| 20. Pelik

4.6K 342 5
                                        

"Maksud surat ini apa? Ummi sakit? Sejak kapan Mi? Kenapa Ummi nggak kasih tau Aisyah?"

"Dengerin Ummi dulu sayang..."

"Ummi anggap Aisyah apa si selama ini? Kenapa hal sebesar ini Ummi sembunyiin dari aku? Apa aku se nggak bisa diandalkan itu sampe Ummi lewatin ini sendirian?"

"Ummi nggak sendiri sayang, Abah sama Umma selalu ada di samping Ummi.."

"Jadi Ummi lebih percaya sama dia? Sama wanita yang udah bikin keluarga kita hancur? Dia udah rebut Abah dari kita Mi, kenapa Ummi lakuin ini sama Aisyah?" tubuh Aisyah luruh ke atas lantai, rasanya air mata gadis itu sudah tidak sanggup keluar lagi.

Hatinya begitu sakit saat dia tau Danira sakit gagal ginjal bukan dari mulut wanita itu sendiri.

"Ummi minta maaf Aisyah, Ummi cuma nggak mau kamu sedih. Ummi nggak mau ganggu konsentrasi belajar kamu.." Danira mendekap tubuh putrinya dengan erat, keduanya menangis bersama meratapi takdir yang menimpa keluarga mereka.

"Aisyah lebih jago ngerawat Ummi, Aisyah lebih tulus, kenapa Ummi malah pilih perempuan itu?" lirih Aisyah dengan suara bergetar.

Hanni yang sejak tadi mendengar obrolan dua orang di dalam kamar itu segera menutup mulut agar suara tangisannya tertahan. Sebenci itu Aisyah padanya sampai semua kebaikan yang Hanni lakukan selama ini tidak pernah berarti.

Bukan hanya Aisyah yang tersakiti, tapi dirinya juga. Wanita mana yang tidak sedih ditinggal meninggal suami kemudian harus menerima kenyataan dipinang lelaki yang tidak dia cintai, sudah beristri dan beranak pula. Hanni juga tidak sekeji itu untuk sengaja menghancurkan rumah tangga seseorang.

Selama menikah dengan Salman, Hanni tidak pernah disentuh sama sekali. Keduanya bahkan tidak pernah tidur satu ranjang, Hanni selalu menjaga perasaan Danira setiap kali mereka sedang bertiga.

Membiarkan Danira duduk di samping Salman saat di dalam mobil, membiarkan Salman menggandeng tangan Danira dengan mesra sementara dia berjalan di belakang bersama Naufal, rela dicaci dan dimaki oleh Aisyah walau ini bukan sepenuhnya salah Hanni.

Semua Hanni telan sendiri, dia tidak pernah bisa membagi sakitnya dengan siapapun. Karena dia tau posisi Danira jauh lebih menyakitkan.

Lalu sampai kapan dia pantas menerima perlakuan seperti ini? Haruskah dia pergi dan membiarkan Naufal tumbuh tanpa sosok Ayah di sampingnya?

.

.

.

.

"Sya, Aisyah denger dulu!" lengan Aisyah ditarik dengan sedikit kasar, gadis itu berbalik kemudian menatap Azzam dengan raut datar. Mata sembabnya belum hilang padahal sudah dia basuh berkali-kali.

"Sampe kapan kamu mau diemin Mas kayak gini?" tanya Azzam dengan lirih, sungguh dia sudah kehilangan cara bagaimana agar Aisyah mau bicara kembali.

Sudah satu minggu sejak kejadian di rumah Zahra, Aisyah memilih untuk menghindar. Gadis itu jadi gila bekerja dan jarang terlihat ada di rumah. Selama itu juga Aisyah tidak pernah lagi berkunjung ke rumah Azzam, bahkan saat berpapasan dengan Azzam di mana pun, Aisyah lebih memilih untuk membuang muka.

Azzam tidak tau jika mencintai Aisyah akan berakibat sefatal ini.

"Aku nggak ada waktu buat ngladenin cinta cintaan.."

"Siapa yang minta kamu mikirin itu sekarang? Nggak ada Aisyah. Kalo pernyataan aku seminggu lalu bikin kamu berubah kayak gini, mending anggap hal itu nggak pernah terjadi."

Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang