Aisyah duduk di sofa setelah berganti pakaian dengan milik Juno, celana training dan kaos putih polos yang seketika menjadi oversize saat dikenakan gadis itu. Tubuhnya dikelilingi selimut tebal sedangkan kedua tangannya membawa secangkir teh manis hangat.
Azzam dan Juno masih mandi dan sekarang Aisyah hanya sendirian di ruang tamu.
Tadi ada Sinta juga yang merupakan Mama dari Juno, tapi wanita parubaya itu pamit ke dapur karena ingin membuat camilan.
Aisyah menyesap minuman di tangannya dengan nikmat, kemudian memilih bergelung di dalam selimut sampai tubuhnya tidak terlihat.
Baru saja matanya ingin terpejam, seseorang lebih dulu mengambil duduk di samping Aisyah. Gadis itu kembali bangun dan menemukan Juno duduk disana dengan tangan membawa hairdryer.
"Rambut lo masih basah, kalo langsung tidur bisa pusing.."
"Sini." Juno membawa tubuh Aisyah mendekat, kemudian membalik nya agar membelakangi cowok itu.
Aisyah bergidik merasakan ada angin hangat yang menyentuh tengkuknya, tapi itu berhasil membuat Aisyah merasa nyaman. Juno sangat telaten mengeringkan rambut Aisyah, tangannya begitu lihai seakan sudah biasa melakukan itu.
Lagipula rambut Aisyah juga pendek jadi tidak perlu banyak waktu untuk mengeringkan nya.
"Ekhem.." keduanya tersentak saat Sinta datang dari arah dapur, Aisyah beringsut menjauh dan semakin menenggelamkan tubuhnya dalam selimut.
"Mesra banget si anak muda.."
"Apa si Mah, Aisyah nya malu tuh." Sinta terkekeh kemudian duduk di sebelah Aisyah.
"Ini pisang gorengnya dimakan dulu sayang.."
"Makasih Tante, Aisyah cicipin ya." Sinta mengangguk, Aisyah mengambil satu buah pisang goreng yang masih hangat kemudian memakannya dengan lahap.
Matanya berbinar saat rasa pisang goreng buatan Mama Juno begitu lezat, pisangnya yang manis dan adonan tepung yang gurih dan sedikit asin menjadi perpaduan sempurna. Apalagi dia memakannya saat cuaca sedang hujan begini.
Tak lama Azzam juga ikut menyusul untuk berkumpul di ruang tamu. Mereka menikmati beberapa makanan yang disediakan sembari bercerita. Ketiga remaja itu tampak serius mendengar kisah Sinta di masa remajanya. Sampai tidak terasa hujan perlahan mulai reda dan waktu bergulir menuju malam.
"Udah Mah, kasian Aisyah," tegur Juno saat melihat Mamanya masih mendandani Aisyah. Bagaimana tidak, kini Aisyah sudah memakai jaket yang sangat tebal ditambah syal yang melilit lehernya. Bukan hanya itu, Sinta juga memakaikan kupluk rajut berwarna putih di atas kepala Aisyah.
"Loh ini biar Aisyah nggak masuk angin Kak, gimana si," jawab Sinta tidak mau disalahkan, Juno hanya bisa menghela nafas lelah. Sedangkan Aisyah hanya tersenyum kecil walau tubuhnya kini sulit digerakkan.
"Makasih Tante, Aisyah pamit dulu ya.." Aisyah meraih tangan Sinta untuk dikecup.
"Iya sayang, sering-sering main kesini ya."
"Insya Allah Tante.."
"Azzam juga pamit Tan."
"Iya sayang, jangan ngebut loh ya. Calon menantu Tante jangan sampe lecet.." Azzam hanya bisa tersenyum kecut, sedangkan Juno diam-diam tertawa melihat wajah sahabatnya itu.
"Mas, Aisyah susah gerak.." adu Aisyah saat keduanya sudah dalam perjalanan pulang, gadis itu terpaksa memeluk pinggang Azzam karena takut terjatuh.
"Udah pegangan aja, bentar lagi juga sampe."
"Tapi anget ya Mas, untung tadi Tante Sinta maksa kita buat pake jaket tebel ini."
"Iya Sya, Alhamdulillah."
Walau sempat gerimis di pertengahan jalan, tapi akhirnya mereka berdua bisa pulang dengan selamat. Azzam mengantar Aisyah lebih dulu untuk pulang ke rumah. Namun saat keduanya masuk, rumah dalam keadaan sepi dan gelap.
Aisyah segera menyalakan lampu, memanggil-manggi Umi tapi tidak ada jawaban sama sekali. Karena takut sendirian di rumah, akhirnya Aisyah memutuskan untuk pergi ke rumah Azzam untuk sementara waktu.
"Kalian dari mana si? Bunda tadi udah masak loh buat ngrayain kelulusan Mas Azzam.." ucap Bunda dengan raut wajah sedih, Aisyah yang melihat itu langsung bergegas mendekat kemudian memeluk Bunda.
"Maaf ya Bun, ini salah Aisyah karna ngajak Mas Azzam pergi sama Kak Juno.."
"Bunda jangan sedih dong. Masakannya masih ada nggak? Sini biar Aisyah makan.."
"Bener?" Aisyah mengangguk seraya tersenyum kecil, "Bener Bun.."
"Asikk!" seru Bunda menirukan gaya Aisyah, Azzam hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sang Bunda.
Aisyah di rumah Azzam sampai malam karena Umi dan yang lain belum pulang. Kehadiran Aisyah selalu menjadi warna bagi keluarga Azzam terutama Bunda. Gadis itu sudah seperti anak kandung bagi Amira, apalagi jika sudah berkumpul bersama Fahri dan Azzam begini.
Suara ketukan pintu membuat atensi keempatnya teralihkan, Bunda bangun untuk membukanya.
Terdengar suara seseorang berbincang dari depan, kemudian tak lama Bunda masuk bersama seorang gadis.
"Mas, ada Zahra dateng.." teriak Bunda dari ruang tamu, Azzam yang mendengar itu bergegas bangun untuk menyusul Amira. Sedangkan Aisyah dan Fahri tampak asik bersenda gurau.
Begitulah Fahri, jika saat bersama Azzam sikapnya cenderung lebih pendiam dan dingin, saat bersama Aisyah sikap itu bisa berubah 180 derajat.
Zahra duduk menghadap Azzam dan juga Amira yang menemani putranya.
"Ada apa Ra?"
"Eung, aku cuma mau balikin buku yang pernah aku pinjem sama kamu." Zahra menyerahkan sebuah buku bersampul cokelat muda, buku tentang sains dan alam semesta.
Azzam menerimanya sembari mengangguk.
"Makasih ya, maaf aku balikinnya lama."
"Nggak papa, lagian aku juga udah selesai baca."
"Tante bikinin minum dulu ya.." pamit Amira pada dua remaja itu.
"Aku juga izin naro ini dulu ke kamar," susul Azzam yang hanya dibalas anggukan oleh Zahra.
Tak sengaja mata Zahra melihat sosok Aisyah yang sedang tertawa bersama Fahri, dan tentu saja dia tau bahwa Fahri adalah Ayah dari Azzam.
Melihat bagaimana kedekatan dua orang itu membuat Zahra seketika merasa iri. Aisyah begitu beruntung karena tidak perlu usaha lebih untuk bisa dekat dengan orang tua Azzam. Sedangkan dirinya? Sekuat apapun dia berusaha mencari perhatian Azzam, cowok itu sama sekali tidak peka.
"Silahkan diminum sayang.." Amira datang membawa nampan berisi teh hangat dan beberapa kue.
"Terimakasih Tante.."
"Kamu kesini sama siapa?"
"Sendiri Tante."
"Udah malem loh bahaya, nanti pulangnya biar dianter sama Azzam aja ya?" Zahra tersenyum kecil, hatinya menghangat.
"Takut ngrepotin Tante.."
"Loh enggak, nanti biar Tante yang bilang. Tante yang takut kamu kenapa napa, jaman sekarang bahaya kalo cewek pulang malem sendirian."
"Kenapa Bun?" Azzam datang untuk kembali bergabung bersama Amira dan Zahra.
"Nanti anterin Zahra pulang Mas, kasian dia sendirian.."
"Nggak sama supir Ra?"
"Pak Yanto lagi cuti Zam, istrinya melahirkan.." Azzam mengangguk paham, sebenarnya dia tidak nyaman jika harus berdua saja dengan Zahra. Namun ucapan Bunda ada benarnya juga, dia tidak mungkin membiarkan Zahra pulang sendirian larut malam begini.
To be continued
![](https://img.wattpad.com/cover/318264419-288-k303079.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Terindah
General Fiction"Ummi punya satu permintaan, Aisyah mau kabulkan?" "Apapun akan Aisyah lakukan asal Ummi bahagia.." Aisyah membawa tangan Danira untuk dia kecup. "Menikahlah dengan Azzam Nak.." "Iya, Aisyah pasti menikah sama Mas Azzam. Aisyah janji.." Danira te...