Cerita Panjang Kali Lebar

49 3 2
                                    

Semenjak alpukat dari Ende, Mas Deva jadi sering membawakanku oleh-oleh sepulang terbang. Seperti Pisang Goreng Srikaya Pontianak, Choipan Singkawang, Tahu Bakso Semarang, Sate Rembiga Lombok, tete maksudnya Tahu Telor Surabaya, Sambal Roa Manado, Nasi Goreng Sei sapi Kupang.

Kami juga lebih lama kalau mengobrol. Cerita panjang kali lebar. Menceritakan pengalaman masing-masing, keluarga, teman, hobi, hal yang dibenci, hal yang ditakuti, cita-cita waktu kecil, sampai varian pasta gigi favorit. Aku suka pasta gigi yang standar, sementara dia harus yang mengandung mint. Katanya, berasa belum gosok gigi kalau bukan yang mint. Penting banget mas, untung kamu ganteng.

Selain pasta gigi favoritnya, aku juga jadi tahu kalau mas Deva 2 tahun lebih tua dariku, aku juga tahu kalau dia punya saudara kembar yang sedang sekolah di Jerman, dan dia sempat punya blog waktu SMP dan curhat disana. Tapi sayang, blognya sudah ditutup jadi aku gak bisa kepo.

Pernah di satu malam, kami berbincang di depan kamar kostku sampai jam 2 pagi. Itu pun terpaksa berakhir karena satu jam kemudian mas Deva harus pergi terbang.

"Mbak Tika, rumah orang tuanya dimana?"

"Di Cibubur Mas, kalau Mas?"

"Di Bintaro. Sektor dua"

"Jadi kalau selesai training ini balik ke rumah dong ya? Bintaro kan dekat dari bandara"

"Kayanya sih gitu, kalau mbak?"

"Kayanya masih kost, soalnya ke Cibubur kan belum sampe jemputannya. Maksimal 30 km katanya"

"Oh gitu ya kalau kabin? (Sebutan lain untuk pramugari) lanjut kost disini dong?"

"Gak tahu sih, kemungkinan" mataku melirik ke langit-langit seolah-olah sedang berpikir.

"Yaudah nanti aku temenin deh biar kita jadi penghuni kost sejati" mataku langsung melirik dan mulutku melongo ke arah mas Deva.

"Haha, gak usahlah. Enak juga tinggal di rumah sendiri. Eh mas, kalau pilot yang kumisnya melinting itu siapa sih?"

"Yang mana ya? Di kamar berapa?"

"Bukan, dia suka ada di tempat training, pokonya yang kumisnya kaya model wak doyok"

Deva tertawa ngakak. "Kok kamu tahu wak doyok sih?"

"Ya anak-anak pada ngomongin gitu"

"Kenapa? Kamu suka ya sama dia?"

"Ih ogah"

"Ya gak apa-apa, mas Evan kan ganteng, dia juga lagi sekolah captency. Dan belum nikah"

"Ih mas, gak dulu deh. Si mustang aku nyebutnya juga. Jangan dibilangin ke orangnya ya"

"Hahahaha emang kenapa?"

"Iya males tau, dia ganjen gitu suka manggil-manggil sama komplotannya"

"Hahaha komplotan. Emangnya gengster. Kamu tuh bahasanya unik-unik ya"

"Ih serius mas. Dia temannya mas Deva ya?"

"Enggak ko, bukan. Ya mungkin senang aja kali godain anak baru, apalagi cantik"

Uhuk, aku seperti keselek biji alpukat.

"Ya kalau dia genit, gak usah ditanggepin, kalau lewat ke gedung depan (gedung khusus pilot) jangan sendirian ya, biar gak terlalu digangguin" terusnya.

"Iya mas"

Aku merasa mas Deva malam ini lebih banyak tertawa. Apa aku ini menyenangkan ya? Hehe aku mulai kepedean.

"Kalau sama Satria? Kenal gak?"

"Satria baja hitam?"

"Hahahaha, bukan Tika, Satria teman sebatch aku"

"Gak tahu mas, emang kenapa?"

"Besok dia mau pindah kesini"

"Oh gitu"

"Di lantai dua, soalnya cuma disana yang kosong"

"Kemarin padahal Tami temanku itu mau pindah kesini, tapi katanya gak ada yang kosong"

"Iya kemarin baru ada yang pindah"

"Oh oke"

"Iya, besok aku mau bantuin pindahannya Satria sore-sore"

"Terus aku bantuin angkatin barang?"

"Hahaha, jangan Tika, berat, kamu gak akan kuat"

"Baiklah Dilan, Mileantika nurut Dilan aja"

"Iya, Dilan ya? Dilanda musibah. Hahahaha"

Malam itu, penuh tawa, penuh canda, kami berbincang santai dan saling tahu pribadi masing-masing.

Aku jadi seperti anak SMP yang lagi naksir teman sekelas. Malu-malu tapi mau. Yang jelas hari-hariku rasanya menyenangkan dan semangat. Masalah rumitnya pelajaran sebagai trainer bisa aku lalui sedikit tanpa beban, karena ada mas Deva yang membuat hari gelapku kembali bersinar.

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang