Aku memakai kemeja putih polos dan celana jins warna biru gelap, dengan sepatu nike putih. Tas kecil selempang warna hitam, rambut di gerai.
Mas Deva mengetuk pintu kamar, dia pakai kemeja kotak-kotak dan celana jeans yang warnanya mirip denganku, sepatunya apa aku gak tahu karena gak sempat lihat soalnya langsung menuju lantai bawah. Disana Satria sudah menunggu.
Satria pakai kaos abu-abu dan jaket hitam, celana chino warna khaki, sepatu vans hitam. Pokoknya dia lebih ganteng hari ini. Psst, jangan iri ya kalau aku di apit dua cowok ganteng ini. Pokoknya aku berasa lagi main salah satu drama korea.
Kami naik mobil Satria, Pajero putih. Dia gagah mengemudikan setir dengan gaya satu tangan di persenailing. Jam tangan merek Daniel Wellington melingkar di pergelangan tangannya. Mas Deva duduk di kursi depan, Aku duduk di kursi belakang.
Kami mengobrol singkat selama perjalanan, karena jarak ke mall tidak begitu jauh, hanya 15 menit. Kami parkir di basement dan menuju hall.
"Mau langsung nonton apa makan dulu nih?" Tanya Satria.
"Bebas" aku menjawab, ya nggak mungkin juga kalau aku minta makan duluan, ibaratnya ini kan acara mereka.
"Mbak Tika udah makan?" Tanyanya.
"Udah tadi" aku bohong. Jadi anak kost mana ada acara makan pagi, apalagi hari libur. Bangun siang, langsung main hape, tahu-tahu sudah jam setengah sebelas. Terus aku langsung mandi.
"Yaudah kita nonton dulu kali ya"
Kami memilih film horor, film sialan. Aku paling benci film horor. Tapi mau gimana lagi, film yang lain lebih gak jelas. Akhirnya Danur jadi pemenang.
"Aku rese kalau nonton horor"
"Gak apa-apa, kan ramean"
"Iya tapi suka teriak-teriak kalau kaget"
"Gak apa-apa Tika, nanti aku temenin teriak" Kata Satria. Jangan tanya mas Deva kenapa gak ada dialog, karena kunci mulutnya ketinggalan di kost.
"Suka pukul-pukul juga" jawab aku.
"Gak apa-apa pukul-pukul juga, kita biasa dipukulin ko dulu waktu sekolah penerbangan"
Itulah yang bikin aku mati kutu, aku gak punya alasan lagi. Lagipula gak mungkin juga dua cowok ini mau nonton film lain, pilihannya cuma horor atau kartun asal Malaysia.
***
Setelah dua jam menengangkan, kami melipir untuk makan, sudah lewat jam makan siang makanya perutku keruyukan. Sudah bukan cacing lagi yang berteriak dalam perut, tapi naga.
Kami makan sushi. Aku yang baru pertama kali makan sushi dalam hidup agak sedikit bingung. Apalagi banyak menu sushi yang disajikan masih mentah. Takut salah pesan.
Tapi karena gak mau terlihat norak, aku bertingkah sok oke. Memesan dua menu sushi. Syukurnya, pilihanku itu enak. Salmon oyako roll.
Kalau penasaran dengan apa yang terjadi selama nonton, aku lebih banyak tutup mata, teriak-teriak sebelum setannya muncul. Dua kali pukul bahu Satria, dan tiga kali pukul bahu mas Deva. Beberapa kali juga mas Deva iseng.
"Udah selesai, setannya pergi" lalu pas aku buka mata, justru wajah setannya lagi di close up alias di zoom. Mantap.
Aku otomatis berteriak super kencang, dan memukul sembarang ke bahu mas Deva. Mereka justru menikmati ketakutanku.
"Next, nonton horor lagi yuk"
"ENGGAK, MAKASIH" aku langsung ngegas.
"Seru tahu. Sumpah tadi seru banget" kata Satria.
"Aku itu dua kali nonton film horor di bioskop dalam hidup. Yang barusan itu gak ada apa-apanya. Yang pertama, waktu dijebak sama teman kampus. Bilangnya film drama, taunya film Conjuring, dan saking aku ketakutan, pas setannya nongol, tangan refleks mukul orang disebelah sampe kopinya jatoh semua. Untungnya dia cowok, mau marah juga mungkin sungkan. Jadi cuma iya-iya aja"
"Serius? Wah itu parah sih" akhirnya mas Deva suaranya terdengar lagi, sambil cekikikan.
"Iya, gak lagi deh nonton horor"
"Tapi barusan seru kok" sambar Satria.
"Seru apa? Aku hampir gak nonton, kebanyakan merem"
"Habis ini makan es krim yuk" saat mas Deva bilang begitu, ia menoleh ke arahku. Aku tahu, dia sedang mengisyaratkan janjinya padaku.
Hari ini kami banyak tukar cerita, tapi lebih banyak Satria yang berbicara. Aku jadi lebih mengenal Satria, aku juga jadi tahu kalau Satria hanya terpaut satu tahun dengan aku, makanya aku tidak panggil dia Mas, kecuali dalam situasi formal.
Kalau diperhatikan, waktu mereka duduk bersebelahan, aku bisa melihat jelas kalau Satria lebih ganteng dari mas Deva. Badannya lebih tinggi, pakaiannya lebih modis, senyumnya lebih manis.
Tapi aku tidak bermaksud pindah haluan, karena benar kata orang, cinta pada pandangan pertama itu bikin susah lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)
Historia CortaMenurutmu apa itu pekerjaan? Sesuatu yang kau cintai? Atau sesuatu yang terpaksa kau jalani? Aku mencintai pekerjaanku sebagai pramugari, katanya; pramugari itu enak, bisa keliling dunia gratis, menginap di hotel mewah, gajinya besar, kehidupannya...