Flight Training 1

39 3 4
                                    

Jangan tanya setelah kejadian telat turun ke lobi itu gimana kelanjutannya, pokonya gak enak banget. Jadi aturannya begini: yang namanya junior, itu harus tiba di lobi paling awal sebelum keberangkatan (ini posisinya kalau lagi Lay Over Night, alias nginep).

Jadi pantas saja semua senior itu murka karena mereka harus menunggu kami yang turun terakhir, ya karena perkara rambut sanggul. Aku dan temanku masih kesulitan membuat bentuk sanggul yang rapi dan presisi.

Selama penerbangan kami habislah di cuap-cuap sama senior-senior itu. Bahkan salah satu dari mereka membuat suasana semakin panas.

"Gak usah dilulusin kalau yang begini, belum realease aja udah telat. Disiplinnya mana? Suruh balik lagi ke tempat training kalau model begini"

Tapi masih beruntung, karena pengujiku baik, beliau tidak ikut-ikutan menghakimi atau apapun. I love her so much, definisi kalau orang cantik sepaket dengan pribadi yang baik, walaupun gak semua sih.

Welcome to the jungle of the real survival. Salah satu mulut pedas itu masih permulaan awal. Kalau ada yang bilang, ibu tiri itu jahat. Hey, salah. Mulut pramugari lebih jahat dari ibu tiri.

Tapi akhirnya, FTR pertama ini selesai. Dan aku masih pulang dengan selamat, kepala, rambut, kaki, tangan, semuanya utuh. Aku gak dikutuk jadi rendang oleh senior-senior galak itu.

"Kalian passed ya untuk FTR pertama ini, dipertahankan performa seperti ini, selalu ikuti aturan, kalau sudah realease jangan ikutin mbaknya yang gak ikuti aturan. Kalian lihat sendiri kan waktu dilapangan bagaimana, yang baik diikuti, yang kurang baik jangan" Itu kata instruktur pengujiku.

Aku pulang dengan hati tenang, karena FTR pertama selesai. Pertama kali juga aku jalan dibandara, rasanya bangga. Pakai seragam, gerek koper, rasanya jadi perempuan paling cantik di negeriku Indonesia, kalau kata Dewi-Dewi, grup vokal perempuan yang dibesut Ahmad Dhani, kalau kalian gak tahu silahkan google.

"Tik, schedule udah keluar untuk FTR kedua. Tau gak pengujinya?" Waktu itu sore hari aku lagi gabut, pasangan trainingku rusuh.

"Iya, lusa kan? Emang kenapa pengujinya?"

"Kamu gak pernah dengar namanya, itu kan penguji killer"

"Serius Ge?"

"Iya Tik, gue dikasih tau sama mbak sebelah kosan gue. Katanya dia ribet gitu pertanyaannya"

"Mati, gimana dong?"

"Gue gak tahu, gue takut"

Akhirnya, perhari itu, aku gak bisa tidur.  selalu ketakutan bagaimana nanti aku menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan. Kalau benar penguji itu galak, rasanya aku ingin menyerah. Tapi masalahnya untuk menyerah saja caranya aku nggak tahu. Aku harus melambai ke siapa, aku gak tahu. Kan asem.

Lalu aku berdo'a, dan terus bolak-balik baca materi di buku yang tebalnya lebih dari kamus bahasa Indonesia-Inggris-Sunda-minang, hanya itu yang bisa aku lakukan dan mengutuki diri kenapa dulu kepikiraan untuk jadi Pramugari. Karena rasanya sama seperti menyerahkan diri ke kandang singa, singa-singa betina.

Hari di saat kami jemput aku sudah tidak bisa tidur semalaman, hatiku dag-dig-dug selama perjalanan menuju bandara, sempat aku berpikir mungkin sekaranglah waktunya aku untuk menjadi rendang. Mungkin aku juga pulang hanya tinggal nama. Ya elah lebay, tapi aku benar-benar takut.

Sampai di crew centre (tempat semua kru pesawat melakukan absensi dan briefing sebelum penerbangan), aku menunggu di sudut sofa. Setelah berputar bersalaman dengan semua senior yang ada di crew centre itu.

Aturan kedua: untuk yang masih training atau junior yang baru menetas, wajib hukumnya untuk menyalami semua kru yang ada disana, tujuannya untuk permisi biar gak di gonggong karena gak punya etika, dan untuk mengenali kru yang akan kerja bareng hari itu.

Kami duduk manis dipojokan untuk menunggu instruktur kami datang, kemudian kehadirannya saat masuk ke crew centre sudah bisa ditebak dengan sebuah map yang di pegangnya.

"Selamat pagi pak Hermes, kami siswa yang dibimbing bapak untuk flight training kedua. Mohon bimbingannya"

"Bimbingan? Emang kalian belum cukup dibimbing selama training di ground kemarin? FTR ini tujuannya untuk menguji, bukan membimbing. Apa kalian masih mau dibimbing? Kalau maunya dibimbing biar saya kembalikan kalian ke training centre"

Astaga, pisau mana pisau? Tusuk sajalah aku. Belum juga mulai sudah kena semprot. Aku dan temanku Gea hanya saling lihat dengan wajah pucat pasi. Mungkin aku harus segera tulis wasiat, usiaku tinggal sejengkal.

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang