Kami berjalan diantara blok bangunan, menikmati jalanan yang gak terlalu ramai, angin dingin semakin kurasa, yang terasa bertambah dingin saat malam.
Beberapa toko kami lewati, area penginapan kami gak terlalu hectic, tapi gak jauh dari pusat kota. Cukup nyaman untuk jalan-jalan santai.
Dari tadi Marvin gak melepas menggenggam tanganku, membuatku terasa lebih hangat dan nyaman.
Kami masuk ke area perbelanjaan, membeli apa saja yang bisa dijadikan bahan oleh-oleh. Dari mulai snack khas Jepang, kue kering, gantungan kunci, aku juga membeli beberapa skincare dan makeup.
Setelah aku mendapat apa yang ku mau, kami berjalan ke area minuman beralkohol. Marvin sibuk mencari merek minuman yang berjejer rapi dengan botol-botol kaca.
"Kayanya ini rak wine deh" kataku, sok tahu, tapi benar.
"Ko kamu tau?"
"Sauvinon blanc, merek white wine yang dipake di pesawat. Berarti disini masih deretan wine"
Kami berjalan sedikit ke ujung sampai akhirnya Marvin menemukan deretan merek Jameson.
"Aku beli ini gak apa-apa?" Marvin menunjuk sebuah botol whisky besar.
Aku mengangguk."Irish Whisky, jadi inget series Peaky Blinders, kalau gak salah one of favoritenya Thomas Shelby?" Aku membaca tulisan yang tertera dibotol yang Marvin genggam.
"Rasanya beda, lebih strong, tapi gak pahit banget. Biasanya karena jenis gandumnya. Karena whisky itu bahan utamanya gandum yang dipermentasi" kata Marvin sambil senyum, bibirnya setia berwarna pink. Tapi kenapa aku malah fokus sama bibirnya Marvin? Ya Tuhan!
"Hmm, gak ngerti" kataku polos.
"Tapi kamu kayanya banyak tahu alkohol?"
"Aku kan belajar, dulu ada pelajarannya pas training, sampe aku hapalin karena ada ujian prakteknya, aku bisa mix tau. Gin tonic, bloody merry, screw driver. Ya kan?"
"Coba dong lain kali mix buat aku"
"Ya cuma tau teori aja, aku gak tau rasanya gimana, enak apa enggak, takarannya pas apa enggak, yang penting jadi" kataku sambil cengengesan.
Marvin mengerucutkan bibir, "aku beli juga buat mas Gerald deh satu" ia kemudian mengambil botol lain. Mas Gerald itu manajernya Marvin.
Kemudian kami duduk dikursi depan swalayan, aku menikmati onigiri tuna yang baru saja ku beli, dan Marvin dengan sebotol bir.
"Emang tadi makannya gak kenyang baby?" ia tersenyum meledek, tepatnya seperti menertawai.
"Aku tuh gak bisa kalau gak beli onigiri di swalayan, latah aja gitu kepingin makan walaupun satu, dan walaupun perutku gak laper"
"Gak apa-apa, biar pipi kamu makin gembil"
Aku memicingkan mata, sambil mengunyah onigiri yang penuh dimulutku.
"Baby, menurut kamu, aku perlu batasi untuk ambil peran ga? Buat film kedepannya?"
"Maksudnya?"
"Jujur sebenarnya aku ngerasa bersalah kemarin, pas ajak kamu pertama kali ke gala premir, mungkin kamu agak kaget lihat adegan aku sama Alecia" Marvin berhenti.
"kissing?" kataku, pura-pura tegar. Rasanya aku malas membahas itu, mengingatkan aku lagi pada layar sebesar kebon pisang tetanggaku yang merekam adegan Marvin berciuman dengan Alecia. Aku kira memori itu sudah dibuang ke laut.
"Ditambah lagi banyak yang jodoh-jodohin juga, menurut kamu gimana?"
Aku merasa, Marvin gak nyaman dengan perasaannya, dia seperti orang yang baru berbuat dosa, terdengar dari suaranya yang berat dan terlihat dari cara ia menenggak minuman alkohol berkadar 8 persen itu dengan rusuh.
"Aku gak ada masalah, asal kamu gak melibatkan hati, seperti yang kamu bilang, bersikap profesional, aku fine. Justru aku gak mau membatasi kamu. Jangan sampai gara-gara pacaran sama aku, kamu jadi merasa terkekang" kali ini aku benar-benar jujur. Aku gak mau Marvin membatasi dirinya cuma karena pacaran denganku, aku takut kalau dia gak bahagia.
"Untuk masalah gosip, benar juga kata kamu, komentar gak usah dibaca, aku juga kayanya gak sempat baca komen, jadi gak terlalu kepikiran" sambungku lagi.
Marvin meraih tanganku, ia tersenyum semanis gula batu yang baru lumer setelah di emut berjam-jam.
"Makasih baby, i love you" duh kata itu, tiga kata sakti yang bisa membuat denyut jantungku gak karuan, melemaskan otot tubuhku, dan juga memabukkan lebih dari whisky merek apapun, walaupun aku belum pernah mabuk sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)
Cerita PendekMenurutmu apa itu pekerjaan? Sesuatu yang kau cintai? Atau sesuatu yang terpaksa kau jalani? Aku mencintai pekerjaanku sebagai pramugari, katanya; pramugari itu enak, bisa keliling dunia gratis, menginap di hotel mewah, gajinya besar, kehidupannya...