"Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Anindyra binti Salman Hidayat dengan mas kawin tersebut tunai!" Azzam mengucap janjinya dengan lantang tanpa keraguan sedikit pun.
Bukan hanya di depan penghulu, bukan hanya di depan Salman selaku Ayah dari Aisyah, bukan hanya di depan keluarganya, tapi juga di depan jasad Ummi yang belum dikebumikan. Masih terbaring dengan kain jarik cokelat yang menutupi sekujur tubuhnya.
Kedua mempelai bingung bagaimana menggambarkan perasaan mereka saat ini. Kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak mampu menjadi obat dari pedihnya takdir yang harus Aisyah rasakan karena ditinggal separuh jiwanya.
Pernikahan ini digelar sangat jauh dari apa yang Aisyah harapkan. Jangankan tenda dan kursi resepsi, bahkan kebaya dan gaun pun tidak sanggup Aisyah kenakan. Gadis itu hanya memakai gamis sederhana dan juga jilbab panjang milik mendiang sang Ummi yang paling sering dipakai. Sedangkan Azzam hanya mengenakan baju koko, celana bahan hitam dan peci putih.
Semua masih berkabung, tamu undangan bingung harus memberi selamat atau tidak. Rasanya kurang elok memberi ucapan selamat di tengah suasana kesedihan yang masih amat terasa.
Azzam menyematkan cincin emas yang sudah Bunda siapkan di jari manis Aisyah, kemudian disambut dengan Aisyah yang mencium tangan Azzam untuk pertama kalinya sebagai seorang istri.
Azzam menangkup sisi wajah Aisyah dengan tangannya yang lebar, diusap nya pipi gadis itu yang masih basah oleh air mata, kemudian kecupan paling hangat dari bibir Azzam mendarat di kening Aisyah.
Azzam meletakkan telapak tangannya di kepala Aisyah untuk membacakan doa. Dan semua orang yang ada disana tidak bisa menahan tangis, terutama Hanni dan Amira yang merasa begitu terpukul dengan kepergian Danira.
"Semoga kebahagiaan senantiasa melingkupi kehidupan rumah tangga kalian Nak.." Salman mengecup kedua pipi Aisyah dengan sayang.
"Sayang..."
"Umma.." tangis Aisyah semakin pecah dalam dekapan Hanni, wanita itu memeluk Aisyah dengan sangat erat. Diusapnya punggung Aisyah dengan lembut untuk menenangkan.
"Anak Umma sudah jadi seorang istri sekarang, semoga Azzam bisa menjadi imam yang baik buat kamu ya sayang. Aisyah harus bahagia ya.."
"Maafin Aisyah Umma, Aisyah banyak salah sama Umma dan Naufal.."
"Umma sudah maafkan, bahkan Umma tidak pernah menganggap Aisyah punya salah sama Umma. Aisyah anak yang baik, dan Aisyah berhak untuk selalu bahagia.."
"Kak Aisyah.." kini Aisyah beralih pada Naufal yang duduk di sebelah Hanni. Anak itu mengusap pipi Aisyah dengan tangannya yang mungil.
"Kak Aisyah jangan sedih, Naufal janji akan selalu jagain Kak Aisyah sampai kapan pun.."
Keduanya berpelukan dan berhasil membuat semua orang yang ada disana terharu.
"Bundaaaa.." Amira merentangkan kedua tangannya untuk menyambut Aisyah.
"Masya Allah, sekarang Aisyah sudah jadi anak Bunda.."
"Bunda tau Bunda nggak akan bisa gantiin posisi Umi kamu sayang, tapi Bunda janji Aisyah nggak akan ngerasa sendirian."
"Makasih Bunda, makasih udah selalu baik sama Aisyah.."
.
.
.
.
Malamnya setelah jenazah Danira dikebumikan, rumah Aisyah ramai oleh orang-orang yang mengadakan tahlilan. Mulai dari tetangga, sampai kerabat jauh Salman dan Danira pun datang untuk menghantar kan doa.
Aisyah tidak ikut berkumpul di ruang tamu yang kini sudah disulap menjadi tempat duduk lesehan, gadis itu memilih bersembunyi di balik pintu karena penampilannya yang masih berantakan. Dia juga keberatan jika harus ditanya ini itu oleh para tetangganya.
"Kalo capek istirahat di kamar aja sayang.." Azzam datang kemudian memposisikan dirinya di belakang Aisyah, membawa gadis itu untuk bersandar di dada bidangnya sembari mengelus kepala Aisyah dengan sayang.
"Nggak apa-apa disini aja.." Aisyah memejamkan mata menikmati pijatan di pelipisnya.
Tubuh Aisyah semakin mengecil saat meringkuk dalam dekapan Azzam, sentuhan lelaki itu seketika berubah rasa saat keduanya sudah sah menjadi suami istri. Ada ketenangan yang Aisyah rasakan.
Azzam terpana melihat wajah polos sang istri yang tampak sangat cantik di matanya, tangannya bergerak memainkan jemari Aisyah yang lentik dan tampak mungil jika bersanding dengan jemarinya.
Aisyah tertidur bahkan sampai acara tahlilan sudah selesai, mungkin karena pelukan Azzam terasa nyaman, atau mungkin juga karena sudah kelelahan.
"Aisyah tidur Mas?" Amira datang setelah membantu membereskan bekas jamuan para tamu.
"Iya Bun.." bisik Azzam yang tidak ingin membangunkan Aisyah, pria itu bahkan begitu menjaga gerak tubuhnya agar tidur sang istri tetap nyaman.
"Kalian mau nginep disini atau di rumah Bunda aja?"
"Disini aja kayaknya Bun, kasian juga Aisyah udah kecapekan.." Amira tersenyum kecil, diusap nya pundak Azzam dengan bangga.
"Yaudah, Ayah sama Bunda pulang dulu. Kamu jaga Aisyah..."
"Iya Bun..."
Karena Salman dan Hanni masih tampak mengobrol dengan kerabat mereka, akhirnya Azzam memutuskan untuk menggendong Aisyah sampai ke kamar.
Aisyah sudah mengenakan pakaian yang lumayan nyaman, jadi Azzam hanya tinggal melepas hijab yang menutup kepala Aisyah saja kemudian menyelimuti gadis itu agar terasa hangat.
Setelah memastikan Aisyah sudah nyaman, Azzam pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan berganti pakaian dengan celana pendek dan kaus oblong.
Sampai pukul 2 dini hari Azzam masih belum terlelap, dia seperti masih tidak percaya jika kini Aisyah tengah tidur di sampingnya. Dia takut saat dia tertidur nanti dan ini hanya mimpi, maka bayangan Aisyah yang sudah sangat dekat dengannya ini akan menghilang.
"Ummi..." rengek Aisyah dalam tidurnya.
"Sstt, tidur yang nyenyak ya sayang. Mas disini..." bisik Azzam menenangkan, dia semakin merapatkan tubuhnya pada Aisyah. Mendekap sang istri dengan dekapan paling hangat.
"Mas Azzam kok belum tidur?" Aisyah mendongak, matanya sayu karena masih mengantuk.
"Iya ini Mas mau tidur..."
"Ummi sendirian ya Mas? Kalo Ummi kedinginan gimana? Biasanya kan Aisyah yang selalu meluk Ummi. Terus disana kan gelap Mas, kita temenin Ummi aja yuk Mas." Azzam semakin mengeratkan pelukannya.
"Aisyah harus ikhlas, karena sekarang Ummi udah bahagia di sisi Allah..."
"Aisyah capek.."
"Makanya ini Mas peluk, biar capeknya pindah ke Mas aja..."
To be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Terindah
Ficción General"Ummi punya satu permintaan, Aisyah mau kabulkan?" "Apapun akan Aisyah lakukan asal Ummi bahagia.." Aisyah membawa tangan Danira untuk dia kecup. "Menikahlah dengan Azzam Nak.." "Iya, Aisyah pasti menikah sama Mas Azzam. Aisyah janji.." Danira te...