"Masih ngerjain tugas Mas?" Aisyah menghampiri Azzam yang masih sibuk dengan laptopnya, gadis itu membawakan segelas kopi dan sepotong kue yang tadi dia buat bersama Amira.
"Enggak, ini lagi ngecek pengeluaran kafe. Makasih sayang..." Azzam meraih cangkir yang disodorkan Aisyah, menyesap cairan pahit itu dengan nikmat sebelum memutuskan untuk menutup laptop dan beralih pada sang istri yang wajahnya tampak cemberut.
"Kenapa?" Pria itu membawa istrinya untuk mendekat, Aisyah terpaksa meletakkan piring berisi kue yang dibawanya di atas nakas.
Aisyah menggeleng pelan, "Nggak papa..."
"Kenapa sii? Aduh kalo cemberut pipinya jadi mau tumpah itu..."
"Aisyah mau minta maaf..." lirih Aisyah yang kini malah menunduk, kedua tangannya saling bertaut seakan ada sesuatu yang mengganjal hatinya.
"Minta maaf kenapa?"
"Kita udah 3 bulan nikah, tapi Mas Azzam masih belum dapet hak sebagai suami..."
"Udah kok. Kamu masakin Mas, ngurusin Mas, nemenin Mas tidur, mijitin Mas kadang-kadang. Terus apa lagi yang--"
"Aisyah tau Mas Azzam paham apa yang Aisyah maksud."
"Bunda juga tadi nanyain apa Aisyah udah hamil atau belum..."
"Sayang... Kamu nggak harus dengerin omongan Bunda, kamu punya hak penuh atas badan kamu sendiri. Mas ikhlas kalo harus nunggu kamu siap dulu."
Ini, sikap Azzam yang seperti ini yang malah membuat Aisyah semakin merasa bersalah. Azzam sudah berusaha untuk menjadi suami yang sangat baik bagi Aisyah, tapi Aisyah sama sekali belum memberikan apa-apa untuk suaminya itu.
"A-aisyah udah siap."
"Maksud kamu?"
"Aisyah siap kalo harus nglakuin 'itu' sama Mas Azzam..."
"Sya.."
"Ayo Mas, Mas Azzam harus minta hak yang harusnya Mas Azzam dapetin..." Azzam terkejut saat Aisyah tiba-tiba melompat sampai keduanya jatuh ke atas ranjang, gadis itu duduk di atas perut Azzam dengan kedua tangan bertumpu di atas dada.
Ingatkan Aisyah bahwa sekarang dia hanya memakai piyama transparan berwarna salmon yang mencetak jelas pakaian dalam yang dia kenakan.
"A-aisyah, apa yang kamu lakuin?"
"Kalo Mas Azzam nggak mau mulai biar Aisyah aja yang mulai!!" serunya dengan kedua mata tertutup rapat, sebenarnya Aisyah sangat malu dengan apa yang dia lakukan sekarang. Tapi kalau dirinya tidak nekat, hal 'itu' tidak akan pernah terjadi.
"O ya? Emang bisa?" Aisyah tersentak saat suara berat Azzam mengalun, gadis itu memberanikan diri untuk membuka mata. Dan kini dia menyesal karena telah membangunkan singa yang sedang tidur.
Azzam berbaring dengan kedua tangan berada di belakang kepala, matanya menelisik seluruh tubuh sang istri yang kini masih berada di atasnya, tidak lupa senyuman miring yang telak membuat tubuh Aisyah merinding.
"Coba, Mas mau liat..." Aisyah tergagap, dia tidak tau harus berbuat apa. Wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.
"A-anu..."
"Katanya mau mulai?" ledek Azzam yang membuat Aisyah semakin malu.
"Kok diem?"
"Ishh nyebelin banget si!!" Aisyah langsung turun dari perut Azzam dengan kasar, dia sungguh malu karena rencananya tidak berhasil. Azzam sama sekali tidak peka, mana bisa Aisyah memulai lebih dulu.
Gadis itu kembali duduk di tepi ranjang. Azzam terkekeh melihat tingkah istrinya itu.
"Kok turun lagi?" tanyanya seraya berusaha meraih lengan Aisyah, tapi gadis itu sudah menepis nya lebih dulu.
"Jangan pegang-pegang!!"
"Loh kok marah?"
"Mas Azzam sengaja kan mau bikin malu Aisyah? hikss..."
"Biar Aisyah keliatan cewek murahan karena ngajak mulai duluan?"
"Aisyah tuh bingung harus gimana. Aisyah belum siap tapi Mas Azzam nggak pernah punya inisiatif buat meyakinkan Aisyah. Aisyah udah siap tapi Mas Azzam nggak mau peka dan malah bersikap sok polos. Aisyah tuh bingung harus gimana? Aisyah juga tau kalo Bunda mohon-mohon supaya Mas Azzam bujuk Aisyah biar Aisyah mau hamil. Aisyah denger semuanya!"
Dengan sekali tarik Azzam berhasil membawa Aisyah ke dalam pelukannya, "Maaf..."
"Maaf udah bikin kamu berfikir kayak gitu. Tapi Demi Allah Mas nggak pernah bermaksud untuk menyakiti kamu Aisyah..."
"Mas cuma mau menghargai keputusan kamu karna katanya kamu belum siap untuk punya anak..."
"Kalo kamu berfikir selama ini Mas baik-baik aja kamu salah, Mas setengah mati nahan keinginan itu supaya kamu nggak trauma..."
"Mas juga laki-laki normal Aisyah, Mas bukan nggak punya inisiatif. Tapi Mas terlalu sayang sama kamu sampe Mas nggak mau bikin kamu terluka..." Azzam menunduk, ditangkupnya pipi Aisyah dengan lembut. Kemudian detik berikutnya bibir mereka sudah bertemu, cukup lama Azzam menyesap bibir istrinya. Merasakan aroma strawberry yang selalu membuatnya melayang.
"Kamu yakin mau nglakuin itu?"
Aisyah mengangguk dengan yakin, "Aisyah yakin..."
Azzam tersenyum, dikecupnya kening Aisyah dengan lembut.
"Ayo sholat dulu..."
"Gendong..."
.
.
.
.
Aisyah memperhatikan Azzam yang sejak tadi sibuk melakukan ini itu. Gadis itu kini sedang duduk di atas sofa sembari memakan makanan ringan.
Sebagai suami yang bertanggungjawab, sejak pagi Azzam sudah mengurus Aisyah dengan baik. Mulai dari membantunya mandi, mencuci sprei, mencuci baju, sampai menyiapkan makanan.
Padahal Aisyah sudah bilang kalau dirinya baik-baik saja, tapi tetap saja Azzam takut jika Aisyah merasa sakit.
"Nanti siang mau makan apa sayang?" tanya Azzam dengan tangan yang masih sibuk mengelap meja di ruang keluarga.
Aisyah tampak berfikir sejenak, "Aisyah pengen soto ayam deh Mas..."
"Soto ayam?" tanya Azzam lagi untuk memastikan.
Aisyah mengangguk, "Iya, kayaknya seger banget..."
"Oke, mau pesen aja atau kita makan di tempatnya langsung?"
"Pesen aja, soalnya Aisyah males keluar..." balasnya disertai cengiran.
Seharian penuh Aisyah dan Azzam hanya menghabiskan waktu di rumah. Azzam menolak pergi ke kafe karena tidak ingin meninggalkan Aisyah sendiri.
Mereka menghabiskan waktu dengan menonton film dan merawat taman bunga yang ada di halaman belakang.
Aisyah juga berniat menanam beberapa pohon buah dan sayur agar dia bisa menghabiskan waktu dengan berkebun.
"Kamu beneran udah nggak sakit sayang?" tanya Azzam yang khawatir karena sejak tadi Aisyah tidak berhenti bergerak. Gadis itu sibuk memindahkan tanaman bunga yang sudah besar dari plastik ke dalam tanah.
"Enggak Mas Azzam, Aisyah nggak papa kok..." balas gadis itu menenangkan, sungguh sejak tadi dia dibuat risih dengan tatapan Azzam.
"Beneran? Kamu jangan bohong loh ya..."
"Tau ah, Aisyah capek ngomong sama Mas Azzam. Dari tadi nggak percaya terus..." kesal Aisyah yang pada akhirnya memilih untuk kembali sibuk dengan kegiatannya. Mau tidak mau Azzam pun ikut membantu.
Keduanya tampak asik sampai tidak sadar hari sudah menjelang sore dan pakaian mereka sudah penuh dengan tanah. Apalagi tangan dan kuku Aisyah yang semuanya berubah menjadi warna cokelat.
To be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Terindah
Fiksi Umum"Ummi punya satu permintaan, Aisyah mau kabulkan?" "Apapun akan Aisyah lakukan asal Ummi bahagia.." Aisyah membawa tangan Danira untuk dia kecup. "Menikahlah dengan Azzam Nak.." "Iya, Aisyah pasti menikah sama Mas Azzam. Aisyah janji.." Danira te...