SURAT IZIN TELAH DIDAPAT [9]

4.6K 392 6
                                    

Kalau ada orang paling aneh di dunia, yang pertama Aksa anggap aneh justru dirinya sendiri. Jadi kenapa dia mau repot-repot menyusul Sena sementara itu meninggalkan Lucas di belakang usai Lucas bilang, "Lo pikir gue sebodoh itu membiarkan adek gue dengan lo?"

Tapi dengan keyakinan yang sama, Aksa balas dengan tegas, "Lo pikir Sena mau bertemu dengan lo usai dia marah sama lo?" Cara bicara Aksa serupa orang paling paham soal Sena saja. Namun, batin Lucas berperang, Sena marah, artinya tidak mau bicara selama beberapa saat dengannya. Tanpa sadar, dia mundur selangkah dan bilang, "Gue nyusul nanti," katanya mengalah. Dan Aksa benar-benar menyusul duluan.

Aksa sejujurnya tidak begitu khawatir, lagi-lagi seakan dia jadi orang yang paling paham Sena, dia merasa cewek itu tidak akan nekat. Benar saja, langkah Aksa berhenti tidak jauh dari mini market. Dia mendengkus geli melihat Sena yang duduk sambil menyantap pop mie tanpa peduli keadaan di sekitarnya. Perasaan tadi cewek itu sudah habis dua piring kentang goreng.

Tahu Sena masih bisa ditinggal sebentar, Aksa sempat diam-diam masuk mini market dan memberi satu buah pop mi serta dua colla buat Sena. Sebelum decit kursi yang dia tarik serta cara dia meletakkan pop mi dan colla di atas meja membuat Sena mengangkat pandangan terkejut. Kunyahan Sena berhenti. kepalanya celingukan.

"Lucas nggak di sini," kata Aksa seakan paham dengan keresahan Sena.

"Terus, Mas kok bisa di sini?" kejut Sena. Kenapa bukan Lucas yang mengejarnya? Kenapa justru Aksa? Kenapa juga abangnya membiarkan itu?

"Kamu berharap Abang kamu ke sini?"

Sena langsung menggeleng. Tapi ini juga bikin bingung.

"Tapi kenapa Mas bisa ke sini?" herannya lagi.

Aksa mendorong colla untuk Sena dan mulai menyantap pop minya. "Saya kan bisa hipnotis orang."

"Mas!" jerit Sena tertahan karena geregetan.

Tawa Aksa justru mengudara. "Tinggal ke sini saja, apa susahnya?"

Sena langsung mencubit lengan Aksa karena kesal sampai cowok itu mengaduh. Cowok yang dia kira menyebalkan ternyata jauh lebih menyebalkan karena amat sangat jail dan ngeselin.

"Ngeselin!"

"Harusnya kamu berterima kasih, bukannya pakai kekerasan. Atau mau Lucas ke sini?"

Sena langsung menggeleng. "Yang ada nanti tambah kesal," gerutu Sena mengaduk asal pop minya.

"Ya sudah, tinggal makan aja." Dan Aksa kembali menyantap minya. Sementara Sena masih penasaran bagaimana Aksa bisa ke sini? Kenapa Abangnya membiarkannya begitu saja? Atau abangnya pulang dan mengabaikan dia?

"Makan, Na," peringat Aksa karena sadar sejak dia duduk, Sena justru terus terdiam dengan kening berkerut tanda terus berpikir.

Namun, Sena akhirnya kembali menyantap minya dalam diam.

"Lagian, kalian yang berantem, saya yang kena sial," gerutu Sena akhirnya.

Kunyahan Aksa melemah, dia menatap saksama cewek dengan mata bulat dan pipi tidak kalah bulat tersebut. "Kalian tuh sama-sama gengsi nggak mau mengaku salah dan saling memaafkan tahu nggak. Masa karmanya ke saya, Mas," sambung Sena lagi.

"Saya justru lebih tidak percaya kalau akan bertemu dengan Lucas dan adiknya."

Salah satu sudut bibir Sena berkedut tersenyum kecut. Aksa jelas mengalih pembicaraan.

"Dunia kan memang sempit," kata Sena dan Aksa mengaminkan hal tersebut.

"Saya pikir kamu akan datang ke jembatan seberang, ternyata makan pop mi."

"Ye, saya emang kesel, tapi masih pengin. Hidup kali."

Lalu Sena terdiam sejenak. "Habis tadi ada bocah makan pop mi," lanjutnya pelan yang kontan membuat Aksa tertawa.

"Jadi kamu makan karena pengin?" tudung Aksa pada minya.

Salah satu bibir Sena berkedut sebal. "Nggak usah ngejek, manusia kan punya nafsu makan."

Aksa justru semakin tertawa.

"Diem nggak. Lagian wajar lho, pop mi tuh musuh segala umat!"

"Umat yang kelaparan kan?"

"Na!" teriak Aksa karena Sena sembarangan mencubit lengannya.

Sena justru tersenyum puas.

Tahu kalau diladeni semakin bocah, Aksa mengalihkan dengan pertanyaan lain.

"Kamu masih mau bimbingan dengan saya, Na?" Random banget pertanyaan Aksa ini.

Karena dia perlu memastikan sesuatu.

"Masihlah," balas Sena.

Kan, begitu dijawab, Aksa justru hanya manggut-manggut saja. dan keduanya justru tidak lagi terlibat obrolan karena sama-sama menghabiskan pop mi mereka. sampai, tidak lama kemudian, mobil Lucas terparkir di lahan parkir, begitu keluar, segera dia hampiri keduanya.

"Pulang sekarang?" Lucas bukan memerintah, dari nada bicaranya yang lebih lunak, Sena mengerti kalau abangnya tengah mencari jawaban. Sena yang sudah kembali mengenakan tote bagnya mengangguk.

"Lo tetap tidak akan mengizinkan Sena bimbingan dengan gue?" Pertanyaan Aksa timbul usai Sena hendak mengikuti langkah abangnya. Keduanya menatap Aksa yang sudah berdiri. Sena sedikit waspada, apa pertanyaan Aksa tadi soal keyakinan Sena untuk lanjut atau tidak, bermaksud untuk mencari konfirmasi dari Lucas?

Sena sedikit waspada dengan respons Lucas yang masih saja diam.

"Bagaimana gue bisa percaya kalau Sena akan baik-baik saja sama lo?" Karena dia takut Aksa bisa saja bertindak semena-mena pada Sena.

Dan Aksa beralih apda Sena. "Sena, apa saya menyakiti kamu?" tanya Aksa serius.

Tanpa ragu, Sena menggeleng dan itu bisa Lucas lihat.

Lucas mendengkus.

"Dia banyak membantu," kata Sena meyakinkan Lucas.

Cukup lama Lucas diam, sampai dia mendesah. "Sampai adik gue kenapa-napa bahkan sakit hati sama kata-kata lo. Habis lo di tangan gue," ketus Lucas sebelum beranjak duluan. Senyum Sena mereka, artinya Licas mengizinkan, kan?

"Bang! Tunggu!" teriak Sena, lalu sempat menoleh pada Aksa.

"Duluan, Mas. Makasih," katanya cepat sebelum berbalik. Di tempatnya Aksa hanya tersenyum geli dengan tingkah mereka berdua.

Dan Sena yang masih mengikuti Lucas ke mobil, berhenti saat ponselnya berdering. Lucah menoleh. "Siapa?"

Sena mengecek ponsel dan langsung menepuk jidatnya begitu nama Keana muncul di layar ponsel. "Aduh! Lupa! Keana kan jemput aku di kafe tadi!"[]

Chasing You | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang