"Ini apa toh Zam? Kamu pulang-pulang kok bawa cewek?" Rama masih berdiri di ambang pintu begitu melihat Azzam datang bersama seorang gadis yang sepertinya lebih muda dari usia mereka berdua.
Azzam menggaruk kepalanya frustasi, dia juga tidak tau harus melakukan apa setelah mengiyakan permintaan Yovela untuk ikut dengannya.
Tadi saat Azzam baru saja selesai sholat dan keluar dari masjid, dia mendapati Yovela yang masih terduduk sedang menangis sesenggukan. Sudah berkali-kali Azzam bertanya apa yang terjadi, tapi Yovela sama sekali tidak bicara apa-apa. Gadis itu hanya sibuk menangis sampai kesusahan bernafas.
Azzam sudah menawarkan diri untuk mengantar Yovela pulang ke rumahnya, tapi Yovela tidak mau dan malah memohon-mohon agar Azzam mau membawanya ikut serta.
"Aku juga bingung Ram, tadi kita nggak sengaja ketemu. Eh malah aku dikintili tekan rene, ndak mau pulang anaknya.."
"Loh kamu gimana toh? Kalo orang tuanya nyariin gimana?"
Keduanya beralih menatap ke belakang, Yovela masih berdiri seraya menunduk. Azzam bisa melihat ada tetesan air mata yang mengenai tangan gadis itu.
Saat sedang dalam kebingungan, gadis lain ikut bergabung dalam percakapan mereka.
"Mas Azzam sama Mas Rama ngapain toh masih di sini, udah mau maghrib emang nggak ke mesjid?" tanya Caca yang merupakan anak dari pemilik kos. Rumahnya memang tidak jauh dari sini.
"Lho ini siapa? Kok nangis?" ujarnya lagi seraya bergegas menghampiri Yovela.
"Itu temenku Ca, dia lagi ada masalah sama keluarganya. Kira-kira kamu bisa ndak bawa dia nginep di rumah kamu dulu?" Caca tampak berfikir sejenak.
"Eum gimana ya, Bapak sama Ibu lagi kondangan si. Jadi mungkin pulangnya malem kalo nggak besok soalnya jauh," gumamnya.
"Yaudah deh, buat nemenin aku juga. Nama kamu siapa?"
"Yovela.."
"Aku Caca.."
"Yo wes aku duluan Mas, udah mau maghrib ini. Ayo Vel.." Yovela mengangguk menerima ajakan Caca. Keduanya berjalan menjauh menyisakan Azzam dan Rama yang masih sama-sama bingung dengan kejadian hari ini.
"Ayo masuk, anggep aja rumah sendiri.." Caca mempersilahkan Yovela untuk masuk ke dalam rumahnya, dengan lemah gadis itu mengangguk. Sungguh Yovela merasa sangat lelah hari ini, bukan hanya fisiknya saja tapi juga mentalnya.
Dia lelah harus selalu dioper sana sini hanya untuk mengikuti keinginan kedua orang tuanya.
"Kamu asli mana si Vel?" tanya Caca saat mereka sedang menaiki tangga menuju lantai dua.
"Jakarta.."
"Oo, ini kamu lagi liburan atau gimana?"
"Tadinya mau tinggal sama Papi buat sementara waktu, tapi aku nggak betah. Pengen pulang aja.."
"Maaf kalo ngrepotin kamu.." sambung gadis itu lagi merasa bersalah.
Caca tersenyum kecil, dia sama sekali tidak merasa direpotkan. Sebagai anak tunggal tentu Caca selalu mendambakan saudara agar bisa menemaninya saat kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah seperti ini.
Keduanya masuk ke dalam kamar Caca, kamar yang begitu ceria dengan nuansa berwarna kuning cerah.
"Kamu mandi aja dulu, aku pinjemin piyama nanti.."
"Makasih banyak ya, aku janji nggak akan lama disini."
"Nggak papa kok, aku malah seneng ada temennya.."
Yovela tidak menyangka Caca akan sangat baik padanya, setelah memberi gadis itu piyama yang hangat Caca juga menyiapkan makanan untuk makan malam mereka. Caca memasak sop ayam dan perkedel kentang yang sangat lezat di lidah Yovela.
Setelah itu keduanya bahkan memasak dua bungkus mie ramyun korea untuk bekal menonton drama. Caca juga membawa banyak camilan ke dalam kamar.
Sementara di tempat lain Azzam sedang dilanda gelisah. Bagaimana tidak, tadi Ayahnya menelfon dan memberi kabar kalau Amira sang Bunda sedang sakit. Azzam yang mendengar kabar itu tentu saja terkejut, sepertinya Bunda sudah terlalu rindu dengan putranya.
Sebenarnya alasan Azzam jarang pulang bukan hanya kesibukan kuliah saja, tapi memang Azzam sedang menghindari seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aisyah.
Seminggu terakhir bahkan Azzam mengikuti kelas secara online karena kasus covid-19 yang sampai saat ini masih terus menanjak. Jadi bisa-bisa saja kalau dia pulang hari ini.
"Gimana? Jadi pulang?" Rama yang sejak tadi melihat Azzam melamun ikut duduk di samping pemuda itu.
"Bingung aku Ram, aku takut perasaan ku tumbuh lagi kalo ketemu sama Aisyah.."
"Tapi Bundamu gimana? Dah pulang aja, perasaanmu sama si Aisyah itu biarin aja mengalir kaya air. Kalo kamu paksa buat nglupain malah susah nanti.."
"Move on itu harusnya ikhlas, bukan karena paksaan.." nasehat Rama seraya menepuk pundak Azzam.
Akhirnya setelah mendapat keyakinan dari Rama, Azzam pun memutuskan untuk pulang besok. Malamnya pemuda itu langsung bergegas membereskan barang-barang. Azzam hanya berharap usahanya selama 2 tahun ini tidak sia-sia.
Semoga...
.
.
.
.
"Aku pamit ya Ram.."
"Iyoo, salam buat Bundamu. Bilangin cepet sembuh.." Azzam mengangguk seraya tersenyum kecil.
Pemuda itu sudah siap dengan celana jins, kaos polos berwarna putih, jaket denim, dan juga ransel yang menggantung di pundak. Berat rasanya meninggalkan Jogja, tapi entah kenapa dia juga merasa antusias karena akhirnya bisa kembali ke Jakarta lagi.
"Loh kamu mau kemana?" baru saja Azzam akan beranjak pergi, Yovela tiba-tiba datang.
"Aku mau pulang ke Jakarta.." mata gadis itu langsung berbinar mendengar ucapan Azzam.
"Aku ikut!!"
"Pliss aku mohon, aku mau pulang ke rumah Mami. Aku nggak mau disini Zam, kamu bisa kan bantuin aku?"
"Tapi.."
"Azzam aku mohon, aku nggak punya siapa-siapa lagi disini, dan Papi aku juga udah nggak peduli sama aku."
"Aku emang nggak bawa uang, tapi aku janji bakal gantiin uang kamu kalo kita udah sampe di Jakarta nanti.." Yovela memohon dengan kedua mata berkaca-kaca.
"Aku mohon.."
Azzam menghela nafas panjang, tapi kemudian mengangguk karena tidak tega meninggalkan Yovela sendirian disini.
Azzam memilih pulang menggunakan kereta api, dia membeli dua tiket untuknya dan juga Yovela. Sembari menunggu jadwal kereta datang, keduanya memilih duduk di kursi yang sudah disediakan. Senyum Yovela tidak luntur sejak tadi, akhirnya dia bisa pulang dan setelah ini dia bersumpah tidak akan mau tinggal bersama Papinya lagi.
"Azzam aku haus.."
"Aku beli minum sebentar," tanpa menunggu lama Azzam langsung bangkit, Yovela memperhatikan pemuda di depannya dengan perasaan kagum.
Sial, pipinya tiba-tiba merona.
Tak lama Azzam kembali dengan kantung plastik di tangannya. Pemuda itu mengeluarkan satu botol air mineral kemudian membuka tutupnya terlebih dahulu sebelum memberikannya pada Yovela.
"Ada roti juga, makan buat sarapan.." Yovela mengangguk dengan semangat.
To be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Terindah
Ficción General"Ummi punya satu permintaan, Aisyah mau kabulkan?" "Apapun akan Aisyah lakukan asal Ummi bahagia.." Aisyah membawa tangan Danira untuk dia kecup. "Menikahlah dengan Azzam Nak.." "Iya, Aisyah pasti menikah sama Mas Azzam. Aisyah janji.." Danira te...