Silahkan Coba Lagi

60 4 1
                                    

Aku sudah menunggu tiga hari setelah tes kemarin, sebenarnya sih waktu tes wawancara awal itu aku gak merasa kesusahan. Karena cuma pertanyaan ringan seperti, kenapa mau jadi pramugari, apa yang kamu tahu tentang pramugari, apa yang kamu tahu tentang maskapai ini, ya intinya jawabannya sudah aku siapkan sebelumnya berdasarkan google.

Tapi yang bikin agak ngeri itu hasil psikotes dan bahasa Inggris. Bahasa Inggrisku gak jelek-jelek amat, tapi ada ujian hitung koran. Jadi, di selembar kertas itu berderet angka acak yang harus kita hitung dengan waktu hitungan detik. Ampun deh, kalau udah urusan sama hitungan aku paling dodol.

Aku gak tahu hasilnya seperti apa, yang jelas kalau aku lulus sepertinya yang periksa kertas ujianku matanya lagi kelilipan anak gajah terus jadi salah tulis antara failed jadi passed.

Tapi yang bikin aku agak keleyengan adalah waktu aku mau pulang selesai tes hari itu. Aku jalan ke area parkir (sambil cari bapak), terus aku lewat area gedung yang lumayan sepi. Dan disitu, aku bertemu seorang laki-laki pakai kemeja putih dan dasi biru tua, dengan celana hitam. Ada tanda pengenal di sakunya. Deva Erlangga. Pilot. Dia senyum, aku salah tingkah.

Ting. Ada notifikasi masuk diponselku, aku langsung buka pesan yang dikirim dari nomer yang gak aku simpan di kontak hp. Agak deg-degan karena rasanya ada aura buruk yang terselubung.

Yth, calon pramugari. Berdasarkan hasil psikotes dan tes bahasa Inggris, anda dinyatakan GAGAL dan tidak dapat mengikuti tes selanjutnya.

Hah? Apa? Gimana? Ini bukan salah sambung kan? Atau mataku kelilipan anak gajah?Ternyata aku gagal. Mana tulisan gagalnya pake huruf kapital segala.

Seenggaknya seperti yang aku bilang di awal, yang penting aku pernah coba, dan jadi ada gambaran tes kerja itu seperti apa. Ya walaupun ada secuil rasa kecewa.

Akhirnya aku ada kegiatan rutin lagi untuk melamar pekerjaan. Aku coba lagi melamar ke beberapa perusahaan (padahal latar belakang pendidikanku gak sesuai dengan yang mereka cari) tapi aku tetap maksa daftar. Kali aja mereka lagi kelilipan ibu gajah.

Sorenya, Riki mengajak aku jalan untuk nonton bioskop. Riki itu pacar putus-nyambungku dari semester satu zaman kuliah dulu. Kami nonton film sekuel kesukaannya. Sebenarnya aku gak suka, tapi dia sedikit maksa.

"Kamu mau makan apa yang?"

Aku cilingak-cilinguk melihat sekitar untuk mencari ide makanan yang kira-kira enak dimakan selesai menghabiskan waktu dua jam setengah nonton film yang gak aku mengerti. Bukan gak tahu filmnya, tapi karena aku gak nonton dari sekuel awal jadi gak mudeng.

"Richies kali ya"

Kami antri untuk pesan makanan, "fire wingsnya level 3" kataku.

"Dua ya mbak" Ian menambahkan.

"Fire wingsnya 2 level 3, makan disini atau dibawa pulang?"

"Disini" jawabku. Kasir di depan kami sibuk menginput pesanan.

"Nonton kan aku yang traktir, sekarang kamu yang traktir ya" Riki berbisik di telingaku.

"Totalnya 86 ribu rupiah" sambung mbak kasir.

Sialan, ini sih gue yang lebih banyak keluar duit. Aku mengambil uang lembaran di selipan dompetku, dan Riki membawakan makanan kami ke meja ujung setelah bilang "makasih".

"Jadi gimana? Kamu belum ada panggilan wawancara lagi"

"Belum, yang kemarin gagal"

"Gagalnya kenapa?"

"Gak tahu, gak diasih tahu gagalnya kenapa"

"Coba lagi aja"

"Iya ini juga udah, tapi susah cari kerja zaman sekarang"

"Baru juga berapa bulan, jangan ngeluh"

Iya, dia bisa bicara begitu karena Riki gak pernah mengalami susahnya cari kerja sana-sini, belusukan cari alamat untuk tes wawancara, bolak-balik ke warnet untuk scan sertifikat dan ijazah karena dia bisa bekerja otomatis di kantor tempat Ayahnya bekerja walaupun statusnya masih magang.

"Aku juga udah capek, pengen cepet dapet kerja, udah bokek" nada bicaraku sengaja ditekan dibagian 'bokek' biar lain kali kalau mau ajak jalan gak usah minta di traktir segala macam.

"Emang kemarin sabtu ngelamar di perusahaan apa?"

"Pramugari"

"Hah? Serius?"

"Iya tapi gak lolos"

"Baguslah"

"Kenapa emangnya?"

"Aku gak mau kamu jadi pramugari"

"Kenapa? Duitnya banyak"

"Aku gak suka"

Semenjak malam itu, aku jadi benar-benar berambisi untuk jadi pramugari. Ucapan Riki ini seperti triger untukku.

Aku ini sebal sama Riki, tapi tiap kali aku minta putus dia selalu gak mau. Tapi sikapnya ini yang buat aku gedek. Bukan cuma itungannya saja kalau lagi jalan gini, tapi dia juga suka menganggap remeh suatu hal yang dia sendiri kalau posisinya dibalik belum tentu bisa terima. Nambah makan hati aja si Riki ini.

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang