Vakansi 2

26 3 0
                                    

Sekitar 7 menit kami berjalan hingga akhirnya tiba di tujuan utama kami, yaitu air terjun. Jutaan debit air yang turun diantara lembah mengguyur deras. Cipratannya bisa kurasa sampai ke wajahku. Rasanya segar, dingin, dan menenangkan.

Kata orang, suara air itu bisa menghilangkan perasaan stres, tapi ada juga yang bilang kalau duit yang bisa menghilangkan stres. Terus ada juga yang bilang kalau lihat ikan berenang juga menghilangkan stres. Jadi enak kali ya kalau tangan megang duit, telinga dengar gemuruh air, mata lihat ikan berenang. Jadi kombo-kombo khasiatnya. Penting banget kan?

Intinya, kami puas dengan pencapaian kami. Dan satu persatu dari kami mulai membenamkan tubuh ke dalam kolam air terjun. Gak termasuk aku, si cewek cupu ini cuma nyempulingin kaki sebetis aja nyalinya.

"Sayang, ayok turun"

Marvin sudah membasahi tubuhnya ke dalam kolam, seluruh tubuhnya tertutup air sampai ke leher. Rambutnya pun kini sudah basah, yang semakin kulihat semakin membuatku jatuh hati. Apalagi kejadian beberapa menit lalu, yang membuat seluruh darahku naik ke ubun-ubun.

Rasanya aku ingin jatuh cinta sepenuhnya, tapi aku takut.

"Aku takut ke tengah"

"Kamu gak bisa renang?"

"Bisa, but i'm scared of dark and deep water" suaraku sedikit berteriak karena suara air terjun yang lumayan deras.

Boro-boro air yang gelap dan dalam, tidur sendirian di hotel aja takut, tidur lampunya mati aja takut, ada ayam jago lagi jemur diri aja takut. Semua juga takut.

"Sini, kamu pegang tangan aku, kamu harus coba ke tengah, cobain langsung ngerasain air terjunnya di tangan kamu"

Marvin menarik tanganku, membimbingku sampai bisa menyentuh air terjunnya langsung. Suara airnya semakin bising kalau dari dekat. Aku nyaris gak bisa dengar setiap Marvin bicara.

"Hah? Apa? Airnya kenceng banget aku gak bisa denger"

"Kamu liat bibir aku kalau gak bisa denger"

"Hah? Gak kedengeran, aku kaya orang budek deh hah-hoh-hah-hoh" aku tertawa sendiri dengan kedodolanku.

"I love you" kali ini Marvin gak bersuara, tapi anehnya aku malah bisa tahu apa yang baru saja diucapkan. Ternyata aku sakti juga?!

Aku hanya termangu. Aku ingin jawab juga i love you too seribu persen, tapi jadinya aku cuma senyum-senyum bego dan pura-pura gak dengar.

Selesai menikmati dinginnya air pegunungan kami bersiap untuk kembali pulang, waktu masih siang, tapi kami juga butuh makan biar tetap waras. Karena teman-teman Marvin ini gak hentinya membuatku tertawa dengan tingkah konyol mereka. Dan Marvin sendiri, sukses menguras perasaan dan batinku untuk semakin dalam menaruh hati padanya.

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang