Setelah sibuk mondar-mandir ikut job fair, sibuk pantengin google dengan lini pencarian lowongan kerja. Bahkan pernah juga aku melamar pekerjaan melalui e-mail di salah satu perusahaan minyak milik negara dengan embel-embel gaji besar dan dibuka untuk fresh graduate semua jurusan (sebenarnya ini gak masuk akal sih). Nyatanya saat aku sudah mengirim persyaratan dokumen, itu semua hanya bagian penipuan dari oknum tidak bertanggung jawab. Yang ujung-ujungnya mereka minta sejumlah uang jika ingin lolos seleksi awal. Bukankah kita mencari kerja untuk dibayar? Bukan untuk membayar. Aneh.
Aku masih setia dengan pencarianku melalui internet. Ada mudahnya juga hidup di zaman ini, cari kerja gak perlu panas-panasan naik turun bis kota, sambung ojek pangkalan yang harganya bisa lebih mahal kalau gak tahu tarifnya, atau salah jurusan waktu naik angkutan umum. Cukup rajin aja scroll, kalau perlu ikut komunitas pencari kerja, biasanya ada info seputar lowongan pekerjaan.
Kemudian aku tertarik dengan iklan yang tiba-tiba berseliweran di lini pencarian, "Lowongan Kerja untuk menjadi Pramugari, gaji 12 juta, tinggi minimal 159 cm, penampilan menarik, sehat jasmani dan rohani, pendidikan minimal SMA/sederajat, mampu berbahasa Inggris". Wow apa dia bilang? Gajinya 12 juta? Gede banget woy! Itu yang ada dipikiranku.
Iya dong, zaman sekarang cari kerja itu susah, sekalinya dapat kerja dengan gaji UMR itu sudah Alhamdulillah, ini sudah jelas dipampang gajinya 12 juta. Permisi, otakku langsung traveling. Tanpa ba-bi-bu aku langsung cari info seputar pramugari, pendaftaran, segala berkas yang diperlukan, dan macam-macam tektek--bengeknya.
Tapi belum juga aku sempat daftar, ternyata aku dapat panggilan wawancara kerja di perusahaan percetakan ternama di Jakarta. Jujur, aku excited. Karena dari latar pekerjaannya yang sesuai dengan jurusan kuliahku, seenggaknya aku gak akan terlalu bloon kalau sudah punya ilmu dasar, menurutku ini adalah dream jobku, aku akan punya kubikal sendiri. Cetek banget emang, cari kerja cuma mengharap punya kubikal saja, padahal dibalik kubikal itu pasti banyak tekanan yang harus dihadapi. Namanya juga aku.
Aku dijadwalkan untuk psikotes dan wawancara awal, jangan ditanya dengan persiapan, aku benar-benar persiapkan dengan matang.
Aku sudah memilih pakaian terbaikku, kemeja kotak-kotak yang harganya gak lebih dari 100 ribu, dan rok hitam selutut bekas ujian semester dari zaman kuliah semester satu yang terus setia menemani sampai aku lulus, dan sekarang interview kerja.
Rambutku dikuncir kuda biar gak mengganggu waktu aku mengisi soal-soal. Riasan sewajarnya, gak terlalu menor tapi juga gak terlalu pucat. Aku duduk manis menunggu tebengan saudaraku.
Serius nebeng? Iya banget. Karena dulu aku gak bergelimangan harta jadi kalau bisa menghemat ongkos kenapa enggak?
Tapi dasar kampret, ternyata aku salah ambil keputusan. Niatku pengin hemat jadinya malah kesiangan.Pernah gak sih kalian numpang sama orang lain, terus karena statusnya "numpang" jadi kamu gak bisa berbuat apa-apa disaat orang yang kamu numpangi itu lelet. Sumpah, aku kesal. Mau marah tapi ya kali? Jadinya? Aku telat.
Tahu apa yang lebih ngenes? Sampai di lokasi aku telat 30 menit, ujian sudah dimulai dan aku telat. Aku berusaha nego dengan panitia, aku masih berharap mereka bisa beri aku kesepatan untuk ikut tes di lain hari, tapi nyatanya aku sudah di blacklist. Lelucon yang pahit.
Aku pulang dengan wajah masam seperti buah belimbing wuluh yang baru dipetik dari pohon. Aku gak selera makan, aku menelan banyak kecewa yang sukses membuatku kenyang dengan rasa mual. Tapi aku bisa apa? Aku hanya bisa kesal, lalu aku mau apa? Untuk dapat panggilan interview sudah susah, sekalinya dapat panggilan malah kesiangan, tapi mau gimana? Aku mencoba pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)
Short StoryMenurutmu apa itu pekerjaan? Sesuatu yang kau cintai? Atau sesuatu yang terpaksa kau jalani? Aku mencintai pekerjaanku sebagai pramugari, katanya; pramugari itu enak, bisa keliling dunia gratis, menginap di hotel mewah, gajinya besar, kehidupannya...