Aku gelagapan. Kalau aku minta pamit pulang, Marvin mungkin akan tersinggung. Seakan aku gak mau menemui Mamanya, sementara Marvin sangat sayang mamanya lebih dari apapun. Dan aku harus menghormati mamanya.
Tapi apa aku sanggup menghadapi badai yang mungkin akan terjadi? Seandainya aku gak mengiyakan bujukan Marvin untuk datang ke lokasi syutingnya, aku gak akan ada diposisi super cemas seperti ini.
Andai aku bisa mengulang waktu, aku akan bilang sama Marvin kalau hari ini aku ada urusan mendadak dan gak bisa menemuinya di lokasi syuting. Aku gak perlu minder bertemu Alecia, dan sekarang gak perlu gagap untuk ketemu tante Yora, mamanya Marvin.
Tapi kalau hari ini gak terjadi, aku cuma seharian rebahan di kamar apartemenku yang bapuk ditemani netflix sampai budek, atau cuma scroll instagram sampai mata juling. Gak ada momen bahagia pas aku ngobrol berduaan dengan Marvin, atau perasaan melayang waktu tanganku di ciumnya, atau perasaan bangga saat melihat dia akting secara langsung.
Hal ini seperti dua kubu magnet yang saling bertolak. Perasaan yang saling tarik-menarik satu sama lain antara bahagia tapi juga ketakutan.
Perasaanku sudah gak tenang saat aku tahu mamanya Marvin akan datang ke lokasi syuting. Kata apa yang pertama kali harus kuucapkan? Kalimat apa yang harus ujarkan? Gaya bahasa seperti apa untuk bicara dengannya? Aku merasa gelisah, seakan-akan waktu berjalan lamban membuatku semakin tersiksa.
"Kamu kaya nervous gitu? Gerogi ya mau ketemu mama?" Marvin menggodaku.
"Nggak" kataku yang mencoba menutupi perasaan gelisahku. "Iya sih, dikit" ketangguhanku akhirnya ku pasrahkan pada Marvin. Biar saja Marvin tahu kalau aku gugup untuk bertemu mamanya.
"Mama itu baik tau, gak usah khawatir. Dia asik ko orangnya, santai aja"
Sentuhan Marvin mampu mengobati keteganganku, apalagi senyumnya, aku yakin Marvin akan ada dipihakku jika ada hal buruk yang terjadi padaku nantinya.
"Ah, tante, apa kabar? "
Aku mendengar suara Alecia dari luar ruangan, suaranya terdengar riang. Juga orang yang mengobrol dengannya terdengar senang atas sambutan si cantik.
Tak lama seorang sosok wanita yang mungkin umurnya seumuran dengan ibuku muncul. Dengan celana jins biru tua dan kaos hitam, jam tangan hitam, sepatu kats hitam, dan rambut pendek model pixie cut alias cepak dengan warna kemerahan.
"Mam.. " Marvin menghampiri wanita itu, dan mendaratkan ciuman dipipinya. Tidak perlu dijelaskan, siapa perempuan itu. Dialah perempuan yang kehadirannya membuat jantungku rasanya ngebug, ngelag, kemudian error, lalu shut down.
Aku otomatis ikut menghampiri, dengan senyum kikuk maha dahsyat. Ia seketika mengalihkan pandangannya padaku, menatapku tajam sampai senyum yang merekah untuk anaknya itu sedikit terhenti. Aku nyaris kena serangan asam urat. Rasanya sesak, batinku terus mengumpat. Mati gue, bener kan, dia bakalan gak suka sama gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)
NouvellesMenurutmu apa itu pekerjaan? Sesuatu yang kau cintai? Atau sesuatu yang terpaksa kau jalani? Aku mencintai pekerjaanku sebagai pramugari, katanya; pramugari itu enak, bisa keliling dunia gratis, menginap di hotel mewah, gajinya besar, kehidupannya...