Inikah Rasanya?

34 2 0
                                    

Hari ini adalah gala premir film Marvin yang bergendre drama percintaan. Aku diundang untuk menyaksikan pemutaran film perdana yang dibintangi Marvin, pacarku bersama Alecia Kirana, aktris yang selalu dijodoh-jodohkan netizen Indonesia karena film sebelumnya sukses membuat penontonnya baper dan membus hingga jutaan penonton.

Karena kesuksesan itulah akhirnya dibuat sekuel kedua, atau cerita lanjutan dari film itu.

Hubunganku dengan Marvin sudah berjalan 8 bulan. Delapan bulan penuh warna, penuh cerita, penuh cinta, penuh kebucinan Marvin padaku. Kalau gak ditahan, sebenarnya aku bucin juga. Tapi aku harus bisa menahan diri.

Sedikit informasi, gala premir adalah pemutaran film pertama kali untuk publik, yang juga dihadiri para pemain, produser, sutradara, dan kru yang terlibat dalam film.

Penayangan film ini juga bisa disaksikan oleh semua orang karena berlokasi di bioskop konvensional, tapi biasanya penjualan tiket dilakukan secara pre-order, karena kebanyakan kursi yang tersedia sudah direservasi oleh kerabat sesama aktor atau influencer, dan tamu undangan.

Karena ini merupakan acara besar bagi dunia perfilman, ibarat proses syuting dan editing adalah momen mengandung janin dalam rahim, dan sekarang bayi itu lahir ke dunia yang merupakan sebuah film yang sudah banyak dinanti, pastinya acara lebih meriah.

Banyak tamu yang datang, deretan aktor, pers, bahkan para fans saling jerit dan berebut foto. Karena itulah aku berdandan lebih dari biasanya. Aku mengenakan koleksi pakaian dari Lulu Lutfi Labibi yang membuat saldo rekeningku meraung-raung, dengan make up dan hairdo hasil karya makeup artist handal.

Dan aku sukses dengan usahaku, aku bisa tampil sepadan dengan Marvin yang memukau. Bahkan aku juga gak luput dipintai foto bersama oleh orang banyak, mungkin mereka menyangka aku ikut punya peran di film tersebut.

Aku masih belum mau menunjukkan hubunganku dengan Marvin di depan publik. Jadi aku dari tadi cuma ditemani asistennya Marvin, Dion. Dion itu laki-laki yang bersama Marvin di sushi tei, tempat pertama kali aku berkenalan dengan Marvin sembilan bulan lalu. Aku juga sengaja melakukan ini untuk memberi ruang pada Marvin yang sibuk wara-wiri menyapa banyak orang.

Film akan segera dimulai, kami yang sudah punya akses reservasi mulai masuk ke dalam teater. Aku sudah menduduki kursi yang sudah ditentukan. Semua kursi sudah penuh terisi bahkan sampai yang paling depan. Tak lama kemudian para pemain datang yang disambut riuh oleh seisi ruangan.

Dimulai dengan membuka sedikit percakapan, perkenalan diri singkat, lalu duduk dikursi masing-masing dijajaran tengah. Marvin duduk disebelahku, kemudian Alecia disebelahnya. Mamanya Marvin pun datang, ia duduk dibelakangku.

Lampu mulai meremang hingga kemudian padam dan layar semakin menyala. Hatiku mulai gak karuan saat film akan dimulai, kalimat Marvin padaku waktu itu terus membisikki telingaku.

"Baby, bulan depan aku ada reading film, sekitar sebulan, habis itu langsung syuting"

"Berapa lama syutingnya Bi?"

"21 hari di Jakarta, 10 hari di London"

"Congrats ya Bi. So proud of you. Semoga lancar"

"Iya Baby makasih ya. Oh ya aku mau cerita. Jadi itu filmnya drama romance gitu" ia menggantung kalimatnya, aku gak menyela kalimatnya, aku hanya menunggu dengan senyum bahagia dan bangga. "Terus ada adegan ciumannya" lanjutnya.

Hatiku serasa ditusuk tombak, sakit dan membuat sesak. Tapi aku tahu, itu adalah bagian dari pekerjaannya, aku harusnya sudah tahu hal ini mungkin akan terjadi, dan aku harusnya sudah siap dengan situasi ini. Tapi rasanya aku masih saja naif untuk bicara gak apa-apa.

"Oh gitu, banyak gak?" aku bersikap tenang, padahal aslinya ingin kujambak penulis sekrenario itu.

"Cuma sekali aja"

Aku tahu, sekali itu maksudnya yang ditampilan dalam film. Tapi aslinya hal itu akan dilakukan berulang-ulang, dari berbagai macam sudut, belum lagi kalau sutradara merasa belum puas, atau mungkin kameramen lupa merekam sampai akhirnya harus mengulang adegan. Intinya bohong kalau ciuman itu cuma satu kali.

Daniel Radcliffe saja saat adegan ciuman di film Harry Potter sekuel kelima harus take sampai 30 kali. Lalu Marvin butuh berapa kali?

Melihat aku yang membisu, Marvin bisa membaca ketidaknyamananku. Ia segera meraih tanganku. "kamu gak suka ya?"

"Its okay, itu bagian pekerjaan. Aku tahu kamu pasti bisa profesional"

Tai kambing! Kata profesional menurutku hanya kalimat klise. Aku saja saat dicium Marvin secepat kilat rasanya sudah gak karu-karuan. Apa benar dia bisa profesional dan gak terbawa perasaan?

Kalau saja Marvin gak mengajak aku untuk datang, aku mungkin gak mau sama sekali nonton filmnya. Sama aja menggorok hati dengan pisau sendiri namanya. Tapi pada akhirnya, egokulah yang mengalah dan aku duduk diantara puluhan orang yang menyaksikan film itu.

Sepanjang pemutaran film aku selalu was-was, di menit berapa adegan laknat itu? Dan tiap menitnya aku berusaha menguatkan hatiku untuk bersikap baik-baik saja, atau seenggaknya kepura-puraanku nanti gak akan ketahuan.

Dan tiba saatnya, aku melihat adegan terkutuk itu, di akhir film karena cerita sudah menjadi akhir yang bahagia, dimana si pemeran laki-laki membelai pipi lawan mainnya kemudian mereka beciuman. Keduanya memainkan bibir dengan lihai dengan latar tempat London Eye. Goblok!

Aku seperti orang goblok, menyaksikan pacarku sendiri beradegan mesra dengan perempuan lain, hatiku panas bukan main, dadaku terus bergetar, rasanya adegan sepersekian detik itu menjadi berjam-jam bagiku. Dengan wajah Marvin dan Alecia yang di zoom hingga sebesar luas dinding rumahku, aku bisa lihat dengan jelas tiap gerakan itu.

Sejalan dengan adegan ciuman itu, aku tahu Marvin juga gak enak hati padaku. Buktinya, ia segera menggenggam tanganku, melihatku dengan tersenyum dalam raut wajah bersalah. Oh, inikah rasanya? Melihat pacar sendiri berciuman dengan perempuan yang banyak dapat restu dari netizen maha benar, dan sialnya perempuan itu lebih cantik dariku, lebih banyak yang menyayanginya. Pantas pertama kali aku bertemu dia, aku merasa gak sepadan dengannya.

Diary Mugari Tengilwati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang