menuju kamar tamu.
Tak lama setelah pintu kamar tertutup suara tangisan terdengar begitu keras, Azzam dan Bunda saling melirik sebelum keduanya bergegas menyusul.
Betapa terkejutnya Bunda saat mendapati Aisyah sedang meringkuk di atas lantai sambil berderai air mata. Azzam yang melihat itu hanya bisa menatap heran, untuk apa Aisyah bersembunyi di dalam kamar kalau suara tangisannya saja mengalahkan suara toa di masjid.
"Aisyah..." Bunda langsung membawa Aisyah ke pelukannya, gadis itu sudah sesenggukan, mungkin karena tadi menahan tangis cukup lama.
"Cup cup, Aisyah jangan nangis ya sayang. Bunda yakin Nenek Aisyah pasti baik-baik aja. Kita berdoa sama-sama ya..." ujar Bunda menenangkan, tangannya tidak berhenti mengusap punggung Aisyah.
"Bobonya di kamar Bunda aja ya," setelah lebih tenang Bunda membantu Aisyah berdiri, kemudian menuntunnya menuju kamar.
Hanya kurang beberapa langkah lagi, Aisyah berhenti. "Conet nya diajak ya Bun..." Bunda meringis, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain mengangguk.
Bunda memandang wajah Aisyah yang kini sudah lelap tertidur, keberadaan Aisyah mengobati keinginannya untuk memiliki anak perempuan.
Kedekatan Aisyah dengan Azzam juga sering membuatnya berpikir perihal perjodohan, melihat pribadi Aisyah yang ceria dan selalu membuat tawa sepertinya akan cocok untuk mewarnai hidup Azzam yang terkesan monoton dan terlalu lempeng. Walaupun Bunda juga belum tau apa Azzam memiliki perasaan lebih atau hanya menganggap Aisyah sebagai teman dan adiknya sendiri.
Setelah Aisyah benar-benar lelap Bunda turun ke bawah untuk melihat Azzam, Bunda tersenyum saat melihat Azzam sedang mengaji. Sudah menjadi rutinitas Azzam setiap menunggu Ayahnya pulang, dia pasti akan mengaji setelah menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya.
"Ayah belum pulang Mas?" Bunda ikut duduk di samping Azzam.
"Belum Bun, mungkin lembur."
"Yaudah kamu tidur aja gih, besok kan sekolah. Ayah juga bawa kunci kok..."
"Tapi Bunda juga tidur yah."
"Iya sayang, ini Bunda mau ke kamar lagi nemenin Aisyah."
"Kalo Bunda tidur sama Aisyah nanti Ayah tidur dimana?"
"Mungkin di kamar kamu? atau di kamar tamu?" Azzam mengangguk paham, setelah menutup mushaf Al Quran nya Azzam pun bergegas masuk ke dalam kamar. Sengaja pintunya tidak dikunci karena takut Ayah ingin tidur di kamarnya.
Paginya Aisyah bangun kesiangan, itu karena dia tidur lagi setelah sholat subuh. Azzam bahkan sudah berangkat sekolah lebih dulu. Yang membuat Aisyah semakin bingung adalah, dia tidak membawa seragam ganti dan juga buku untuk jadwal hari ini.
Aisyah mencari Bunda sampai ke lantai bawah, tapi tidak ada siapa-siapa di rumah. Akhirnya Aisyah nekat berangkat mengenakan pakaian biasa juga buku seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Terindah
Ficción General"Ummi punya satu permintaan, Aisyah mau kabulkan?" "Apapun akan Aisyah lakukan asal Ummi bahagia.." Aisyah membawa tangan Danira untuk dia kecup. "Menikahlah dengan Azzam Nak.." "Iya, Aisyah pasti menikah sama Mas Azzam. Aisyah janji.." Danira te...