Warmindo

46 3 0
                                    

"Bang, internet ayam bawang satu, minumnya es teh manis"

Setelah ujian materi safety (pelajaran tentang alat keselamatan dan penyelamatan darurat) hal yang paling aku cari untuk melonggarkan urat kepala yang ketarik adalah mi instan kuah dengan potongan cabe rawit dan telur rebus ditambah kornet.

Pernah gak sih kalian berpikir kalau mi instan yang dijual abang warung itu enaknya beda sama yang kita buat sendiri? Padahal bahannya sama, dimasaknya juga sama, tapi soal rasa dua kali lipat enaknya.

Kalau Tami bilang, "mi nya di jilatin tuyul, makanya enak"

"Lah? Bukannya tugas tuyul ngambilin duit?"

"Nyambi cuy, setelah elo dibuat terkesima dengan rasa mi-nya yang enak, dia ambil duit lo, jadi lo gak sadar kalau duit elo sebetulnya ilang"

"Beda jenis setannya, gila lu Mi"

"Ya si tuyulnya dibikin double job Tik, biar memangkas pengeluaran"

Aku tetap melahap habis indomieku saat Tami dengan teori ter-enggak pentingnya mulai berkoar. Dia juga sama, melahap habis bahkan sampai tetes terakhir kuah dari indomienya.

Tapi sore ini, aku tidak bersama Tami. Sabtu sore begini, Tami biasanya langsung ngacir untuk hangout karena besok adalah hari libur. Tiara juga baru saja dijemput pacarnya.

Aku duduk sambil menunggu indomi-telur-kornet milikku selesai. Aku memperhatikan cara masak si Abang, tapi memang gak ada yang beda sama sekali. Dan rasa yang lebih enak masih saja menjadi misteri.

"Bang, indomie goreng pake telur satu. Sama internet kuah ayam bawang" dua orang memasuki warung indomie yang letaknya di depan kostanku itu. Duduk dikursi panjang disebelahku.

Warung yang tidak begitu besar dengan kursi panjang dari kayu, menjual mi instan berbagai rasa dan bubur kacang ijo ini selalu laris.

"Eh, mbak Tika" suara itu lalu menyapaku. Aku refleks menoleh.

"Eh, mas Deva"

"Ko sendiri aja? Gak ajak-ajak nih sombong"

"Iya, sorry gak tau. Kirain mas Deva belum balik"

"Tadi cuma dua landing, jadi siang udah di jakarta lagi"

"Internet ayam bawangnya mbak" si Abang Warmindo memberikan pesananku yang masih beruap panas.

"Eh iya, ini Satria, yang semalam kita omongin"

Teman mas Deva yang katanya baru pindah kost itu tersenyum padaku, menyapa "hai". Dan aku hanya mengangguk ramah.

"Yaudah makan duluan aja mbak" kata mas Deva.

"Bareng-bareng aja"

"Nanti mi-nya keburu mekar" katanya lagi.

"Panas mas, emang tukang debus?"

Deva dan Satria tertawa.

"Itu lucu tuh" kata Satria, "ko sendirian aja mbak?"

"Iya, yang lain pada pulang"

"Mbak gak pulang?" Tanya Satria Lagi.

"Mungkin besok pagi kalau jadi"

"Emang rumah mbak Tika dimana?"

"Di Cibubur mas"

"Oh, masih Jakarta ya"

Aku mengangguk dan mulai menyeruput kuah mi yang aromanya menggoda hidungku dari tadi. Sebenarnya kalau gak ada mas Deva, aku bakal melahap mi kuah itu dengan bar-bar meski kuahnya masih mendidih.

Sementara mas Deva yang duduk ditengah hanya berlagak seperti orang yang asyik nonton pertandingan liga pimpong kabupaten, kepalanya bolak-balik menatap ke arahku dan Satria.

"Kalau mbak pulang, biasanya naik apa?" Tanya Satria lagi.

"Naik kereta mas, KRL"

"Oh emang bisa ya ke Cibubur?"

"Bisa mas, sambung-mengambung menjadi satu"

"Itulah Indonesia?"

Aku tertawa renyah. Deva masih saja asyik senyum-senyum mendengar kami berbincang. Entah kenapa aku merasa Mas Deva lebih pendiam saat dia bersama temannya.

"Kalau diantar mau gak?" Tanya Satria.

"Oh gak usah mas, gak perlu, jauh soalnya"

"Gak apa-apa mbak, Cibubur doang mah belum butuh paspor" akhirnya mas Deva bicara.

"Iya, gak kaya ke Bekasi ya? Gak masnya, makasih"

Kami menyelesaikan mi kami dengan obrolan seputar trainingku, juga training mereka. Jadi Deva dan Satria ini satu batch. Dan mereka sedang training penerbangan dan status mereka saat ini masih sebagai siswa. Mereka harus mencapai seribu jam terbang sampai bisa menjadi firts officer, dan dilepas mengudara tanpa bimbingan instruktur.

Setelah pulang dari warmindo, aku pulang ke kamarku. Sebetulnya mas Deva dan Satria mengajakku mengobrol lagi di teras kostan. Tapi aku menolak. Karena percuma juga, mas Deva irit bicara.

Ting. Ponselku berdenting, satu pesan masuk dari mas Deva.

Mbak Tika udah tidur?

Belum masnya, kenapa?

Gak apa-apa.
Malam ini gak kemana2?

Nggak mas

Besok jadi pulang ya?

Kayaknya nggak jadi mas,
ibu bapak mau kondangan
saudara di Rawamangun,
percuma juga pulang

Oh gitu, besok mau
ikut ke PIM ga? Kita nonton yuk?

PIM? Jauh banget mas
nontonnya 😁

Haha, maksudnya
Puri Indah Mall, bukan
Pondok Indah. Maaf ya anak Jaksel 😆

Wkwkwk makanya,
jauh amat. Hmm, mau
nonton apa emang mas?

Apa aja sih terserah,
Satria ngajak nonton,
gak lucu aja kalau cowok berduaan hehe

Oh, ya gak apa-apa mas,
aku aja sama Tami ke toilet berdua😁

Iya kalau cowok nanti disangka
lain. Yuk ikut ya🙏🏻🙏🏻

Tapi aku kayak
nyamuk gak ya nanti?

Wkwk emang aku sama
Satria pacaran? Nggaklah.
Biar gak geje juga berduaan
sama dia. Ikut ya 😚

Masnya is typing...

Maaf salah emot 🥲🙏🏻

Wkwk its ok.
Yaudah boleh deh

Horee.. jam 11 ya mbak Tika.
Nanti aku traktir es krim😁

Wkwkwk wow 🤤

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang