Mendadak Pramugari

73 3 3
                                    

Hari berganti dengan segala ratapan nasibku yang belum juga ada pencerahan. Setelah aku gagal ikut wawancara awal di perusahaan percetakan yang namanya selalu ada di jilid buku-buku terkenal, aku masih saja jadi pengangguran ngenes.

Rasanya seperti orang yang tidak berguna, setiap hari kerjaannya nonton sinetron, acara gosip, reality show yang bintang tamunya gak punya prestasi, tidur siang--bangun tidur mengulang lagi kegiatan yang sama. Walaupun fisik gak berasa capek, tapi batin mulai berontak. Apalagi isi dompet yang cuma ada uang lembaran dengan nominal terkecil, tapi tiap hari muncul keinginan baru, hasil dari menghayal tiap hari makin membuatku gigit jari.

Ibu dan bapak tidak pernah memaksa untuk segera bekerja, mereka selalu mendukungku tapi tidak memaksa. Namun sebagai anak, aku merasa belum berbuat apa-apa untuk mereka, belum pernah memberi apa-apa setelah aku lulus kuliah.

Aku masih setia dengan pencarian lowongan pekerjaan di internet, pernah juga ada telepon dari perusahaan untuk memintaku datang, wawancara. Tapi setelah tahu pekerjaan yang mereka butuhkan itu sebagai account executive, sebutannya sih keren. Tapi pas aku cari tahu artinya itu mirip sama sales, aku langsung mengurungkan diri.

Bapak selalu bilang, "pokoknya jangan mau jadi sales, nanti capek mondar-mandir buat menuhin target"

Iya juga sih, aku ogah kalau harus kerja sambil kejar-kejar orang lain. Belum lagi harus jago bicara biar klien mau kerja sama. Duh bukan aku banget deh buat yang pemalu ini. Jangankan menjalin hubungan dengan klien, baru masuk ke gedung perkantoran untuk ikut tes aja kadang minta bapak yang tanya.

Aku jadi ingat dengan iklan lowongan pramugari tempo lalu, jadi aku buka lagi laman itu dan mulai mencari tahu lagi informasi yang lebih akurat. Kali ini aku bukan hanya mencari informasi, tapi aku langsung mendaftar di situs resmi maskapai itu, dengan mengunggah beberapa persyaratan yang diminta.

Selain itu juga, ternyata maskapai tersebut membuka kesempatan interview langsung setiap hari sabtu. Dan aku gak pake lama langsung berniat untuk datang langsung hari sabtu nanti, walaupun sudah daftar di situs resmi.

Aku minta izin sama bapak untuk ikut tes wawancara, tapi tidak ada respon apa-apa. Sebetulnya bapak agak kaget waktu aku bilang, "pak aku mau daftar jadi pramugari"

"Ngapain jadi pramugari?"

"Pak, aku coba tesnya dulu, nanti kalau gak lolos gak apa-apa. Ini sambil nunggu panggilan kerja aja, itung-itung latihan wawancara. Soalnya kemarin belum pernah wawancara kerja"

"Emang kamu gak takut jadi pramugari? Nanti amit-amit kalau pesawat jatuh dan segala macem"

Iya sih, semua orang pasti punya pikiran yang sama, takut sama pesawat jatuh. Padahal itu kan takdir. "Nggak pak, ini coba-coba aja. Toh belum tentu keterima, lagian aku udah ada dipanggil interview sabtu ini, sayang aja kalau gak datang, dari kemarin nungguin panggilan kerja gak dapet, masa sekarang udah disuruh interview malah nolak rezeki"

Aku bohong sedikit, eh banyak sih kayanya. Sebenarnya aku bukannya dapat panggilan interview, jadwal interview itu memang dibuka untuk umum dan bisa diikuti oleh siapapun yang mau. Tapi ternyata kalimatku ampuh membuat bapak percaya.

Bapak berhasil ku bujuk, akhirnya hari sabtu aku diantar bapak ke lokasi wawancara. Kali ini aku minta diantar bapak karena tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Setidaknya bapak orangnya sangat cekatan apalagi soal waktu. Alhasil, kami sampai di lokasi satu jam sebelum jadwal interview.

Ternyata, eh ternyata, walaupun aku tiba disana masih pagi, peserta yang datang sudah banyak, berhubung gedungnya pun masih tutup jadinya jumlah peserta yang datang makin terlihat membeludak. Aku pesimis jadinya.

Setelah satu jam menunggu sambil basa-basi bersama beberapa peserta yang lain, seorang panitia keluar dari gedung yang tadi pintunya tertutup, ia mulai meminta para peserta untuk berbaris sesuai kedatangan. Jadi memang peserta ini sudah secara otomatis berdiri sesuai jam kedatangan dan juga mendapat nomor urut. Semakin terakhir dia datang, ya semakin belakang barisannya.

Antrian mulai berjalan, dengan masuknya peserta perlima orang. Antusias untuk menjadi pramugari ini memang gak main-main. Bahkan beberapa orang yang aku ajak bicara selama menunggu nomor urutan itu ada yang mengaku sudah ikut tes berkali-kali. Ada yang tiga kali, lima kali, bahkan delapan kali. Ya Tuhan!

Ini orang niat banget jadi pramugari apa emang bebal sih? Gak capek apa ikut tes mulu, mending cari kerjaan lain deh. Batinku.

Aku gak habis pikir saja, sampai ada orang yang ikut tes sampai belasan kali, ada juga yang sudah bekerja dimaskapai lain tapi tetap ikut tes.

"Beda mba, di maskapai ini gajinya gede banget, terus juga rutenya banyak keluar negeri, jadi berasa pramugarinya" gitu katanya, kata mbak-mbak peserta yang mengaku sudah bekerja satu tahun di maskapai lain.

Bahkan si mbak ini pun mendadak jadi selebriti dadakan yang dikerubungi peserta lain, pertanyaan gimana bisa lolos wawancara dan, tesnya apa saja, belum lagi cerita pengalamannya selama dia bekerja, dan cerita pamungkas yang paling di tunggu, drama senioritas selama penerbangan.

Aku melihat si mbak yang terlihat sangat berpengalaman ini jadi lumayan ciut, melihat dia seperti sudah tahu langkah apa yang akan dia lewati, gak seperti aku yang gak punya gambaran sama sekali dengan wawancara kerja itu seperti apa.

Tapi hal yang mengejutkan adalah, si mbaknya ini malah gagal di seleksi awal. Padahal dari awal wajahnya selalu congkak itu akhirnya keluar dengan ekspresi menunduk bagai kerupuk kemplang yang melempem karena seharian dijemur dibawah sinar matahari dan gak laku-laku. Memang gitu sih kalau rezeki, kadang kita gak bisa ukur.

Akhirnya tiba giliranku, setelah berjam-jam bergantian ngobrol sana-sini, penting-gak penting dengan sesama peserta, akupun masuk ke dalam gedung.

Ruangan besar tanpa sekat, ada lima orang penguji di dalamnya dengan meja yang berjarak cukup jauh masing-masingnya.
Pengujiku saat itu seorang laki-laki berumur sekitar 40an. Aku berdiri menghadapnya, memperkenalkan diri setelah dipersilahkan, ditanyai pertanyaan dasar tentang "kenapa mau jadi pramugari?" Yang kujawab "cita-cita dari kecil" (padahal mau jadi pramugari baru beberapa hari yang lalu) kemudian di minta jalan ke depan--ke belakanh untuk dilihat bentuk kaki, di cek kulit dan kuku tangan dari kebersihan.

Kemudian aku diminta untuk lanjut, ke tahap selanjutnya yaitu psikotes dan tes bahasa Inggris. Tes ini dilakukan di hari yang sama. Dan aku cuma bisa melakukan sebisaku. Setelah tes selesai aku pulang dan hasilnya akan di SMS kemudian hari.

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang