Bye Mustang!

38 3 0
                                    

Dalam hidup, kadang kita suka merasa hal yang menyenangkan itu lebih cepat berlalu, tapi hal yang menyulitkan justru lebih lambat berjalan.

Seperti masa training ini, dari hari senin sampai sabtu itu rasanya lama sekali, bahkan menunggu jam makan siang saja rasanya seperti seharian, libur satu hari benar-benar nggak cukup.

Setelah dibuat senang dengan ke mall bersama mas Deva kemarin, senin ini aku harus menghadapi lagi realita. Ini hari terakhir training. Tapi justru ujung tombaknya disini, setelah tiga bulan kami digojlok materi, hari ini kami harus ujian wet drill.

Yaitu ujian simulasi dimana para trainee bertugas sebagai awak kabin yang melakukan penyelamatan darurat di darat dan di air untuk menyelamatkan 150 penumpang dalam waktu kurang dari 90 detik.

Untuk ujian kali ini benar-benar dilakukan secara profesional. Nama tempat simulasi ini adalah mock up. Ada kerangka pesawat asli disana. Kami benar-benar bertingkah seperti sedang melakukan penyelamatan darurat.

Ada asap yang keluar dari dalam kabin pesawat, kami harus melafalkan dialog penyelamatan yang sesuai dengan aturan perusahaan. Lalu berseluncur dari ketinggian hampir 3 meter dengan slide evakuasi, bentuknya seperti seluncuran gelembung yang biasa ada di taman bermain anak.

Selain takut hantu dan takut gelap, aku juga takut ketinggian. Aku sampai di teriaki penguji karena aku maju-mundur saat disuruh lompat dan seluncur. Itu adalah adegan pertama untuk ujian penyelamatan darurat di darat.

Selanjutnya adalah penyelamatan darurat di air. Kali ini lebih detail, dan lebih dramatis. Selain simulasi dilakukan bersama pilot asli, replika pesawat juga bisa bergerak seolah-olah terkena benturan dan jatuh ke laut.

Aku seperti sedang main film action, semua alat cukup menunjang seperti kejadian asli. Ada suara peringatan bahwa pesawat akan jatuh, kemudian badan pesawat bergoncang hingga akhirnya pesawat itu berhenti bergerak.

Seluruh pencahayaan mati, awak kabin bersiap diposisi sesuai tugas. Membuka pintu pesawat bagian depan dan memblokade pintu bagian belakang. Karena pada saat penyelamatan darurat di air, pintu belakang tidak boleh dibuka, sebab posisinya pasti akan tergenang air.

Kami melafalkan dialog penyelamatan, saat pintu darurat dibuka, ada asap tebal yang keluar, ternyata pintu itu langsung menghadap air, dalam situasi darurat hal ini bisa saja kejadian pendaratan di laut.

Kami sudah memakai pelampung yang disediakan dibagian bawah kursi pesawat, mengembugkannya di pintu pesawat sebelum turun ke air.

Semua orang berenang menuju perahu karet besar di ujung kolam. Ternyata kolamnya cukup dalam, ada beberapa temanku yang tidak bisa berenang agak panik walaupun sudah pakai pelampung.

Aku menarik bagian belakang pelampung beberapa temanku, untuk aku giring ke arah perahu karet itu, saat itu tiba-tiba ada air turun dari atas mengibaratkan hujan besar. Tentunya hujan buatan, belum lagi suara gemuruh petir yang besar, suasana simulasi dibuat gelap pekat. Kami seperti tidak sedang berpura-pura.

Aku terus menarik temanku ke tepi perahu, lalu kami menaiki perahu karet itu satu persatu. Pijakan perahu karet yang licin membuat kami kesulitan menaikinya, ditambah lagi badan kami yang basah, tubuh kami dua kali lipat terasa berat.

Satu persatu temanku naik ke atas perahu, ternyata di atas perahu itu sudah ada seorang laki-laki yang membantu kami. Saat aku meraih tangannya, ia menarikku dengan kuat, aku memegang bahunya untuk bisa melawan berat beban air. Saat aku tiba di atas perahu aku baru tahu, laki-laki ini adalah si mustang.

Kami semua sudah berada di atas perahu karet, ukurannya sangat besar, bahkan bisa menampung sebanyak 56 orang. Air yang turun deras dari bagian atas kemudian berhenti, lampu yang redup kembali menyala terang, ujian selesai. Kami semua bertepuk tangan atas keberhasilan.

***

Akhirnya, training pun selesai, ground training selama tiga bulan ini berfokus pada pemberian materi. Selanjutnya adalah flight training, yang langsung dilakukan di penerbangan sebenarnya.

Kami mengganti pakaian basah di ruang ganti. Bersiap untuk pulang, dan rehat sejenak setelah hari yang melelahkan.

"Tadi gue kaget loh, si mustang yang bantuin kita naik floating device"  Tami masih meggosok-gosok rambutnya yang basah.

"Sama, gue juga. Tapi kumisnya kemana tu orang?" Aku menimpali Tami sambil memasukkan pakaian basahku ke dalam plastik.

"Luntur kali kena ujan haha. Tuh kan gue bilang juga apa, dia itu cakep kalau kumisnya gak begitu"

"Lo tau gak Tik? Tadi si Tami pas dipegangin mas mustang tangannya nakal" Tiara mengadu.

"Hah? Lu ngapain gila?"

"Iya, tadi kan dia narik gue tuh, kan gue susah ya naiknya, licin banget kan tuh sampe gue jatoh mulu. Terus dia narik pelampung gue, terus dia bilang pegang bahu saya. Ya gue pegang aja, tapi gue terus-terusan aja pegangin lengannya, buset dah keker bener"

"Ini anak masih aja kepikiran" aku geleng-geleng kepala.

"Ya abis bajunya dia basah makin ngejiplak itu otot, jadi sekalian aja gue pegang, eh keker"

"Gampar temen sendiri dosa gak sih Ti?"

"Nggak Tik, kalau modelnya kaya si Tami"

Ya benar juga kata Tami, si mustang ototnya nongol-nongol pas bajunya basah, tapi kalau ingat waktu traning kemarin jadi males banget sama kelakuan genitnya. Seenggaknya selesainya ground training ini, selesai juga dari godaan mustang dan banditnya. Bye mustang!

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang